Senin, 28 Februari 2022

Yay, Atha Sekolah!

Sekolah.
Satu kata yang rasanya tidak terpikir akan menjadi topik perbincangan di keluarga kami. Atha kini sudah berusia 5 tahun 6 bulan. Alhamdulillah, sudah terdaftar di salah satu TK swasta di Batam. Nggak terbayang rasanya, keputusan bersekolah dan dimana tempatnya kami putuskan dalam rentang sekitar 1 bulan saja. 

Sebelumnya, homeschooling adalah opsi yang akan kami ambil. Selain karena pandemi juga belum berakhir, rasanya belum bisa melepaskan Atha ke lingkungan luar rumah. Tapi, setelah kami timvang lagi..sepertinya pilihan homsechooling belum bisa kami ambil saat ini. Bukan konsep dan sistemnya yang kurang bagus dibandingkan sekolah formal, tetapi saya pribadi tidak siap untuk menjalankannya. 

Sebelumnya, saya beranggapan bahwa menyekolahkan anak dinsekolah formal sama saja dengan mengelak dari tanggung jawab mendidik. Tapi setelah saya timbang, dengan kemampuan dan ilmu saya saat ini, rasanya kurang memadai untuk mengambil alih proses pendidikan. Terlebih, keinginan kami sebagai orang tua..berharap Atha bisa menerima bimbingan menghafal al quran dan pelajaran adab dan akhlaq yang sesuai tuntunan Rasulullah. Dan, sungguh kami takut tidak bisa memberikan pengajaran dan bimbingan yang benar. Maka semoga memilih pendidikan formal di sekolah islam, menjadi salah satu wasilah untuk memenuhi kewajiban kami memberikan pendidikan agama. 

Mungkin ada yang bertanya:
Masih TK mik, kenapa pusing amat mikirin sekolah?

Ya, karena perimbangan itulah. Masa2 pendidikan pondasi dasar di awal kehidupannya ini yang kelak akan membekas di ingatan. Kami berharap, melalui bimbingan ustadz dan ustadzah, Atha memiliki pemahaman yang 'benar' sejak awal. Karena revisi di kemudian hari belum tentu bisa dilakukan bukan?  Kami sepakat, justru di saat inilah perlu penanaman aqidah, akhlak yang kuat dan lurus. Saya pribadi berharap, ikut bertumbuh dalam proses pendidikan Atha. 

Goal nya, tentu saja bukan prestasi akademis. Tetapi mengembangkan potensi kebaikan di dalam diri Atha, insyaaAllah umi dan abi siap mendampingi πŸ€—. 

Minggu, 09 Januari 2022

BuCek #3 : Cerita Telur Merah

Setelah rehat sesaat karena terjeda Konferensi Ibu Pembaharu, akhirnya perjalanan telur hijau kami dilanjutkan. Kini saatnya telur hijau bertransformasi menjadi telur merah...

Proses pembelajaran dalam tahap Bunda Cekatan mengajak kami berfokus pada diri sendiri. Setelah dalam tahapan Bunda Sayang yang lalu kami ditantang untuk mengobservasi gaya belajar anak, sekarang saatnya kami diajak untuk 'mengenali diri sendiri'.

Hah? Tunggu, mengenali diri sendiri? memangnya selama ini nggak kenal sama dirimu sendiri?

Hmm..
Kemarin ketik menyimak pemaparan magika, rasanya memang perlu menantang diri sendiri untuk menggali dan mengeksplorasi semua potensi yang selama ini mungkin masih terpendam entah di mana 😁. Karena memang benar,selama lima tahun belakangan ketika prioritas berpindah kepada keluarga maka rasanya tidak ada waktu untuk memikirkan 
'Apa sih yang aku inginkan?'
'Aku ingin menjadi seperti apa sih?'
pertanyan-pertanyaan egosentris seperti itu rasanya sudah tidak pernah terpikirkan lagi.

Maka ketika ditantang untuk menuliskan hal-hal yang disukai dan tidak disukai, ternyata saya memerlukan waktu yang cukup lama. Sampai akhirnya dari sekian banyak hal yang saya tulis, saya mendapatkan kuadran aktivitas yang saya suka dan bisa, yaitu :
1. Desain Grafis
2. Mengajar
3. Jalan-jalan
4. Menulis
5. Berkomunitas.

Nah, dalam tahap telur merah ini saatnya saya menuliskan keterampilan apa saya yang diperlukan untuk menunjang ke-5 aktivitas yang saya suka dan bisa sebagai telur-telur hijau saya.

Nah, mikir lagi deh sayanya..apa ya kira-kira keterampilan yang saya perlukan? 

1. Desain Grafis
- Penyampaian informasi yang jelas dan menarik
- Kreativitas
- Mencari ide baru dan unik
- Kesabaran
- Konsisten
- Manajemen waktu
- Pengembangan diri
- Banyak membaca informasi baru

2. Mengajar
- Kemampuan untuk menyampaikan materi dengan jelas.
- Komunikasi
- Kreativitas agar tidak membosankan
- Kesabaran
- Manajemen waktu
- Menyusun konsep/kurikulum
- Pengembangan diri
- Banyak Membaca

3. Jalan-jalan
- Kesabaran, karena jalan-jalan pasti repot dan lelah.
- Manajemen waktu agar perjalanan efektif dan bermakna
- Membaca informasi dengan cermat
- Mencari informasi lengkap lokasi tujuan 
- Manajemen keuangan agar tepat anggaran
- Disiplin agar sesuai alokasi waktu dan anggaran
- Menyusun rute perjalanan
- Mempersiapkan bekal dari rumah

4. Menulis
- Menemukan ide
- Menyusun kerangka tulisan
- Manajemen waktu
- Disiplin jadwal yang dibuat sendiri
- Membaca efektif untuk memperkaya ide

5. Berkomunitas
- Kesabaran dalam interaksi sesama anggota
- Komunikasi
- Disiplin dalam menepati kesepakatan
- Manajemen waktu
- Pengembangan diri

*yang ditulis miring adalah keterampilan yang beririsan

Selanjutnya adalah mengelompokkannya kembali dalam diagram eisenhower atau diagram penting-tidak penting dari berbagai keterampilan di atas yang beriirisan satu sama lain. Dan hasilnya setelah dikelompokkan menurut prioritasnya adalah sebagai berikut:
Dari hasil pengelompokan prioritas, maka saya mendapatkan apa saja yang harus saya isikan ke dalam telur merah, yaitu isi dari kuadran Penting - Tidak Mendesak.

Fiuh, ternyata cukup memutar otak ya menyusun prioritas! Padahal ini berdasarkan kebutuhan pribadi lho! Tetapi memang ilmu menyusun prioritas ini yang akan menjadi kunci keberhasilan dalam banyak hal kedepannya. Bismillah, semoga bisa terus belajar, berkembang, lalu berdampak! 

Link PDFJurnal Telur Merah

#Buncek #HutanKupuKupu #MelacakKekuatan

Sabtu, 25 Desember 2021

Harus Bisa : Cerita Sapih Si Anak Kedua

ilustrasi tekad (sumber : rumahusaha.net)

Genap 1 bulan lebih 1 hari, ketika tulisan pendek ini ditulis. Anggap saja sebagai kenang-kenangan kelak, disela-sela keseharian yang tiada habisnya kalau dituruti. Sudah satu bulan, Ruby menjadi 'anak besar'. Sudah satu bulan juga, umi kekurangan waktu selow sambil rebahan disela-sela aktivitas siang 😁.

Awalnya sama sekali tidak terpikir keharusan untuk menyapih Ruby tepat di hari ulang tahunnya. Jujur, umik masih trauma masa-masa menyapih si Mas. Waktu itu, sempat dua kali demam hingga akhirnya berhasil di percobaan ke tiga. Sama sekali jauh dari kata mulus, kan? Tapi, tak lama lagi si adek bayi ini akan berulang tahun kedua. Hmm..mau tidak mau, akhirnya kok kepikiran juga.

Akhirnya, mulailah umik bertanya kian kemari: "Gimana sih, cara ampuh anti stress saat menyapih?"

Dan hampir semua menjawab bahwa sounding memegang peranan penting.

"Heleh, sounding..pasti nggak berhasil juga. Dulu udah pernah tapi gak mempan!" kataku sinis dalam hati menanggapi.
Bagaimana tidak, pengalaman pertama yang berbuah kegagalan dulu sudah melibatkan proses sounding bahkan sejak si Mas berusia 18 bulan. Tapi nyatanya sama sekali tidak berpengaruh, proses sapih Atha benar benar menguras tenaga juga air mataπŸ˜…. Lalu..mau diulang lagi dengan cara sounding??

Tapi, setelah menimbang-nimbang..akhirnya umik lakukan juga proses sounding ini. Toh, frekuensi permintaan menyusu nya bisa dibilang sudah jauh menurun, hanya sesekali bahkan kadang hanya sebagai pengantar tidur saja. Jadi, bismillah..coba aja dulu!

Satu minggu sebelum Ruby berulang tahun, saya mulai rajin melakukan sounding. Seperti apa sounding yang saya sampaikan?
Konon, sounding itu harus detail. Apa, Kapan, Kenapa - nya. Jadi, umik mencoba membuat kalimat yang memuat ketiga hal di atas yang kira-kira mudah dimengerti oleh Ruby.

" Ruby sebentar lagi 2 tahun. Kalau sudah 2 tahun minumnya dari gelas ya!"
" Yang minum nenen itu adek bayi, ruby sudah 2 tahun nanti sudah nggak nenen lagi ya!"
" Nanti, pas adek udah 2 tahun, habis potong kue udah nggak nenen lagi ya!"

3 mantra di atas saya ulang-ulang ketika menyusui, bermain, juga menjelang tidur. Yang awalnya iya-iya aja, sampai makin lama si anak bayi makin pinter menjawab 'nggak mau, Ruby mau jadi adek bayi aja!'πŸ€ͺ.

Lalu akankah sounding ini berhasil?
***

24 November 2021
Hari ulang tahun Ruby. 

Semenjak pagi bangun tidur, saya menyengaja tidak berada di dekatnya terlebih menawari ASI. Saya deg-degan sepanjang hari, terlebih mendekati  jam tidur pagi Ruby. Pukul 10.00 sudah terlewat, berarti tinggal menunggu waktu tidur siang. Benar saja, Ruby mulai gelisah, menarik-narik kaos oblong tanpa akses menyusui yang memang sengaja saya pakai sebabagai penanda 'sudah tidak nen lagi'.

Rengekan meminta nenen sudah berubah menjadi tangis, rasa-rasanya bisa dihitung dengan jari berapa kali Ruby menangis hingga terisak-isak seperti itu. Memang, sehari-hari Ruby bukan tipe anak yang mudah menangis. Maka ketika melihatnya menangis menjerit-jerit seperti itu, saya pun tak kuasa menahan air mata. Ruby yang menolak dipeluk, digendong atau dielus masih menjerit-jerit meminta nenen. Sambil mencoba menenangkan diri sendiri dahulu baru menenangkan Ruby, saya tak berhenti berdoa meminta pada Allah agar dimudahkan prosesnya. Akhirnya setelah hampir satu jam menangis, si anak bayi berhasil tidur digendongan karena kelelahan. Fiuh, baru satu sesi tidur siang. Bagaimana dengan nanti malam?

***

Tidur siang yang penuh perjuangan itu rupanya hanya mampu bertahan 30 menit. Setelah sempat menangis untung saja rombongan anak-anak di sekitar rumah mulai berdatangan. Memang, setiap hari mereka mengaji sore bersama Atha di rumah. Kedatangan mereka lumayan mengalihkan perhatian Ruby dari keinginan menyusu. 

Seperti yang sudah kami skenariokan, sore itu kue dipotong sebagai penanda Ruby sudah berusia 2 tahun. Setiap teman-teman yang datang juga menyampaikan pesan sponsor titipan umik bahwa adek Ruby sudah sama dengan mereka, kalau haus minum dengan gelas. Jajan sudah dibagikan, semua sudah pulang, tinggal Ruby yang seperti sedang meyakinkan diri bahwa dirinya sudah berusia 2 tahun dan tidak nenen lagi.

***
Pertandingan babak akhir dimulai. Malam pertama di tahun kedua si bungsu lancar jaya seperti mobil pribadi menelusuri tol jagorawi di malam yang sepi, bebas hambatan sampai pagi. Tapi tentu saja tantangan menyapih tidak berhenti sampai disini. Keesokan harinya, esoknya lagi, ada malam-malam yang diwarnai jerit tangis menyayat hati. 

Kami masih terus mencoba beradaptasi. Mencoba menemukan cara mengatur waktu tidur baik di siang maupun di malam hari. Menecari cara ternyaman untuk lelap dipelukan satu sama lain. Menyelesaikan misi lulus ASI di tahun kedua, membulatkan tekad dan menyatukan keyakinan bahwa kami bisa melewatinya.

 

Rabu, 08 September 2021

Random Talks

Aku nulis ini sambil nyusuin Ruby, ditengah kebisingan suara mobil remote yang nggak henti-hentinya Atha nyalain sejak pagi. Well, nggak akan ada waktu yang benar-benar ideal kan buat nulis?

Bosan. 

Situasi pandemi yang entah kapan akan berakhir ini membuat ruang gerak semakin sempit. Meskipun kami di Batam tetap bisa berjalan-jalan, tapi sejatinya aku merindukan perjalanan yang lebih panjang. Tau sendiri kan, main-main sehari itu lebih banyak capeknya daripada senengnya ,πŸ₯². Terakhir, aku diserang sakit kepala hebat hingga tengah malam yang nggak kunjung reda meskipun sudah menelan pil pereda nyeri 500 miligram. 

Semalam, aku bermimpi berada dalam satu waktu dan tempat bersama teman-teman lama. Paginya entah mengapa rasanya sedih. 

Yes, I' admit it.

Rasanya ada sisi yang beneran kangen sama situasi sebelum pandemi. Meskipun mungkin nggak akan jauh berbeda sih, nggak akan bisa ketemu mereka semua dalam satu waktu. 

Kayanya aku emang lagi kurang sosialisasi sampai jadi overthinking. 

Jauh di dalam hati, aku selalu pengen nggak ada yang mampir ke laman blog ku supaya aku bisa nulis apa aja tanpa khawatir apa kata netijen..hahahha. Ah paling kalaupun ada yang mampir, cuma Imon..wkwkkw

Hey mon, did you read this writing 🀣?

Pernah nggak sih kalian bosen sama lingkaran pertemanan kalian? umm..disini aku lebih karena ngga punya lingkaran pertemanan sih..dulu sebelum pandemi masih ada temen ngaji, temen komunitas. Itupun intensitas keakrabannya ya belum seberapa kuat, lalu tibalah corona menyerang..bubarr.. deh bubaarr..🀣 satu-satunya yg bisa disinggahi buat hangout adalah rumah mertua dan adik ipar. Bukan..bukan nggak nyaman ya singgah di tempat keluarga, nggak. Tapi kaya perlu suasan baru aja ngga sih?

Tapi, yg memungkinkan untuk membuat lingkaran baru hanyalah komunitas daring. WA grup, zoom meeting, definisi sosialisasi zaman now banget kan dua platform itu. 

may I ask your advice?
ada saran kira-kira apa yang bisa dilakukan buat menyegarkan suasana? jangan ragu buat komen di kolom komentar ya πŸ˜€