Selasa, 24 Desember 2019

Ketika Baper Datang Melanda

emak-emak rumahan yang hanya terkoneksi dengan dunia luar melalui berbagai aplikasi jejaring sosial, potongan-potongan potret yang terunggah seringkali membuat jungkir balik perasaan emak.

Bawaannya baper..

Mungkin saatnya melakukan detox gadget atau detox medsos mak?
Mungkin saatnya mengkoreksi diri, kurang bersyukur kayanya tu mak!
Mungkin pikiran ruwet, kurang piknik kali mak!

Bisa jadi kesemua pernyataan di atas ada benarnya. Saya, yang masih sering merasa kecil bagai remah-remah rengginang setiap kali mendapati imformasi si A kerja di perusahaan X sebagai manajemen anu, Si B keren banget akhirnya lulus s3 jadi doktor inu, dan sebagainya dan sebagainya itu membuat saya sering merasa gimanaaa gitu. Semacam bertanya pada diri sendiri, ngapain aja sih bertahun-tahun ini? Nggak ada keren-kerenya? Jadi salah siapa? Salah yang posting? Ya pasti bukan lah 😀

Dalam kontemplasi singkat, sebenarnya tidak sulit menemukan jawabannya. Maka mak, semua orang memiliki timingnya masing-masing. Jika nanti dirimu galau lagi maka semoga kamu ingat bahwa penah menuliskan ini. Bahwa hiduplah di saat ini, enjoy dan lakukan yang terbaik sambil merencanakan dengan baik apa yang ingin kamu lakukan jika semua ini terlewati. Iya, ini hanya ibarat badai yang pasti akan berlalu. Tapi laluilah dengan bijak, karena setiap badai pasti berakhir dengan hikmah yang bisa dipetik. Jadikan motivasi, jadikan harapan-harapan yang membuat semangatmu terpantik bukan menjadi air yang memadamkan api. 

Saat ini ada dua bocah yang harus diemban amanah pengasuhannya. Fokus menjadikan mereka aset terbaik adalah goal jangka panjang yang memerlukan waktu, konsentrasi dan investasi. Baperlah jika kamu merasa baper, tapi jangan lama-lama. Ambil jeda jika perlu, biar nggak jemu melulu sok sibuk ngurusin ina inu.

Percayalah, ompol dan rumah berantakan itu sebuah keniscayaan. Gapapa kok sekali-kali nggak terobsesi semua cucian beres di pagi hari, asalkan nggak ada yang akhirnya jadi sasaram amukan emak. Enjoy setiap moment mak, banyakin senyum (dan istighfar) pasti nggak mudah kan melewati sepanjanh hari dengan berharap cepat gelap dan datang waktu tidur lagi?

Jangan lupa bilang "i love you" ke dirimu sendiri. Kamu nggak perlu sempurna dan nggak akan pernah sempurna, tapi kamu bisa kok mencukupkan diri dan berbisik. "perfectly done, mak" di akhir hari sambil menepuk bahumu sendiri. 

Bahagialah, merasa cukuplah, bersyukurlah agar selanjutnya mampu bermimpi lagi.

Tulisan ini dibuat dalam rangka mempraktekkan metode free writing, dengan tema yang mungkin akan beragam. Saya hanya mencoba untuk release apa yang saya rasakan, mencoba membuang sampah emosi supaya kelak tidak menjadi bom waktu bagi siapapun.


Kamis, 19 Desember 2019

Curhat Emak Beranak Dua

Tulisan ini dibuat dalam rangka mempraktekkan metode free writing, dengan tema yang mungkin akan beragam. Saya hanya mencoba untuk release apa yang saya rasakan, mencoba membuang sampah emosi supaya kelak tidak menjadi bom waktu bagi siapapun.

Hampir satu bulan sudah, saya berganti status menjadi ibu beranak dua. Gimana rasanya? Rasanya ingin melambai ke kamera, sambil bilang: bisa di take ulang nggak?

Rasanya setiap hari adaaa saja yang nggak beres. Bukan..bukannya saya nggak bersyukur dengan banyak mengeluh. Tapi semua ini betul-betul nggak mudah, proses adaptasi selalu menjadi yang tersulit. Jika biasanya banyak orang menuliskan ketika selesai menghadapi badainya, saya memilih menuliskan ketika sedang bergelut terjerat di dalamnya. Newborn yang harus diperhatikan dengan extra, plus seorang balita yang sedang aktif-aktifnya yang kebetulan sepanjang hidupnya nempel banget sama emaknya. Proses toilet training yang tertunda, GTM, jam tidur yang kacau, bayi 3 minggu yang kepalanya peyang: well, dikomentari seharusnya ngga disusuin sampe umur 3 bulan sambil rebahan itu beneran bikin nggak nyaman-mungkin saya emang ngga se-setrong itu untuk menahan godaan nyusuin sambil tidur dengan bonus nggak usah naruh bayi yang udah merem lalu nempel kasur auto bangun-repeat all night long.

Dan saya nggak bisa berhenti menyalahkan diri saya, setelah membentak Atha, memaksa dia makan, tidur, menolak ajakannya bermain karena adeknya nyusu nggak berhenti dan tentunya nggak tidur-tidur. Ruby, dengan ruam popoknya yang seolah-olah pantatnya bisa ngomong: "inilah akibatnya kalau pake popok sekali pakai", diagnosa alergi yang membuat saya berhenti makan-makanan kesukaan saya pelipur dari rasa stress sepanjang hari, oh martabak keju, oh rotibakar coklat, oh susu UHT..juga komentar spontan dari berbagai pihak seharusnya begini seharusnya begitu.

Padahal kusudah pernah..bahkan dulu rasanya hampir setiap malam nangis-nangis bombay. Tapi tetap saja rasanya nggak enak, nggak nyaman. Topik klasik yang mungkin akan selalu berulang setiap kali punya bayi. Ah sudahlah, semoga masa-masa ini sudah berlalu..

Minggu, 08 Desember 2019

Menjadi Ibu Bahagia


Menjadi ibu tentunya merupakan sebuah hal luar biasa yang bisa jadi diidamkan oleh semua perempuan. Menjadi ibu juga dirasa oleh sebagian orang sebagai amanah, peran yang diberikan oleh Sang Kuasa untuk menjaga amanah berupa anak-anak. Bagi sebagian lagi menjadi ibu merupakan beban mental yang konon menguras tenaga. Lalu ibu yang manakah saya?

Bisa dibilang jika ditanya semua ibu apakah bahagia menjalani perannya pasti semua akan mengangguk setuju. Tetapi berapa persen bahagianya? Mungkin itu berbeda cerita. Saya sendiri saat ini sedang terus belajar untuk menjadi ibu yang bahagia. Kenapa sih penting sekali berbelit-belit berbicara tentang ibu yang bahagia? Karena perasaan bahagia ibu itu menjadi kunci, konon seorang ibu yang bahagia akan mampu membesarkan anak-anak yang bahagia.

Pernahkah kita sekali lagi berpikir: "Bahagia nggak sih saya menjalankan peran ini?" 
Bukan apa-apa, peran menjadi ibu ini sesungguhnya tidak bisa dipisahkan dengan peran individu kita sebagai istri juga sebagai pribadi. Kita ingin dong menjadi ibu yang bahagia, dan saya yakin para ibu semua ingin menjadi yang terbaik bagi dirinya, komunitasnya, juga anak-anaknya. Nah masalahnya, terkadang sulit bagi kita untuk menjadi bahagia karena tuntutan peran yang tidak hanya satu. Di satu sisi kita menikmati membersamai si kecil dalam bereksplorasi, tapi disisi lain kita juga harus melakukan tugas harian mengurus rumah dan anggota keluarga lain (baca: suami). Lalu gimana caranya biar kita bosa tetap waras dan bahagia ditengah luar biasanya tugas pengasuhan dan domestik sehari-hari?

Jawabannya adalah dengan memiliki waktu untuk diri sendiri alias me time!

Yess..kemarin ketika diklat offline calon pengurus ibu profesional perihal pentingnya me time ini juga menjadi bahasan utama. Bahwa kita sebagai ibu, memerlukan waktu bagi diri kita untuk menjadi sumber kekuatan dalam menjalani aktivitas sepanjang hari. Bentuknya bisa berbeda beda bagi setiap ibu, pun durasinya juga bisa berbeda. Dan penting sekali mengkomunikasikan hal ini kepada pasangan agar ibu bisa mendapatkan me time yang dibutuhkan.

Saya pribadi merasa memerlukan waktu sendiri di pagi hari untuk menyelesaikan target amalan yaumiyah, dan kalau bisa beberes sebelum semua atau Atha bangun. Kalau tidak rasanya semua serba terburu-buru dan tidak selesai, akibatnya saya jadi grusa grusu dan sumbu pendek ke Atha. Kalau me time secara khusus, belum terpikir sih bentuknya seperti apa. Tapi terkadang saya melek di malam hari untuk menonton satu drama korea, atau membaca buku 15 menit di pagi hari. Yang paling sering, beberapa waktu terakhir justru saya menikmati momen beres-beres rumah ketika sedang sendiri karena pak suami berbaik hati mengajak Atha keliling sebentar agar anaknya nggak cranky, emaknya juga happy.

Sejauh ini, menjadi ibu bahagia merupakan hal yang susah-susah gampang untuk dilakukan apalagi dengan kehadiran anak kedua. Bisa dibilang saya belum sepenuhnya bisa beradaptasi dan lebih selow dalam urusan rumah, dan berujung pada turun drastisnya level kesabaran dalam menghadapi Atha. Selalu, setelah konflik dengan Atha terjadi saya kembali tersadar bahwa yang harusnya mengerti itu bukan Atha tapi saya. Saya selalu ingin semua beres, dan seringkali beranggapan Atha menjadi batu ganjalan agar semua to do list saya selesai seluruhnya. Semakin jauhlah saya dari definisi ibu bahagia. 

Lalu seberapa bahagia saya saat ini?

Mungkin 60-70%? Entahlah. Dalam hati saya bertekad untuk bisa menjalankan seluruh peran yang saya ambil dengan bahagia. Apalagi kondisi saya sekarang bisa dibilang jauh lebih baik daripada ketika awal kelahiran Atha dulu. Pada masa kelahiran Ruby kali ini saya merasa suami lebih suportif, saya sudah memiliki teman-teman online dan offline yang bisa diajak berdiskusi atau sekedar bercerita. 

Saya masih terus berusaha untuk menjadi ibu bahagia agar bisa membesarkan anak-anak yang bahagia. Dengan memaafkan diri saya sendiri ketika membuat kesalahan, dan berjanji untuk menjadi lebih baik setiap waktu.
Saya berusaha menjadi ibu bahagia dengan mengakui bahwa saya tidak bisa melakukan segala sesuatunya dengan sempurna.
Saya berusaha menjadi ibu yang bahagia dengan menutup mata sejenak dari mainan dan buku-buku yang berserakan.
Saya berusaha menjadi ibu yang bahagia dengan menerima bahwa segala sesuatu akan ada waktunya.
Maka saya belajar menerima diri saya dalam kondisi saya sekarang, melakukan hal terbaik yang bisa dilakukan sekarang.

Semua orang berhak bahagia, seorang ibu juga berhak bahagia. Maka saya akan berusaha menjadi ibu bahagia. 




Selasa, 03 Desember 2019

Welcome My Sunshine!

Bismillah..
Syukur tak terhingga mungkin tak cukup mewakili kegembiraan kami menyambut anggota keluarga baru : Maryam Ruby Harfi. Bagi sebagian orang, kelahirannya merupakan sebuah kejutan. Bagi kami, ia adalah 'pengganti kontan' kehilangan yang kami rasakan di awal tahun lalu. 

Ada yang bertanya: lah..udah lahiran, kapan hamilnya? Heheh..qadarullah, selepas keguguran di akhir Februari lalu saya yang sedang berusaha menyiapkan recovery baik secara fisik dan mental ternyata langsung garis dua lagi di bulan berikutnya. Selama sebulan pertama saya sering iseng aerobik di rumah dengan tujuan menghilangkan gelambir lemak dan menurunkan berat badan, ditambah lagi berbagai seminar dan playdate. Jadwal full hingga akhirnya merasakan ada yang salah..kok mulai mual- mual meskipun tidak separah kehamilan pertama. 

Akhirnya kami memberanikan diri untuk mencoba membeli testpack dan agak kaget dengan hasil garis dua. Kemudian kami kembali membuat janji dengan dokter kandungan untuk memastikan apakah kali ini janin berkembang dengan sehat atau tidak. Alhamdulillah, rupanya Allah kembali mengamanahkan kehamilan pada saya di bulan berikutnya. Saya sempat khawatir kalau mengalami trimester pertama dengan mual muntah sepanjang hari, apalagi sekarang ada Atha yang harus diurus. Untunglah, mual muntah yang saya rasakan tidak separah kehamilan pertama, juga masih ada sisa tenaga untuk membersamai Atha meskipun hanya 'seadanya'. 

Jika diingat kembali rasanya baru kemarin lega melewati trimester pertama dan kedua yang 'penuh tantangan'. Tentunya sangat berbeda ngidam saat sendiri dengan sudah punya Atha, juga 'anak' satu lagi yang sempat menyita waktu dan pikiran hingga dua bulan penuh di trimester kedua dengan bolak balik batam center-batu aji-tanjung uma. Sekarang yang ditunggu-tunggu sudah hadir dipelukan, memberi warna baru bagi keluarga kecil kami. 

Ada yang berbedakah persalinan kali ini dengan sebelumnya? Banyak!
Proses kelahirannya alhamdulillah cukup mudah, meskipun berubah haluan di detik-detik terakhir mau melahirkan dimana. Awalnya kami berpikir akan bersalin di klinik yang sama seperti ketika melahirkan Atha dulu. Tapi di hari-H rupanya berubah pikiran untuk bersalin di bidan dekat rumah yang berakibat terlewat beberapa perlengkapan karena isi tas disiapkan untuk bersalin di klinik dokter dengan fasilitas yang bisa diprediksi. 

Kontraksi yang saya rasakan juga berbeda, sehingga membuat saya tidak menyadari bahwa waktu bersalin sudah semakin dekat. Kalau saja tidak muncul lendir darah maka saya nggak akan terpikir untuk cek bukaan ke bidan. Karena rasanya beda banget, kalau dulu rasanya pinggang seperti di tusuk-tusuk dari belakang kali ini sama sekali nggak sakit..hanya tegang saja di perut sesekali. 

Perjalanan bukaan jalan lahir juga lebih cepat dengan intensitas nyeri yang masih bisa ditahan. Saya sempat mempraktekkan teknik pernapasan perut yang sempat dipelajari kilat di salah satu kanal youtube, dan alhamdulillah sangat membantu.

Di akhir waktu observasi sekitar jam 23.30 WIB saya menyempatkan diri membaca surat maryam dengan harapan diberi kemudahan seperti halnya siti maryam ketika melahirkan Nabi Isa a.s. Sekitar pukul 23.50 saya kembali masuk ruangan bersalin untuk observasi dan tak lama ketuban pun pecah, saya pun diminta untuk mulai mengejan. Saya mencoba tetap tenang..mengatur nafas sambil menahan nyeri yang masyaaAllah..luar biasa 😅. Mengikuti instruksi bidan untuk menarik nafas ketika kontraksi datang namun hingga beberapa kali masih belum berhasil mengeluarkan Ruby, saya mulai pesimis. Kalau dulu pas melahirkan Atha saya modal nekat yang penting bayinya cepat keluar jadi nggak terpikir apa-apa, kali ini justru saya sempat ragu apakah bisa..kok rasanya sulit sekali..nafas terlalu pendek, sangat berbeda dengan ekspektasi saya yang kalau sudah belajar teknik pernapasan juga cara mengejan (dan tentunya ditambah bumbu cerita orang-orang "kalau anak kedua sih gampang aja" ) akan semudah membuat flyer kulwap pake canva. 

Pertanyaan saya apakah akan bisa keluar sindedek dijawab dengan tawa ringan seisi ruangan bersalin "ibu kan bisa, ini sudah yang kedua lhoo". Tapi rasanya ya Allah..antara yakin dan nggak yakin bisa memdorong keluar si adek hingga akhirnya qadarullah si adek berhasil lahir dengan selamat..menyisakan perasaan lega dan isak tangis bahagia saya. 

Maryam Ruby Harfi, adalah doa kami agar kelak engkau setaat siti maryam wahai permata hati kami. Selamat datang sayang, kami sudah sangat rindu ingin bertemu denganmu ❤


Minggu, 20 Oktober 2019

Seminar Parenting: Meningkatkan Minat Belajar dan Prestasi Anak

Sabtu kemarin saya berkesempatan menghadiri seminar nasional parenting yang mendatangkan Mira Julia atau yang lebih akrab disapa Mbak Lala yang bertajuk sangat ambisius : Meningkatkan Minat Belajar dan Prestasi anak. Singkat mengenai mbak Lala, beliau adalah salah satu legend di kalangan keluarga penganut mahzab Home Schooling (HS) dimana putra pertamanya yang semenjak kecil tidak pernah bersekolah formal tetapi berhasil masuk FE UI dan merupakan pendiri rumahinspirasi.com, yaitu sebuah media belajar online.

Dalam sesi seminar mbak Lala banyak bercerita tentang hal-hal yang mempengaruhi proses belajar yang tentu saja berdampak pada prestasi belajar anak. Tapii..yang saya garis bawahi adalah kalimat mbak Lala yang berbunyi

" Kita mempersiapkan anak kita untuk hal-hal yang mungkin tidak pernah kita bayangkan sebelumnya"

Nah. Lho. Sebagai generasi era 90-an yang dulu cita-citanya seputar dokter, guru, polisi dan pilot, tentu saja bahkan situasi pendidikan dan perkembangan keprofesian saat ini saja sudah jaaauh berbeda dengan era saya dulu. Jadi jangan heran kalau anak sekarang ditanya apa cita-citanya? Lalu menjawab: youtuber, vlogger, food photographer, dan banyak lagi istilah 'asing' lainnya. Kesemuanya itu bahkan tidak terbayang bagi saya sebelumnya..apalagi nanti 20 tahun memdatang? Seperti apa lagi perkembangannya? Ragam potensi dan lapangan kerja yang bisa bermunculan?

Sedikit kembali pada cerita HS yang dipilih oleh keluarga mbak Lala. Keluarga mbak Lala sepakat untuk menerapkan HS Bagi anak-anak karena bangku sekolah formal dinilai kurang relevan dengan kebutuhan anak mereka. Mudahnya, ya buat apa mempelajari hal-hal yang kita nggak tau ngapain harus belajar itu. Well said sih, saya sekolah belasan tahun juga yang terpakai ilmunya hanya sekian persen saja. Lalu mengenai standar prestasi, kebanyakan sekolah formal menilai dengan indikator prestasi yang sama bagi seluruh siswa. Padahal, setiap anak itu dilahirkan dengan potensi berbeda yang tentu saja berarto bisa saja prestasinya bentuknya juga nggak sama. 

"Tugas orang tua adalah mengantakan anaknya menjadi bintang di langit. Dan bintang di langit itu banyaaak banget. Jafi setiap anak itu sejatinya adalah bintang" begitu kata beliau.

Uhuk. Tertohok lagi. 

Kebanyakan orang tua saat ini menuntut anaknya memiliki kredit yang baik dalam bidang akademis. Padahal..tentu tidak semua anak memiliki kelebihan dalam bidang tersebut. Kebanyakan orang tua juga mudah sekali 'baper' dengan 'prestasi' anak lain, lalu tanpa sadar membandingkan dan menginginkan anak mereka menjadi berprestasi seperti anggapan orang tuanya tersebut. Salah? Hmm..nggak salah banget sih kalau anak memginginkan anaknya berprestasi. Tapi apa sih makna anak yang  berprestasi?

Prestasi menurut mbak Lala adalah ketika:
1. Anak nyaman dengan dirinya sendiri
2. Anak mampu memahami kekuatan dan kelemahan dirinya
3. Anak memiliki kapasitas untuk menjalani keseharian dengan baik
4. Anak memiliki keterampilan untuk berkarya dan berkontribusi
5. Anak memiliki kapasitas untuk bertumbuh
6. Anak memiliki daya juang dan persistensi

Nah, beda banget kan dengan gambaran prestasi era 90an? Rangking 1 di kelas? Masuk sekolah favorit? Lulus dengan nilai sempurna? Trus blank nggak tau mau ngapain ...wkwkwk..

Sejatinya kita orangtua memiliki PR yang lebih besar dari itu. Daripada berfokus pada prestasi di atas kertas, akan lebih bijak jika orangtua mampu menyiapkan amunisinya, membentuk mental, kebiasaan dan perilaku dimana kelak nanti si anak mampu berjuang dan bertahan dalam kondisi apapun dengan 3 cara:
(1) Membangun budaya belajar untuk mengasah inisiatif dan komitmen anak terhadap proses.
(2) Membangun keterampilan belajar pada anak. Karena kalau anak terampil belajar maka kelak insyaaAllah dalam kondisi apapun anak terbiasa untuk beradaptasi hingga mampu menyesuaikan diri.
(3) Mengajarkan manajemen diri, sehingga anak mampu memahami tujuan, rencana, manajemen waktu yang sesuai serta dapat mengevaluasi diri.

Degg..wah terdengar beraaat ya. Tapi ya memang itulah tugas orang tua. Baik sekolah formal maupun non formal oran yua saja tidak bisa serta merta melepaskan diri dari tanggung jawab tersebut karena pengajarannya tentu bersifat kontinyu. Nggak cukup dengan menyerahkan pada lembaga pendidikan atau kepada gurunya di sekolah thok.

Orang tua merupakan fasilitator utama dalam proses belajar anak, baik dalam hal akademis maupun non akademis. Terlebih dalam ketuntasan emosi dan pembentukan karakter anak, tentu saja orang tua memiliki peran yang sangaaaat besar. Jangan sampai orang tua lah yang justru mematikan potensi anak dengan salah merespon ketika anak menunjukkan minat atau periode sensitif. Karena anak itu sangat perlu diberi ruang untuk bereksplorasi lalu diapresiasi sembari didampingi. Dengan begitu insyaAllah anak-anak kita akan mampu bertumbuh menjadi anak-anak bahagia yang berprestasi dengan apapun ragam potensinya. 

Jadi kemarin pulang seminar itu rasanya langsung bertekad untuk lebih bersabar mendampingi Atha bereksplorasi, main-main dan selalu berusaha memberi respon positif terhadap apa yang ditunjukkannya. Tentu taaak semudah teori..tapi insyaAllah ummi selalu berusaha ya nak. Semoga bermanfaat :D

Jumat, 05 April 2019

Talents Mapping bersama Bunda Dayah

Hari Minggu di akhir bulan Maret lalu saya berkesempatan untung hadir dalam seminar Talents Mapping yang diselenggarakan oleh Komunitas Ibu Profesional Batam.  Apa sih Talents Mapping?  Talents mapping adalah metoda pemetaan bakat yang ditemukan oleh Abah Rama Royani,  yang memiliki 34 indikator untuk mengukur kekuatan dan kelemahan kita melalui serangkaian tes yang harus dijawab. Selengkapnya silahkan cari tahu sendiri yaa :)

Buat apa sih mak ikutan Talents Mapping?  Udah telat nggak sih?  Ada yang nanya begitu? 

Baiklah. Tes temu bakat ini efektif digunakan dengan usia minimal 12 tahun dan tanpa batas maksimal usia. Jadi bisa dikatakan saya sama sekali tidak terlambat karena mengetahui bakat itu ternyata manfaatnya banyak sekali seperti untuk memilih pendidikan, karir,  memasang strategi untuk berharmonisasi bersama pasangan hidup,  bahkan mengarahkan pendidikan anak.

Pertama memang awalnya saya iseng ya, saya sekedar penasaran apa sih sebetulnya bakat saya?  Jujur,  sejak dulu saya merasa nggak punya bakat.  Saya nggak expert di bidang apapun, nggak sangat mencintai sesuatu hal apapun,  jadi serba tanggung.. Nggak ada yg jadi highlight lah dalam profil saya.  Jadi ketika ada judul pemetaan bakat,  spontan saya berhenti sejenak dan berpikir: Aha! Kayanya boleh di dicoba!

Sebelum acara,  saya sudah melakukan assesment dan mengantongi hasilnya. Meskipun ada panduan cara membaca hasilnya,  tetap saja saya nggak ngerti maksudnya apa.  Dalam talents mapping ini ada 34 bakat yang dibagi dalam 4 warna :
1. Merah : Sangat Kuat
2. Kuning : Kuat
3. Putih: Netral
4. Abu-abu: lemah
5. Hitam: Sangat lemah

Berlainan dengan berbagai asesmen lain yang fokus pada kelemahan,  talents mapping ini justru fokus pada kekuatan/potensi masing-masing individu dengan jargon: Asah kekuatan,  abaikan kelemahan (begitu kurang lebihnya).  Jadi metoda ini dinilai sangat humanis,  menganggap setiap orang telah diinstall fitrah kebaikan dan kekuatan.  Maka fokus mengembangkan potensi kekuatan akan melahirkan individu unggul dengan spesialisasi yang unik dan khusus.  Nggak ada anak bodoh,  yang ada dia nggak bakat di bidang tersebut dan pasti berbakat di suatu bidang lain.

Jadi bakat mamak apa?

Baiklah,  berkat kegigihan mamak mengejar ibu narasumber untuk membacakan secara personal hasil asesmen saya,  maka ketahuanlah bahwa sebenarnya banyak sekali bakat saya yang masih terpendam.  Mungkin karena sebelumnya saya kurang banyak memiliki pengalaman bekerja ya,  karena lingkungan sangat mempengaruhi perkembangan bakat.  Intinya selama ini saya kurang berani mencoba sesuatu. Jadi oleh bunda Dayah saya disarankan untuk lebih banyak mencoba dan proaktif. Banyak bakat kuat yang masih belum keluar begitu beliau berkata.

Jadi bakatnya apa mak?

Jadi 7 bakat terkuat saya adalah:
1. Connectedness
Saya cenderung sering merenung,  berkontemplasi. Meyakini adanya hubungan sebab akibat antara satu hal dengan hal yang lain.
2. Harmony
Nggak suka sama masalah. Bagi yang kenal saya pasti merasa nggak sesuai ya karena kayanya selama ini saya orangnya cenderung mudah emosi dan kayanya ngajak ribut terus,  wkw.
3. Significance
Senang menjadi pusat perhatian,  senang tampil.
4. Includer
Berusaha membuat semua merasa penting
5. Belief
Senang melayani orang
6. Empathy
Peka/perasa dengan kondisi maupun emosi di sekitar.
7. Relator
Menikmati hubungan dekat dengan orang lain secara mendalam beserta kepo terhadap impian dan hasrat orang terdekat.

Anda kaget?
Saya pun kaget.  Jadi berdasarkan hasil tersebut bisa dibilang saya ini tipe pekerja sosial,  senang melayani,  peka terhadap situasi maupun lingkungan,  dan sama sekali tidak mau terikat. Dikatakan juga bahwa saya memerlukan pengakuan terhadap diri saya alias senang tampil,  senang dipuji.  Dan karena itu saya harus berkomunitas. 

Selain itu ternyata potensi saya di bidang grafis ternyata menunjukkan warna merah alias sangat kuat. Berarti sudah sah dong ya kalau saya bilang salah jurusan?  Kira-kira 84% peserta asesment salah jurusan,  jadi saya nggak sendirian.

Dari hasil tersebut bunda Dayah juga menjelaskan bahwa jika saya dulu sempat tidak betah bekerja di pabrik salah satunya memang bakat saya sama sekali tidak disitu.  Nah,  jadi memang feeling saya sudah sesuai.. Saya nggak cocok jadi karyawan.. Haha.

Lalu sekarang setelah mengetahui hasil asesment nya gimana mak?

Saya memiliki PR untuk lebih berani mencoba banyak hal,  terutama di area merah yang menjadi potensi kuat yang salah satunya adalah selling alias jualan.  Lagi-lagi minat saya ternyata nggak jauh dari bakat yang memang sudah diinstall di dalam diri saya. Selain itu saya juga memiliki bakat developer yang berarti senang memajukan orang lain,  nah ini tentunya menjadi senjata ampuh untuk membantu pendidikan Atha di rumah. 

Saya sudah tahu bakat saya,  bagaimana dengan kamu? :))

Senin, 25 Maret 2019

Parentsharing: Masjid Sebagai Bagian dari Penanaman Keislaman

Disclaimer: Parentsharing insyaaAllah akan menjadi hastag terbaru saya mengenai sharing dan cerita terkait dunia pengasuhan anak.  Banyak tulisan akan bersumber dari buku yang saya baca dan pengalaman yang saya alami :)

Dunia pendidikan anak adalah 'hal baru' bagi saya. Dan puji syukur Allah telah membukakan hati saya untuk menyadari bahwa pendidikan anak adalah sebuah hal pentung yang harus sangat diperhatikan terutama dari dalam rumah dan tentunya sangat memerlukan keterlibatan penuh orang tua.  Semenjak menjadi ibu,  saya mulai mencari tahu banyak hal tentang dunia pengasuhan anak baik yang berkiblat pada pendapat barat maupun yang bersumber dari sunnah nabi (parenting nabawiyah). Sudah selesaikah proses belajar saya?  Oh tentu masih jauh sekali.. Hihi..
Tapi setidaknya dengan memulai menulisakan topik #parentsharing ini saya bisa sedikit berbagi cerita.

Pada tulisan pertama ini saya ingin bercerita sedikit tentang masjid.  Dan sebuah kekecewaan yang sempat terbersit beberapa hari yang lalu. Sebetulnya bukan hal yang baru, Atha sejak bayi sudah sering kami ajak ke masjid.  Selain karena ketika dalam perjalanan,  juga memang dalam rangka kami sangat ingin membuat anak laki-laki mengenal dan mencintai masjid. Tetapi,  nggak semua orang sepaham ya dengan konsep 'anak-anak di masjid' ini.  Bagi beberapa orang,  kehadiran anak di masjid merupakan hal yang sangaaat mengganggu. Sehingga kalau bisa masjid steril dari anak-anak agar para jamaah bisa khusyuk beribadah. Sama sekali nggak salah sih.. Tapi bagi seseorang yang punya anak balita agak bingung juga kalau bocahnya g boleh diajak ke masjid trus gimana saya sholatnya??

Sama seperti beberapa hari lalu.  Pada waktu sholat dhuhur berjamaah,  kebetulan kami sedang berada dijalan.  Seperti biasa,  suami langsung mencari masjid terdekat untuk bergabung dengan sholat jamaah. Atha adalah yang pertama bertanya: Sholat dimana kita?  (MasyaaAllah, semoga Allah menjaga kecintaanmu untul beribadah kepadaNya ya nak :)) mampir lah kami ke sebuah masjid di sebuah perumahan.  Seperti biasa juga Atha setelah wudhu lebih memilih ikut saya di barisan jamaah wanita. Kebetulan siang itu jamaah perempuan tidak terlalu ramai.  Hanya ada 3 orang nenek dan beberapa anak-anak,  ditambah saya dan Atha. Sejak masuk ke dalam ruangan,  seorang nenek terlihat mewanti-wanti para anak-anak agar tidak berisik.  Ya wajar,  juga ketika beliau melihat ke arah Atha dan saya mengisyaratkan hal yang sama. Sepanjang shalat berlangsung Atha berperilaku baik,  sesekali menirukan gerakan dan bacaan shalat. Menurut saya sama sekali tidak mengganggu dan wajar. Hanya saja, ketika saatnya berdoa atha sedikit merengek, entah karena apa saya lupa.  Saya membiarkannya hingga imam selesai membaca doa lalu lanjut bersalaman dengan ketiga nenek tersebut.  Tapi ada yang aneh,  di akhir doa kedua nenek sibuk berbicara seperti menenangkan salah seorang nenek, sayup saya mendengar: "namanya juga anak kecil". Saya yang merasa tidak terjadi apa-apa pun mengulurkan tangan untuk menyalami beliau yang ternyata.. Dicuekin sembari menggerundel yang tidak bisa saya dengar dengan jelas.  Oh ternyata,  rupanya perilaku Atha barusan sangat tidak berkenan di hati beliau sehingga bahkan beliau enggan menerima jabat tangan saya.  Baiklah, tak papa.. Meskipun sebenarnya dalam hati saya sedih banget lho. Dalam hati saya mengulang ngulang mantra dari emak safithrie bahwa ' respon orang lain terhadap aktivitas anak kita sama sekali bukan urusan kita dan kita sama sekali nggak perlu memikirkannya'. Pasti akan ada orang yang nggak sependapat dan itu sepeenuhnya hak mereka dan kita sama sekali tidak berurusan dengan hal tersebut.  Berkali kali saya mengulang-ulang hal tersebut dalam hati agar kekecewaan saya segera reda. Jadi sebenarnya point nya apa?  Lama ya muternya?  Hehehe..

Cerita tersebut hanya mukaddimah dari pentingnya kembali menumbuhkan kesadaran bahwa pendidikan anak muslim itu selain dari rumah adalah dari masjid.  Bahwa seharusnya masjid adalah 'rumah kedua' bagi anak-anak, dimana mereka bebas mengenal,  mengeksplorasi tempat yang nanti harus mereka cintai tersebut (terlebih untuk anak laki-laki) . Dan kitalah,  para orang tua yang harus menciptakan kenyamanan bagi anak-anak di dalam masjid,  tanpa menafikan pengenalan adab-adab di dalam masjid. Ya gimana mau cinta masjid kalau dia 'dilarang' ke masjid sejak kecil? Seperti yang dikatakan Khalid as-Syantut dalam bukunya "Mendidik Anak Laki-laki" bahwa seharusnya masjid adalah menjadi tempat yang paling dicintai anak-anak kita. Karena disitulah pusat kegiatan masyarakat muslim seharusnya berlangsung. Untuk mewujudkan 'impian' tersebut memang diperlukan pemahaman dan dukungan dari banyak pihak. 

Berbicara mengenai masjid ramah anak,  rasanya rindu sekali dengan Masjid Salman.  Dulu saya belum sepenuhnya paham kenapa banyak sekali unit-unit yang dibuat YPM Salman untuk mewadahi berbagai aktivitas dari pendidikan anak,  perpustakaan,  pendidikan remaja,  aktivitas sosial bahkan pendidikan pra nikah.  Ternyata memang itulah misi besar masjid, bahwa memang sudah seharusnya masjid menjadi pusat kegiatan pendidikan umat. Hal ini seringkali tidak kita dapati dalam masjid kebanyakan, yang programnya merangkul anak dan remaja. Ah semoga semakin banyak masjid yang 'membuka diri' kepada anak dan remaja. Kalau tidak kita dekatkan ke masjid,  maka harus kemana mereka mendekat?  Dikhawatirkan malah lebih mencintai bilik-bilik game online bukan?  Naudzubillah.. Semoga kita dimampukan untuk menjaga anak anak kita kelak dari segala macam fenomena akhir zaman.

Seminar Parenting: Membangun Kemandirian dan Disiplin Pada Anak

Baiklah,  sebetulnya agak nggak yakin juga mau menuliskan judulnya: Khawatir disangka notulensi acara nih saya.  Tapi saya rasa bahasan kemarin yang saya dapat cukup menarik untuk ditulis dan dibagikan.

Topik membangun kemandirian dan disiplin ini mungkin bagi sebagian orang mudah dilakukan ya,  tapi bagi saya yang nggak disiplin sungguh sulit mengimplementasikannya (ketawa). Bagaimana enggak?  Disaat bukibuk yang lain sudah membangun rutinitas, mengenalkan jadwal bangun pagi,  makan tepat waktu,  saya setiap pagi malah berdoa sambil harap-harap cemas si bocah bangun agak siangan, biar sempat masak buat siang sekalian. Kalau nggak ya apakabar jadwal makan siang tepat waktu.. Hihi.. Byebyeee..

Kembali lagi ke seminar,  pemateri nya adalah Emak Safithrie Sutrisno. Seorang ibu dari 3 orang putri, founder komunitas Rumah Emak,  praktisi parenting sekaligus seorang parents coach, juga pengamat masalah anak dan keluarga (khusunya terkait narkoba dan pornografi).  Mantab kan profilnya? 

Lalu apa yang di dapat?  Buanyak!

Saya tarik ke awal dulu ya sebelum masuk ke materi. Apa sih yang sebenarnya membuat saya tertarik mengikuti seminar? 

Saya selalu merasa kurang disiplin dalam menjalankan pengasuhan dan pendidikan. Saya ni sering bingung harus dari mana dulu,  dan ikut-ikutan tetangga sebelah kalau 'kayanya' anaknya 'lebih pinter' jadi coba bisa nggak sih Atha kaya gitu? Yang.. Dari lubuk hati terdalam pun saya tahu itu salah. Lalu tanpa sadar muncullah judgement-judgement di dalam pikiran saya terhadap Atha: kok begini kok begitu?

Ah.. Rasanya begitu fakir ilmunya saya dalam menapaki dunia pengasuhan ini.  Begitu ada kesempatan mengikuti seminar,  langsung saya gercep daftar.  Ternyata memang beda ya kalau bisa mendengarkan langsung,  diskusi langusng dibandingkan hanya menyerap ilmu dari buku-buku.  Metode parenting kurang lebih sama saja, tetapi begitu diucapkan di depan muka kita.. Rasanya.. Seperti ditampar. Ya Allah.. Amanah yang luar biasa ya seorang anak itu. Baru seorang padahal,  bagaimana kalau sudah ditambah lagi?

Kembali lagi pada membangun disiplin pada Anak,  ada 4 hal yang diperlukan untuk mencapainya:

1. Komunikasi
2. Disiplin
3. Negosiasi
4. Unconditional love

Diskusi selama kurang lebih 4 jam rasanya kurang kalau sudah 'curhat' tentang anak.  Tetapi dari kesemua pembicaraan,  memang ke 4 hal di atas yang harus dilakukan secara konsisten.

Untuk berkomunikasi dengan anak,  ada 3 hal yang harus diperhatikan: Nada suara,  pilihan kata,  dan bahasa tubuh. Gunakan bahasa yang dimengerti anak,  dan yang paling penting adalah lihat kebaikan anak, jangan hanya terfokus pada kekurangannya. Yang penting dipahami adalah,  perilaku anak didorong oleh perasaan/emosi daripada pemikiran (ya kita berharap anak mau 'mikir' gimana juga ya?) dan yang terpenting jadikan momen berkomunikasi dengan anak itu sebuah hal yang menyenangkan!  Perhatikan apa yang dikatakan anak,  berikan tanggapan yang sesuai,  kurangi kritik dan judgment biar anak nggak males ngobrol sama kita.

Ada pertanyaan,  kalau misal anak saya berbuat sesuatu misal berlarian atau bermain-main sehingga membuat orang lain 'merasa' terganggu. Apa yang harus saya lakukan?

Dan jawabannya mencengangkan bukibuk!  Pikiran orang lain itu bukan urusan kita,  jadi cuek aja dan fokus pada perasaan anak. Well noted.

Lalu, bagaimana dengan menanamkan disiplin?

Kuncinya adalah dengan menumbuhkan dari dalam diri anak. Karena jika sudah tertanam maka akan muncul pengendalian diri,  bahkan membentuk kepribadian. Caranya gimana?  Apalagi bocah baru 2 tahun?

Ada tahapannya lho ternyata!
Untuk anak 1- 2 th gunakan konsep role model.
Untuk anak 3-5 tahun bangun kebiasaan baik sesuai umurnya
6-7 th lakukan dengan rutin dan jika luoa ingatkan dengan lembut
8 th ke atas, diharapkan anak sudah memiliki disiplin yang baik dan sudah melakukan secara otomatis tanpa diperintah.

Saya fokus pada rentang usia Atha,  metode yang paling cocok adalah dengan memberikan contoh,  dan Emak memberikan tips: Lakukan sambil sebutkan apa yang sedang kita lakukan.  Ajak dia untuk mengikuti!

Langsung dicoba ya kemarin sepulang ngaji,  saya contohkan melepas sepatu sambil berkata: "Umi melepas sepatu,  kemudian menaruhnya di tempat sepatu. Ayo,  Atha juga ikut yaa!  Atha lepas sepatu,  sudah?  Lalu taruh di tempat sepatu! " dan berhasil!  Anaknya senang,  emaknya apalagi :'D.

Yang terpenting dari membangun disiplin ini adalah menetapkan tujuan,  batasan yang logis sesuai umur dan tentu saja rutinitas. Dan yang perlu digaris bawahi dalam menjalankan disiplin ini adalah justru penguasaan diri kita yang utama lho!  Kita harus mampu menyampaikan dengan kata-kata yang baik sehingga midah dimengerti hingga akhirnya dilakukan oleh anak.

Selanjutnya adalah Negosiasi. Siapa yang anaknya sedang dalam fase 'ngebantah terus apa yang emaknya bilang'? *ngacung paling tinggi.  Ternyata memang masa-masa golden age ini anak 'diprogram' untuk penasaran agar bosa mengeksplorasi lingkungan dengan maksimal yang akhirnya terkesan rebel.
Jadi selama bisa dinegosiasikan,  ajak anak diskusi.  Jika sudah ada kesepakatan dan ternyata anak masih melanggar (biasanya gitu sih)  dare to say no!  Konsisten meskipun anak menangis,  gunakan intonasi datar dan katakan apa yang ibu inginkan hingga emosi anak reda.  Selain membantu meregulasi emosi,  juga bantu anak mengenali bentuk emosinya. Yang ini sungguh berat untuk dijalani ya buk. Ada kalanya ingin menyerah saja demi berhentinya tangisan yang menyayat hati itu,  tapi sayangnya bocil juga harus belajar. Kita harus membantunya menghadapi kenyataan hidup *tsahh.

Dan yang terakhir adalah Unconditional love. Saya rasa ini adalah fitrah setiap ibu ya,  menyayangi anaknya tanpa memerlukan alasan apapun,  memafkan semuaaa kesalahannya bahkan sebelum minta maaf,  juga tidak ingin menekan atau meyakiti.  Kasih sayang kita,  cinta kita dan tentunya kesabaran kita adalah kunci. Bahwa setiap anak dilahirkan dari ibu yang juga diberikan kemampuan oleh Allah untuk mengasuh dan mendidiknya. Anak adalahtitipan yang kelak dimintai pertanggungjawaban. Maka,  bagaimanapun sabar dan sabar adalah kunci kedua dalam menjalankan proses pengasuhan. Dengan cinta tak bersyarat, muncullah kekuatan dari diri kita untuk terus bertekad mendidik anak agar menjadi sebaik-baik generasi.

Setelah mengikuti seminar tersebut rasaya saya seperti di refresh kembali.  Stress level menurun,  tuntutan menurun. Belakangan saya memang sedikit 'perfeksionis' ingin segala sesuatu berjalan sesuai keinginan. Dan hal tersebut rupanya juga berdampak kepada Atha. Sulit diajak bekerja sama,  merajuk,  membuat emosi,  itulah yang saya lihat karena saya berfokus pada kekurangan.
Akhirnya saya mencoba untuk melihat kelebihan,  bahwa Atha ingin selalu dekat dengan saya adalah salah satu indikator bahwa dia nyaman bersama saya. Saya mencoba menanamkan perkataan Emak bahwa diri ibu itu terbuat dari kesabaran,  jadi tidak akan ada istilah habis kesabaran. MasyaaAllah.. Sebuah PR yang berat untuk dikerjakan bagi saya.

Mendidik seorang anak adalah amanah,  langkah awal dari membangun peradaban. Saya hanya ingin berikhtiar agar kelak Atha mampu menjalankan misi hidupnya dengan maksimal,  bahkan jika Allah mengijinkan mampu membuat Atha seorang yang menebar manfaat bagi sekitar.

Jumat, 08 Maret 2019

Rindu Serindu Rindunya

Days are long,  but years are short.

Barusan tanpa sengaja saya membaca salah satu tulisan saya beberapa tahun lalu tentang perjalanan ke Prau. Selanjutnya saya kembali membuka-buka beberapa tulisan lama,  ke Ijen,  juga Lombok.  Rasa-rasanya sudah lama sekali,  membaca tulisan tulisan tersebut membawa saya kembali mengingat sahabat-sahabat lama yang salah seorangnya kini entah apa kabarnya.

Waktu itu sekitar satu hingga dua tahun sebelum akhirnya saya menikah.  Sudah ada cukup pegangan untuk berperjalanan ke beberapa tempat.  Teman ada,  kendaraan (yang bisa dipinjam)  ada,  waktu bisa diatur. Jadilah hampir satu bulan sekali ada 'agenda'.  Mendaki ini,  ke pantai itu. Lagi semangat-semangatnya menjadi turis kesana kemari.

Rasanya sudah lupa, sensasi menjelajah. Mengira-ngira tempat baru seperti apa. Padahal di Batam pak suami juga rajin mengajak kesana kemari,  pantai ini pantai itu.  Nggak ke gunung sih,  karena memang nggak ada gunung di sini.. Wkwk. Cuma ya.. Karena sekarang ada tanggungan anak,  jadi sepertinya ngga sempat merenung,  mengamati situasi sesyahdu dulu #ceile. 

Kalau dulu selalu ada hikmah yang bisa dipetik sepanjang perjalanan panjang,  sekarang ada cucian dan badan pegal di akhir perjalanan.. Hahaha.  Dulu,  kami pernah berangan akan berlibur bersama-sama sembari membawa keluarga. Tapi kalau dilihat kondisi sekarang..sepertinya akan susah diwujudkan >.<. Terbayang betapa rempongnya ngurusin balita-balita, dan akomodasinya juga nggak bisa asal ngeteng seperti yang sudah-sudah. Wallahualam.. Apakah akan terwujud cita-cita trip bersama.

Akhir kata,  sejatinya di dalam hati terasa ada rindu setengah mati.  Rindu obrolan 'kosong' juga topik-topik berat yang sesekali terlempar. Rindu duduk bersama berebut cemilan hingga sore menjelang. Ah,  hidup harus terus berjalan. Sekarang kami masing-masing sedang berlakon menjalani kehidupan.  Semoga semua selalu sehat dalam perlindungan.

Rabu, 06 Maret 2019

Sampai Jumpa Lagi Sayang

Awal bulan kemarin sebuah kabar bahagia menghampiri kami sebentuk dua garis merah muda di alat tes kehamilan.

Selamat datang sayang,  umi,  abi dan mas Atha tidak sabar ingin bertemu denganmu...

Berbeda dengan kehamilan sebelumnya yang dihiasi dengan mornimg sickness parah, kehamilan kedua ini saya segar bugar.  Hanya sesekali ada mual muntah ketika kecapekan. Rasanya hepiii.. Bisa tetap kesana kemari. Tentunya karena kehamilan ini saya tetap bisa momong Atha seharian penuh tanpa harus tepar karena mual muntah :D

Umi senang sekali bisa tetap beraktivitas dengan nyaman sembari mengasuh mas Atha nak,  kamu sama sekali tidak merepotkan umi

Minggu berikutnya akhirnya kami menjadwalkan pertemuan dengan dokter.Qadarullah,  kami saya mendapat kabar dari klinik bahwa dokter langganan sedang cuti. Jadilah kami mencari dokter permpuan lain yang praktek pada hari itu juga.

Kami tidak sabar ingin segera mengetahui kabarmu di dalam sana sayang..

Seperti biasa,  dokter memeriksa menggunakan USG.  Tiba-tiba dengan sedikit mengerutkan kening dokter bertanya apakah saya mengingat tanggal terakhir menstruasi dengan benar.  Saya mantap menjawab bahwa saya tidak salah mengingat. Kemudian dokter berkata bahwa terdapat perbedaan usia janin dan usia kehamilan,  janin juga belum terlihat.  Hanya saja saya positif dinyatakan hamil karena memang sudah terdapat kantong kehamilan.  Kami diresepkan obat penguat kandungan dan vitamin,  juga diminta datang kembali setelah 2 minggu untuk observasi lanjutan.

Tiba-tiba umi merasa takut sayang. Umi berpikir mencari second opinion di pemeriksaan selanjutnya.  Umi juga mulai mencari tau tentang hal serupa di internet. Umi hanya terus berharap kamu sehat dan berkembang dengan baik di dalam perut umi..

Sejak malam itu saya mulai mencari informasi di forum juga di situs-situs terpercaya tentang adanya selisih usia kehamilan dan kandungan.  Tentunya yang saya dapatkan bukan membuat tenang malah membuat was-was. Saya mulai berkenalan dengan kehamilan kosong (Blighted Ovum /BO), kehamilan di luar rahim,  hingga janin yang tidak berkembang. Entah mengapa hati kecil saya berkata bahwa saya harus bersiap apapun yang terjadi.

Umi selalu berdoa agar kamu berkembang dengan baik hingga nanti bertemu dengan kami semua sayang. 

Satu minggu sudah berlalu,  obat penguat kehamilan juga sudah habis. Kondisi saya baik,  kekhawatiran saya tidak terbukti. Hingga pada Kamis malam,  ketika terbangun tengah malam hendak sholat isya saya tersentak melihat bercak kecoklatan di celana dalam. Saya berkata kepada suami bahwa saya sepertinya mengalami flek, dan takut takut berkata bahwa tadi siang saya menyikat kamar mandi dan membersihkan lantai jemuran.
Suami saya hanya berkata besok besok tak usah lagi. Lalu kembali melanjutkan aktivitas.  Alarm saya terpacu,  perasaan saya mulai tidak enak. Saya mulai mencari info lagi tentang flek di awal kehamilan. Kebanyakan yang saya dapatkan terkait perlekatan janin dalam rahim,  tapi saya rasa ini bukan.  Sontak hampir sampai pagi saya tidak bisa tidur,  sempat tertidur tapu tidak nyenyak.  Esoknya saya kembali menemukan bercak serupa meskipun tidak banyak. Pertanda,  flek ini keluar terus menerus.

Saat itu umi mau tidak mau bersiap sayang. Dalam sholat subuh dan dhuha umi berdoa agar umi dikuatkan apapun yang terjadi.. Tentu saja,  umi masih sangat berharap kamu hadir dalam keluarga kita dengan selamat 7 bulan yang akan datang nak..

Akhirnya kami memutuskan untuk segera memngecek kondisi kehamilan pagi itu juga.  Saya mencari cari dokter perempuan yang praktek di pagi hari dan akhirnya menemukan yang pas di sebuah klinik di dekat rumah mertua. Alhamdulillah.. Sekalian bisa nitip Atha di sana.

Saya menunggu nomor antrian dengan perasaan campur aduk. Tibalah saat saya dipanggil untuk masuk ke dalam ruangan. Setelah menyampaikan hasil pemeriksaan sebelumnya dan yang terjadi semalam,  dokter meminta saya berbaring lalu mulai memeriksa.  Pada layar,  saya melihat janin sudah terlihat. Ukurannya juga sudah lebih besar.

Saat itu umi senang sekali sayang,  kamu sudah tambah besar!  Rasanya deg-degan bahkan hingga saat ini ketika umi mengingat waktu melihatmu di layar monitor masih sama deg-degan nya :))

Hingga dokter berkata bahwa detak jantungmu sudah tidak terdengar.

Rasanya tiba-tiba lemas badan saya.  Saya segera mencoba konsentrasi dengan perkataan dokter. Bahwa janin sudah tidak ada detak jantung,  harus dikeluarkan. Lagipula janin juga tidak berkembang sesuai usia kehamilan. Saya sempat bertanya apakah karena saya kelelahan?  Dokter berkata tidak. Janin yang tidak berkembang disebabkan karena kualitas sel telur atau sperma yang kurang baik.  Sehingga menghasilkan janin yang tidak sempurna. Jika dipertahankan bisa jadi anak akan terlahir cacat dikarenakan ada kelainan kromosom. Untuk mendapatkan penjelasan ini bahkan saya sempat kembali meminta izin perawat untuk masuk ke dalam ruang pemeriksaan karena sebelumnya blank.

Dokter meresepkan obat untuk mengeluarkan janin di dalam perut.  Menurutnya,  jika menggunakan obat sudah bersih tidak perlu lagi dilakukan tindakan kuretase.

Sepanjang perjalanan pulang umi dan abi berbincang.  Kami mengikhlaskan kepergianmu nak.. Meskipun umi sesekali tidak bisa menahan butir air mata yang meleleh di pipi umi. Rasanya sungguh tidak dapat dipercaya nak..

Setelah meminum obat perlahan tapi pasti saya mulai mengalami pendarahan seperti halnya menstruasi. Jumat malam, menjelang sholat isya saya merasakan nyeri hebat di perut yang ternyata itu adalah kontraksi. Tak lama kemudian saya merasa ada 'sesuatu' yang keluar.  Saya bergegas ke kamar mandi dan menemukan sebentuk jaringan. 

Rupanya itu kamu nak,  badan mungilmu yang sama sekali belum terbentuk di dalam bola berisi cairan.  Kamu sudah tidak lagi di badan umi nak..

Saya kembali ke dokter di hari selasa untuk melakukan pengecekan. Melalui hasil USG dokter menyimpulkan rahim sudah bersih meskipun pendarahan akan masih berlangsung selama dua minggu.

Maka berakgirlah sudah satu babak di awal Maret ini.  Sebuah fase kehidupan yang bahkan tidak terbayangkan akan saya lalui.  Sungguh Allah benar-benar hanya menitipkan.. Semoga hal ini dapat memberikan hikmah besar bagi diri saya. InsyaaAllah saya masih bersemangat menunggu titipan selanjutnya :)

Sampai jumpa sayang,  malaikat kecil umi.  Seperti kata mas Atha,  baby sudah pulang ke rumah Allah. Rumah kita semua kelak,  semoga nanti kita bisa berkumpul di bersama di surgaNya ya nak.. Salam kecup kami untukmu dari sini..

Jumat, 15 Februari 2019

Mencoba Sebagian Tol Trans Jawa

Di akhir bulan Januari lalu saya dan suami berkesempatan mudik ke Madiun.  Kali ini bisa jadi adalah pulang yang paling lama di luar libur lebaran,  hampir dua minggu penuh suami menemani kepulangan saya ke tanah kelahiran. 

Yang sudah digadang-gadang pada kepulangan kali ini tentu saja mencoba jalan tol trans Jawa.  Awalnya saya hanya berharap mencoba tol Surabaya untuk menuji ke Madiun saja. Apakah benar hanya memerlukan waktu 2 jam saja dari Surabaya ke Madiun?  Rupanya benar!  Total dari bandara hingga ke rumah di Kaibon hanya memerlukan waktu kurang lebih 2.5 jam saja di siang hari dalam kondisi cuaca cukup bagus diselingi hujan.  Bahkan pada saat perjalanan kembali menuju bandara saat kepulangan ke Batam,  Tol Madiun- Surabaya (Juanda) kami tempuh hanya dalam waktu kurang lebih 1 jam 40 menit,  dengan kondisi jalanan sepi dan cuaca cerah (mohon jangan ditiru atau dilaporkan ke keamanan tol karena pasti kena tilang 😅).

Madiun ke Surabaya belum ada sebagian Jawa dong mak?  Iya sih.. Ahaha.. Tetapi di akhir masa liburan kami sempat menjajal tol kembali untuk menuju Semarang.  Masih lekat dalam ingatan jaman gadis dulu menyusuri jalan raya dari Madiun ke Semarang berangkat saat subuh, kami sampai di Tembalang sekitar pukul 13.00 WIB.  Kebayang nggak lama dan jauhnya?  Juga macet dan salip-salipan sama truk dan diselingi insiden hampir 'dicium' Sumber Kencono.  Tapi sekarang berbeda,  berkat ide pak suami yang mengajak ke Semarang jam 9 pagi dan nyari-nyari counter untuk isi kartu tol akhirnya kami masuk gerbang tol Ngawi sekitar pukul 11.00 WIB.

Dengan kondisi jalan yang tidak terlalu ramai,  kami bisa melaju dengan kecepatan 100-120 km/jam. Sempat keluar tol di Solo dengan alasan ingin menjajal sensasi jalan raya,  akhirnya ki balik kucing masuk tol di Salatiga karena nggak tahan macet.  Oiya, Ngawi-Solo ditempuh hanya dalam waktu sekitar 1 jam dan Solo-Salatiga sekitar 1.5 jam (jalan biasa)  dilanjut Salatiga - Semarang via tol sekitar 1.5 jam perjalanan.  Total perjalanan hingga tujuan kurang lebih sekitar 4 jam karena sempat keluar tol.

Hmm.. Jadi kira-kira berapa lama dong perjalanan Madiun - Semarang (atau sebaliknya) kalau full. Menggunakan jalan tol? Jangan khawatir,  ketika pulang kami menggunakan jalan tol dengan masuk di pintu tol Tembalang dan keluar di pintu tol Bagi. Dengan kondisi cuaca hujan,  mobil kami hanya bisa melaju di kisaran kecepatan 100-110 km/jam. Perjalanan Semarang - Madiun dapat kami tuntaskan dalam waktu sekitar 2 jam 40 menit saja! Sungguh saya terharu jam 18.30 masih di Semarang jam 21.00 sudah sampai di rumah dengan selamat sehat wal afiat.  Bagaikan mimpi gak sih siss?

Seneng banget sih kalau saya keberadaan tol ini sangat.. Sangat.. Menghemat waktu perjalanan.  Meskipun begitu kenyamanan berbanding lurus dengan harga yang harus dibayar tentunya.  Biaya tol sekitar 150 ribuan ya totalnya sekali jalan,  jadi PP sekitar 350rb.  Sejujurnya masih berat di ongkos ya siss.. Wkwk.. Transportasi aja kalau naik mobil pribadi sekitar 700 ribuan (pertamax isi 350rb an juga).  Masih lebih terjangkau kalau berperjalanan lewat jalan biasa,  tapi luama gak sampe-sampe. Untuk fasilitas di sepanjang tol belum semuanya aktif ya,  hanya beberapa rest area yang sudah bisa digunakan,  sisanya masih dalam tahap pembangunan.  Saran saya bawa cukup makanan dan minuman karena kalau kepepet agak sulit mencari toko. 

Baiklah,  selamat mencoba jalan tol baru (bagi yang belum). Saya berharap semoga pengelolannya baik dan tarif bisa diturunkan agar manfaat dan kemudahannya betul-betul bisa dirasakan masyarakat yang ingin berperjalanan (dengan anggaram terbatas)  seperti saya,  hihi.

Senin, 21 Januari 2019

Telat sih, Tapi ..Yay 2019!!

Setelah setahun lalu berlalu begitu saja tanpa ada target apapun,  tahun ini saya (berencana) memasang beberapa target yang tentunya nggak muluk-muluk.  Sebisa mungkin masuk akal dan mencoba mem-break down nya menjadi step-step kecil (ceilee.. Macam betul aja mak, hahah).

Apa sih target nya?  Hal-hal sederhana saja sih seputar pengembangan diri. Harap maklum sebagai Stay at Home Mom alias emak-emak, isu aktualisasi diri ini sebetulnya adalah momok yang menghantui.  Jadi daripada terus-terusan merasa 'nggak ngapa-ngapain' saya berusaha membuat beberapa harapan dan keinginan yang ingin saya capai nanti di akhir 2019.

Apa saja kira-kira? Yang jelas yang gampang dan mungkin dilakukan sama saya yang semangatnya naik turun kaya layangan,  haha. Beberapa sudah mulai dijalani dan beberapa sampai sekarang masih wacana:

1. Kurangin makan sambal-sambalan
Saya?  Makan sambal?  Yhaaa.. Semenjak tinggal di bumi sumatera saya jatuh cinta dengan sambalado dan sambal hijau terutama sambal terinyaaa! Dan jerawat membandel mulai menghampiri ditambah pola tidur yang nggak teratur, wess..ambyarr jerawat di muka!

2. Kurangin ngeteh,  minuman berwarna,  dan perbanyak air putih
Masih dalam rangka memerangi jerawat sih, dan belakangan bersama pak suami mulai terbersit ide untuk memperbanyak porsi sayur dan buah. Udah lama banget juga nggak masak santan,  kecuali bubur buat bocil. Tapi kalau ditraktir makan padang ya.. Masih mau sih.

3. Olahraga ringan
Semacam jalan pagi dan stretching lumayan juga untuk memulai hari.  Semenjak jadi emak-emak saya merasa perlu semacam ritual pagi biar lebih stabil dan tenang.  Selama ini setelah sholat subuh dan doa pagi biasanya langsung turun ke dapur,  pengen menambah rutinitas olahraga ringan atau ngapain gitu sebentar.

4. Say Yes to opportunities
Nggak bisa dipungkiri setelah punya anak,  saya lebih sering menolak tawaran berkegiatan. Atau pesimis terlebih dahulu yang ditandai dengan pikiran semacam "ah,  repot mesti bawa Atha", "nggak sempatlah ikut begituan.. " semenjak akhir tahun lalu saya sudah mulai menambah kegiatan dan ternyata Atha bisa kok diajak bekerja sama! Jadi di tahun ini saya lebih mantap dan terbuka pada berbagai kesempatan untuk berkegiatan yang melibatkan sekelompok orang.

5. Sabar, sabar dan sabar terruuus
Semenjak lepas ASI,  bagaimanapun saya merasakan sikap saya kepada Atha sedikit berbeda.  Saya merasa lebih keras dan lebih sering membuat Atha menangis . Jadi salah satu target tahun ini adalah selalu menjadi mamak yang sabarr..selalu sabarr.

6. Meningkatkan iman dan Takwa
Eisss.. Berat ya mak poin ini?  Hahaha. Tapi ya memang faktanya ini penting dan perlu, saya pengen meningkatkan kapasitas diri,  pemahaman dan tentunya implementasinya juga maksimal.  Perbanyak datang ke majelis ilmu,  nyari lingkungan yang baik biar nggak kendor semangat baiknya.

7. Kurangin dan bahkan stop nonton drakor,  dan kurangin sosmed!
Bukan berarti nonton drakor dan main sosmed itu dosa ye,  tapi bagi saya keduanya melenakan!  Saya tipe yang nggak bisa nonton dikit-dikit! Kalau bisa sampai pagi beres yaa hajarr.. Trus besoknya kesiangan,  badmood,  kerjaan rumah nggak beres,  jadi marah-marah ke anak dan suami. Well, fix dah kurang-kurangin aja.  Nonton yutub masih lah,  terutama channelnya FD yg segmennya Affi Assegaf,  hihi.

Udah sih,  itu aja sepertinya goal besar (atau receh?)  saya tahun ini. Eh blogging juga jadi salah satu yang saya jadikan goal tahun ini sih.. Lebih aktif ngeblog,  sharing apa aja sih yang menurut saya penting dan menarik. Ya kalau menurut situ ga penting dan ga menarik silahkan di-skip.. Haha.

Kita lihat saja nanti,  apakah akan menjadi nyata atau hanya angan-angan semata?