Selasa, 24 Januari 2012

Sketsa Cerita di Balik Awan





Memandangi awan dalam perjalanan selalu menjadi hala menyenangkan bagi saya. Saat berjalan kaki, saat naik motor, saat naik mobil, saat di kereta..dimanapun sepanjang bisa menatap awan. Ada rasa kagum yang tak pernah habis dan tak pernah sama ketika saya menatap awan yang terlukis indah di atas sana. Dengan background langit biru, langit jingga, langit merah muda, bahakan langit gelap sekalipun..awan mmeberikan rasa teduh. Awan membiaskan cahaya matahari dengan spektakuler, entah bagaimana caranya. Awan seolah memberikan ruang imajinasi tanpa batas bagi saya. Ya..menggapai awan..seperti header blog ini, saya mungkin terobsesi untuk bener-benar menggapai awan.

Tentang Sahabat

Seperti jika kita hendak membangun sebuah rumah. Di paling bawah terdapat pondasi, bisakah jika itu saya sebut ukhkuwah, pertemanan yang kita jalin selama 9 tahun hingga 15 tahun terakhir. Di atasnya terdapat lantai, yang bolehlah saya sebut dengan impian kita yang menjadi alas pijakan kita untuk tetap  tegar. Diatasnya lagi berdirilah tiang-tiang, itulah kita yang bersama-sama berdiri tegak tanpa sedikitpun merasa lelah berdiri dia atas mimpi yang kita pilih. Di atasnya lagi ada langit-langit, yang terkadang membebani pundak kita dengan berat, bolehlah saya menyebutnya ujian atas kepercayaan. 

Namun tahukah kalian di atas langit-langit yang menutup pandangan, ada langit luas terbentang, yang menyodorkan seisinya untuk kita jelajahi, dengan kaki tetap menjejak di atas tanah. Dan tahukah kalian, di atas langit Tuhan kita tak pernah lelah mengawasi mimpi-mimpi kita, menyodorkan undak demi undak tangga menuju rahasi-Nya untuk kita. Berawal dari pondasi, kita bersama menatap langit, pondasi itu mimpi, langit adalah batas perwujudannya. Banyak ruang dan jarak terbentang di antaranya, untuk itulah akan selalu ada kemungkinan untuk mewujudkan.

Terimakasih untuk para sahabat, memang terkadang kita lupa saling mengisi. Tapi bekas yang kalian jejakkan di awal perjalanan akan selalu ada si sini. Impian saya dulu mungkin hanya akan menjadi sekedar impian jika saya terlalu takut untuk merantau ke Bandung. Impian ini akan semakin jauh jika saya terperosok dalam kelemahan 'aku tidak bisa menggambar' yang sampai sekarang pun masih belum berubah. Tapi rasa iri akan keberhasilan kalian membuat saya terus berlari. Membuat saya terus meyakinkan diri, kita berangkat dari jalan yang sama, menempuh arah yang berbeda, dan pasti saya bisa sama hebatnya. 

Terimakasih karena telah menjadi inspirasi. Immash Kusuma Pratiwi, Yohanda Mandala Kartika Babtyo, Chirana Suprihatin, Nurtsani Liliana, Niken Yusnita Maharani, Siti Muti'ah, Marcellia Crenata, Siti Zulaikhah, Harly Yoga Pamungkas, Chlement Dimas Pramana Putra, terkadang saya ragu apakah kalian nikmat atau ujian yang diberikan-Nya kepada saya. . .sesuatu yang besar yang akan menjejakkan lubang teramat dalam jika dihilangkan, sesuatu yang besar dan menyesakkan jika terbutakan.

Dan aku menemukan bayak saudara lagi ketika kalian tidak sedang bersamaku, dari awal perjalanan hingga entah kapan akhirnya..di setiap kelas dan tempat yang kusinggahi. Nama-nama yang awalnya asing bagiku dan apalagi bagi kalian, tapi disitulah yang asing lalu menjadi karib. .Wahyu Tri Muryani, Yuliana Mukarromah, Widdhi Tri Ambawani, Agnesya Hendra, Farida Arum Rahmasari, Setyo Andarini Puspita, Afifah Mu'minah, Afna Fariana Saenda..dan masih banyak lagi bintang di langit malam.

Aku Kembali Berjuang


Merengsak sesak dalam dada,
Meluncur deras jutaan pertanyaan meminta jawaban
Merutuk nasib tanpa ada sederet syukur
Mencecar Tuhan dalam permintaaan

Buta aku akan dunia,
Menyiakan hidup bergelimang sia
Larut dalam segala keberadaan
Berlari menertawan waktu yang kini berbalik menertawaiku

Seolah dunia membalas dendam
Roda-roda berbalik arahnya
Kehilangan gelimang harta dan kekuasaan
Hanya bisa meratap memohon kasihan

Tapi hati bergetar menanggung malu
Ditepi jalanan ketika aku hanya mampu terpekur mengharapkan kemuliaan
Kolom surat kabar memberikan tamparan

Seorang tanpa kaki mampu mendaki puncak tertinggi dunia
Seorang tanpa tangan mampu menorehkan lukisan indah
Seorang tanpa mata mamu melantunkan fasih deretan ayat suci
Seorang tanpa pendengaran mampu berjuang menyumbang medali

Lantas aku meraba kedua mata
Meraba kedua telinga
Merasakan hangatnya anggota badan
Lengkap tanpa satu kekurangan

Lantas apa yang sedang kulakukan?
Mengharap kasihan yang tidak pernah kudapatkan

Aku tergugu sepanjang malam itu
Merasakan sakit perih menjalar di sekujur badan
Lantas Tuhan berkenan membukakan pikiran
Kutinggalkan jalanan sebelum fajar
Aku akan kembali berjuang

*Postingan kedua untuk AKSS
Madiun, 19 Januari 2012

Karena Kau Tidak Pernah Tahu


Aku tahu..
Kau pernah terpekur diambang jendela, menatap hujan dalam saput embun di sudut mata.
Mebisikkan pada angin dingin, meminta mendung segera beranjak.
Agar Tuhan bisa melihatmu lebih jelas, lantas menghapus rundung duka bersama terbitnya cahaya.

Aku tahu..
Kau pernah bertanya-tanya..meratap tak bisa tidur.
Menggadang malam mencoba mendengar Tuhan.
Mencari tahu apa sebabnya, Tuhan tidak memberimu segalanya.

Aku tahu..
Kau pernah patah hati, ingin lari dan bersembunyi.
Tak henti merutuki takdir, yang menjauhkan impian dari gapaian tangan.

Tapi kau tidak tahu..

Kau tidak pernah tahu Tuhan hanya ingin membuatmu tahu atas banyaknya keajaiban.
Kau tidak tahu Dia hanya ingin menjadikanmu penyala api harapan.
Kau tidak tahu banyak orang lalai menangis tergugu ketika menatapmu

Tidak pernahkan kau berkaca, menatap sosokmu dipantulkan berbinar
Entah tanpa tangan, entah tanpa kaki..
Entah tanpa suara, entah tanpa pendengaran..
Tapi bukankah kau telah mampu membuktikan pada dunia siapa dirimu?
Bukankah kau selalu mampu menopang hidupmu saat panas maupun hujan?

Tidakkah kau sering melihat manusia sempurna yang tak pernah merasakan kebahagiaan yang kau rasakan?
Tidakkah kau sering melihat manusia sempurna yang tak pernah merasaikan damainya berbincang dengan Tuhan seperti yang sering kau lakukan?
Tidakkah kau sering melihat manusi sempurna mengalami penderitaan yang lebih menyesakkan?
Tidakkah kau memahami bahwa setiap kehebatanmu menghadapi dunia menunjukkan bahwa kau jauh lebih hebat karena seluruh keterbatasan?

Maka tegakkanlah kepala
Teguhkan hatimu yang sering ciut takut
Berjanjilah kau tidak akan pernah lagi meragukan Tuhan
Tunjukkan pada semesta kau akan terus berjuang

*Postingan untuk AKSS
dengan tema tentang para tuna daksa

Minggu, 15 Januari 2012

Random


Dua Minggu ini playlist saya sama sekali tidak berubah formasinya. Maher-Sheila-Adelle-Ben Folds. Such a best friends sekali ya mereka, hahaha.

Sabtu, 14 Januari 2012

Eropa, Suatu Hari Nanti


Buku ini sukses membuat saya iri berat dengan penulis. Ya Allah..izinkan saya suatu hari nanti menginjakkan kaki hamba di bumi Eropa. Menapaki tanah Andalusia yang pernah menjadi saksi kebesaran-Mu di sana...

Kalau dikategorikan sebagai novel, saya tidak terlalu suka penyampaiannya. Tapi sebagai buku nonfiksi, buku ini sangat bisa dinikmati. Bagi saya ini adalah buku sejarah paling mengasyikkan yang pernah saya baca. Hanum menyampaikan sejarah Islam di bumi Eropa dengan menarik, ditambah dengan fakta-fakta yang juga sangat menarik.

Lukisan bunda maria yang bersulamkan tulisan takbir, Museum Louvre dengan segala artefaknya yang mencengangkan, Hanum membuat saya jatuh cinta pada paris seperti perspektifnya. Perspektif yang tumbuh dari harapan jikalau Napoleon Bonaparte adalah seorang muslim. Meskipun keinginan saya menjumpai Eiffel belum luntur, tapi cerita-cerita tentang kebesaran Islam di sana yang membuat saya semakin ingin ke Paris! Cordoba, Austria, Turki..masih banyakkah peti rahasia sejarah keemasan Islam lainnya?

Seperti kata Hanum bahwa matahari yang dilihatnya di sana masih sama dengan matahari yang menyaksikan kejayaan panji-panji Islam bahkan setelah Rasulullah wafat. Mudahkan Ya Allah, Englau Maha Kuasa atas segala sesuatu, kutitipkan doa ini padamu. Eropa, suatu hari nanti.......

Rabu, 04 Januari 2012

Aku Cinta Ibu

Jika seseorang menyebut kata 'manis' mungkin yang terlintas di benak kita adalah segenggam permen warna-warni, coklat meleleh, atau mungkin banyak lagi yang bermetafora dengannya. Tapi 'manis' yang ingin saya sebutkan kali ini adalah manisnya sebuah kasih sayang seorang ibu pada anaknya. Ya, lagi-lagi masih cerita tentang ibu. Sosok yang selalu saya rindukan bahkan hanya beberapa jam yang lalu saja beliau melepas kepergian saya dengan senyum dan lambaian tangan di stasiun tadi malam. 

Dua minggu penuh saya menikmati rehat di rumah bersama keluarga. Meskipun tidak sepanjang hari bersama ibu dan bapak karena kesibukan masing-masing, mereka tetap sukses memompa saya kembali. Alhasil, saya kembali ke perantauan dengan pipi yang lebih gembung dan bobot yang lebih berat, hehe. Madiun, kampung halaman saya kini selain dilanda musim hujan juga tengah dilanda musim durian. Begitu pula dengan rumah saya yang juga tiba-tiba penuh dengan durian, ibu dan bapak memang sukaaaa sekali makan durian.

Suatu siang ketika pulang dari sekolah, ibu membawa beberapa buah durian lagi, Ya, lagi karena baru dua hari sebelumnya beliau juga sudah membeli beberapa durian. Wow..ini kenapa heboh banget batin saya, sepanjang libur ini sepertinya saya jadi sering makan durian. Bertiga, saya, ibu dan bapak segera melakukan ritual belah duren, sik asik..makan durian..lagi.
Disela-sela khidmatnya menikmati durian, tiba tiba ibu berceletuk,
"Kita beli duriannya nungguin kamu pulang lho," ujar beliau.
"Lah, kenapa buk mesti nunggu aku segala? yaudah sih kalau mau beli durian sih beli saja," ujar saya sambil cengengesan
"Nggak, ah,"
"Kenapa memangnya?" tanya saya lagi dengan heran, setahu saya ibu saya ini yang paling semangat kalau urusan beli dan makan durian.
"Kalau gak ada kamu, gak lengkap," ujar beliau pelan.
"Ck..yaelah.." ujar saya sok-sok an mencibir. Padahal dalam hati saya rasanya terenyuh. Ibu selalu ingat saya rupanya, bahkan hanya urusan makan durian saja, beliau memilih menunggu saya pulang terlebih dahulu.

Duriannya terasa sangat enak, sangat enak karena dimakan bersama ibu dan bapak. Sangat enak karena cerita ibu yang menunggu saya hanya untuk membeli durian. Sebigitu besarnya kasih sayang ibu pada seorang anak. Hingga masalah sepele sekalipun tak jarang beliau pikirkan, pertanyaan "kamu sudah makan?", "kamu makan apa?" sering beliau luncurkan pertama kali ketika berkirim pesan, menelepon atau chatting sekalipun. Katanya, ibu sering teringat saya kalau ada makanan kesukaan saya di rumah.  

Semoga Allah selalu mencurahkan kebahagiaan untuk ibu. InsyaAllah Allah akan menepati janji surga-Nya pada Ibu. Karena ibu adalah Ibu terbaik di seluruh dunia. Kasih Ibu memang sepanjang hidup, semoga Allah juga menjadikan kasih sayang saya sebagai anak ibu sepanjang hidup pula. 

Allah menitipkan surga-Nya di bawah kaki seorang ibu. Wanita yang telah mempertaruhkan nyawanya untuk memberi kita kesempatan menjadi khalifah di bumi Allah. Sebuah madrasah yang menyiapkan lahirnya generasi yang berbudi pekerti.

"Kami perintahkan kepada manusia supaya bernuat baik pada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun Ia berdoa : 'Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nekmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kedua ibu bapakku, dan supaya aku dapat berbuat amal saleh yang Engkau ridhai, berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) pada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri." (QS. Al Ahqaaf, 46: 15)

Rabbighfir lii waliwaa lidayya warhamhumaa kamaa rabbayaanii saghiiraa. Amin
Ya Tuhanku, ampunilah aku dan kedua orang tuaku dan sayangilah kedua orang tuaku sebagaimana mereka telah mendidik/ memeliharaku sewaktu aku kecil. Amin