Rabu, 25 Mei 2011

Cincin Merah Seribu rupiah

Jangan salah sangka ini adalah cincin perak seribu karat, mustahil saya rela menghamburkan uang untuk itu, haha.

Ini adalah kisah cincin plastik berwarna merah, yang harganya hanya seribu rupiah.

Kemarin sepanjang sore saya dan kedua teman saya menghabiskan waktu di sebuah mall terdekat. Dengan tujuan awal mencari 'barang-barang penunjang KP' jadilah kami bertiga selama berjam-jam berkutat dengan 'daftar belanjaan'. Hari sudah sore ketika kami berniat pulang. Rupanya, hujan deras tengah mengguyur kota, urunglah niat kami untuk segera pulang.

Setelah beberapa saat duduk menanti hujan reda, kami sepakat untuk kembali masuk ke dalam. Sekedar iseng, kami masuk ke salah satu toko pernak-pernik yang didominasi penuh warna merah jambu. Disitu kami menemukan sebuah cincin plastik warna warni seharga seribu rupiah saja. Spontan, kami membeli sebuah dengan warna yang berbeda satu sama lain. Saya memilih merah, karena..yah..sekedar pengen saja.

Selama ini, saya memang jarang sekali menggunakan pernak-pernik macam itu. Saya bukan tipe orang yang 'awet' jika memiliki sebuah barang. Setelah semalaman pamer-pamer gak penting pada temen-temen*termasuk temen kosan*, keesokan harinya dengan cincin merah melingkar di jari tengah, saya berangkat ke kampus dengan riang gembira. Di jalan, saya sering melirik lirik cincin baru ini, yak..norak memang, tapi memang begitu adanya.

Rupanya, setelah sampai di tujuan saya adalah orang pertama yang datang, belum ada satupun teman saya yang datang. Sembari menunggu, saya memutuskan untuk shalat Dhuha terlebih dahulu. Beberapa saat kemudian akhirnya rapat dimulai, saya sudah duduk takzim kala itu. Tiba tiba pandangan saya tertambat pada jari tengah saya.

Degg...lah..si cincin merah saya kok gak ada???????????

Di tengah-tengah rapat saya berlari lari ke tempat wudhu, berharap saya meninggalkannya di sana. ternya tidak ada, saya kembali mencari di tempat sholat, hasilnya..NIHIL. Tidak ada juga. Sepanjang rapat saya masih memikirkan cincin itu, dimana ya??? tanya saya dalam hati. Padahal kemarin saya baru saja menyombong, saya tidak akan menghilangkannya. Itu pula janji saya pada kedua orang teman saya.

Bahkan setelah rapat berakhir, saya masih berharap menemukannya. Hingga berharap hal paling aneh, melihat cincin itu masih rai di meja belajar saya.

Rupanya, cincin itu resmi hilang.
Saya tidak menemukannya di mana pun.

Ahh..saya harus mengikhlaskannya. Sebuah pelajaran berharga yang saya dapat hari ini. Allah pasti punya rencana lain. Bukan masalah cincin merah seribu peraknya yang membuat saya sadar. Tapi tentang bagaimana Allah mengingatkan saya untuk tidak takabur dengan apa yang saya miliki. Saya sempat merasa jadi orang keren, dan sedikit sombong saat memakainya. Saya berlebihan menceritakannya pada orang lain, dan satu hal lagi, kemarin ketika membelinya saya bahkan mengabaikan waktu maghrib yang sudah menjelang. Astaghfirullah..maafkan kelalaian saya Ya Allah. Terimakasih atas peringatan yang Kau berikan pada hamba.Renungan inilah yang lebih berarti daripada cincin merah itu. Bagaimana Allah memberikan jalan bagi saya untuk kembali bermuhasabah. Memberi kesempatan untuk menyadari kesalahan. Toh, setiap apa yang ada di dunia ini tidaklah kekal keberadaannya. Jangan sampai yang duniawi nantinya menyusahkan akhirat kita. Bahkan hanya kerena sebuah cincin merah seribu rupiah. Sungguhlah, saya akan sangat menyesal jika terjadi hal mudharat karenanya.

Siapapun yang menemukan cincin merah itu, saya mengikhlaskannya. Maaf teman-teman, bahkan cincin itu tidak bertahan satu hari saja.

Senin, 23 Mei 2011

Because rainbow comes to make all better..

Sudah sejak lama mungkin saya tidak lagi melihat pelangi. Entah karena saya yang kurang mencermati atau karena Ia malas menampakkan diri di langit-langit kota Bandung. Terakhir kali mungkin semester lalu? atau bahkan tahun lalu? ahh..entahlah..saya benar-benar tidak bisa mengingatnya.

Berawal dari search engine yang bertuliskan "Rainbow" di sebuah jejaring sosial, saya tertarik membukanya. Puluhan warna-warni muncul, membuat saya berpikir "Kapan ya terakhir beneran melihat pelangi?".
Saya seringkali berlama-lama menatap birunya lagit di sela-sela kelas. Meskipun tanpa pelangi, hal itu membuat saya merenungkan banyak hal, dari galau tugas hingga rencana masa depan.


Melihat pelangi membuat saya berpikir banyak. Mungkinkah Allah menciptakan pelangi untuk membuat umat-Nya berpikir? Mungkinkah Allah menciptakannya untuk menghibur duka umat-Nya? 


Bagi saya, pelangi adalah simbul penghiburan. Sebuah karunia yang diturunkan Allah setelah kegelapan yang menyelimuti awan. Pertanda bahwa di setiap akhir kesulitan pasti ada kemudahan.

"Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan" 

Sebuah kalimat sakti penghapus duka lara yang Ia turunkan bagi setiap umat-Nya. Begitu juga saya mengartikan pelangi, kemunculannya mengusir awan kelabu yang pekat menyelimuti langit. Pelangi itu muncul karena ada hujan. Kebahagiaan itu muncul karena kita telah merasakan kesedihan.

Seringkali kita menyalahkan keadaan ketika ujian menghadang. Seringkali kita berpikir bahwa Allah sudah enggan bersama kita. Sungguh..Allah Maha penyayang. Dia tak pernah jemu meyakinkan kita bahwa setiap kesulitan pasti ada jalan keluar. Bahwa setelah ada badai, ada pelangi yang mengikuti. Dan sungguh, Dia tak pernah mengingkari janji kebahagiaan seindah pelangi bagi setiap umat yang setia di jalan-Nya. Bagi setiap hamba yang berjihad membela agama-Nya. Bagi setiap hamba yang terisak dalam sujud-sujud tengah malamnya. Sungguh Allah lah yang akan menampakkan pelangi bagi setiap pejuang yang tersengal di tengah perjalanannya.

“Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan."



Minggu, 22 Mei 2011

Plaza Widya 22 Mei 2011


Setahun sudah terlewati. Berakhir dengan cipratan air dan belasan 'korban' berjibaku di Indonesia tenggelam. Sungguh, waktu berlalu begitu saja.

Sambil tertawa tawa aku berlari menjauh, tak ingin terseret masuk ke Indonesia Tenggelam. Cukup sekali saja, yang sekali itu lebih berarti.
Aku duduk mengamati dari jauh*sengaja menyingkir memang*, tak sengaja berpikir dalam hati, "Sudah selesaikah?" sebersit rasa sedih muncul. Aku sedikit menyesal, mengingat daftar kesalahan yang terbeber selama evaluasi semalam. Sungguh...bukan kalian yang gagal, tapi aku. Aku gagal menepati amanah yang telah diberikan kepadaku. 

Ini bukan masalah tradisi dari generasi ke generasi. Dan sungguh lucu jika selama ini kami kehilangan jiwa. Rasa memiliki hingga kami rela melakukan apa saja. Bukan sekedar tuntutan amanah yang harus sesegera mungkin ditunaikan tanpa ada 'hati' yang menyertai. Kesalahan sudut pandang dan segala keterbatasan bukanlah merupakan suatu halangan yang malah dijadikan alasan. Dibutuhkan lebih dari sekedar rumusan 'draft kaderisasi' untuk ditepati. Komitmen, keikhlasan dan rasa cinta bukan sebuah gurauan semata dalam menjalani hal ini. Bukan dengan niat yang terbagi, tapi dengan keyakinan penuh bahwa kita mampu melakukannya. Proses ini tidak sepenuhnya gagal, satu berita gembira yang dapat dijadikan bahan evaluasi lagi untuk memperbaiki diri. 26 orang yang tetap tinggal dalam kondisi terburuk ini lah yang akan menjawab. Bagaimana proses ini masih membuahkan hasil. Bahwa kami, tidak salah memilih kalian.

Melihat kalian berdiri di sana, membela diri dari cercaan dan makian. Sungguh, kami sebenarnya menyayangi kalian. Melihat kalian menangis tergugu, sungguh bukannya kami tidak memiliki perasaan. Namun kami hanya ingin membuat kalian belajar bertahan.
Dan kini, meskipun bersyarat, anggap saja itu tak bersyarat. Didetik-detik terakhir kalian mampu membuktikan bahwa kalian bisa. Menjadi bagian dari kami bukan hanya masalah senang-senang, namun bagaimana kami dan kalian bisa saling belajar. Belajar mengayomi, belajar menghormati. Saling membagi, berjaga satu sama lain.

Selamat datang, rek. Kami bahagia menyambut kalian. Kalian membuatku banyak belajar, membuatku ingin berbuat lebih, membuatku ingin memperbaiki kesalahan.
Kita akan selalu menjadi satu keluarga, baik dalam suka maupun duka.

Abang ngomong abang, ijo ngomong ijo.

Satu titipan kami untuk kalian jaga. Berani mati demi kebenaran. Selamat datang di Loedroek ITB.