Minggu, 15 Maret 2020

Menjelajah Yogyakarta (2): Borobodur, Warisan Budaya yang Mendunia

Hari berganti, candi Borobudur adalah tujuan kami berikutnya. Ditemani seorang teman yang juga sebagai pemandu jalan, kami meluncur menuju Magelang. Jalanan cukup lengang di pagi hari. Mobil yang kami tumpangi meluncur di atas jalanan beraspal mulus, dengan sesekali naik turun ketika mendekati tujuan. Saya cukup bersemangat waktu itu, penasaran seperti apa 'wajah' Borobudur sekarang. Dulu waktu kecil saya sering ikut rombongan karya wisata sekolah tempat ibu mengajar ke Borobudur, tetapi tak ada satupun kesan mendalam yang saya ingat kecuali kenangan digendong oleh seorang kawan ibu saya karena terlalu lelah berjalan dalam keadaan mabuk perjalanan.

Candi Borobudur merupakan candi yang didirikan oleh dinasti Syailendra 800 tahun yang lalu. Borobudur memiliki koleksi relief terlengkat dan terbanyak di dunia dengan 2.672 panel relief yang menghiasi dinding-dindingnya. Stupa utamanya berada di tengah-tengah dengan dikelilingi oleh tiga barisan melingkar 72 stupa berlubang yang di dalamnya terdapat arca Buddha yang bersila. Konon menyentuh arca di dalam stupa dipercayai dapat mendatangkan rezeki. Belakangan saya ketahui aksi tersebut rupanya berbahaya untuk dilakukan karena dapat merusak candi.

Suasana masih sepi ketika kami sampai ke Borobudur. Setelah mengantri tiket kami mendapatkan selembar kain batik berwarna biru untuk dikenakan untuk menghormati candi. Kawasan wisatanya bersih dan teratur, dengan sign system berbahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Mungkin karena pengunjungnya selain wisatawan lokal juga banyak wisatawan mancanegara sehingga dibuat sedemikian rupa.

Selain candi Borobudur yang sudah mendunia itu, terdapat pula museum yang bisa dikunjungi. Di museum tersebut kita dapat mengetahui informasi terkait sejarah pembangunan dan pemugaran candi Borobudur. Kami tidak menghabiskan waktu lama di museum dan langsung menuju candi untuk naik hingga ke puncak. Matahari mulai merangkak naik mengiringi langkah kaki meniti anak tangga yang terbentang. Sesekali kami berhenti untuk menarik napas, berfoto dan mengamati relief candi yang bersambungan membentuk rangkaian peristiwa. Saya berdecak kagum dengan detail dan susunan bebatuan yang bisa berbentuk sedemikian rupa. Dari puncak teratas candi bentang alam Magelang yang masih asri memanjakan mata, membuat betah berlama-lama kalau saja matahari tidak bersinar terik.

Setelah turun dari candi, kami beristirahat sejenak lalu beranjak mencari jalur keluar. Rupanya jalur keluar lokasi candi diarahkan untuk melewati area pasar yang menjual berbagai macam souvenir. Di sepanjang jalur keluar pedagang berjajar rapi berdempetan dengan berbagai macam jenis oleh-oleh khas dari kaos hingga berbagai macam pajangan. Dulu, ibu saya sering membeli guci tanah liat, salak pondoh, hingga cobek batu di Borobudur. Saya pun menyempatkan diri untuk membeli kaos sebagai oleh-oleh. 

Hampir tengah hari kami meninggalkan Borobudur. Semakin siang pelataran parkir dipadati oleh bus-bus pariwisata dari berbagai kota. Akhirnya kami kembali menyusuri kelok jalanan Magelang meninggalkan Borobudur yang berdiri megah di tengah riuh rendah pengunjung.

Selasa, 03 Maret 2020

Menjelajah Yogyakarta: Wisata Jalanan hingga Warisan Budaya Dunia


Tulisan ini saya temukan di draft, ditulis sekitar akhir tahun 2014. Akan ada beberapa tulisan lama ataupun tulisan pelengkap yang akan saya post karena ternyata ada beberapa tulisan yang belum selesai. Rasanya mungkin seperti akan menjelajah lorong waktu, kembali pada cerita-cerita masa lalu.

Untuk kedua sahabat perjalanan yang selalu asik untuk diajak jalan.

Jadi ceritanya kami bertiga (saya, Niken, Imon) sedang senang-senangnya menyetir. Saya pribadi bahkan rela menjadi sopir ke mana-mana bahkan hanya sekedar mengeluarkan atau memasukkan mobil bapak.  Sejak awal tahun saya memang kembali mencoba lebih intens berada di balik kemudi. Setelah lama sekali tidak mengemudi, satu dua kali tentu saja masih belum lancar. Tapi alhamdulillah, setelah beberapa bulan akhirnya sudah diizinkan mengemudi, bahkan minggu lalu hingga ke Yogyakarta.

Perjalanan Yogyakarta ini sebenarnya cukup melenceng dari rencana. Awalnya kami bertiga ingin melihat pertunjukan sendratari Ramayana yang digelar di kawasan wisata Candi Prambanan. Karena jadwal pementasannya malam hari, akhirnya kami memutuskan perjalanan menginap. Pikir kami toh perjalanan jauh, tidak mungkin juga tengah malam kami akan pulang ke Madiun.

Akhirnya setelah mengalami perdebatan tanggal yang alot akhirnya kami sepakat memilih sebuah tanggal. Yang ternyata pada tanggal tersebut kami kehabisan tiket sendratari, juga penginapan yang sama sekali tidak bisa dipesan. Rupanya waktu itu bertepatan dengan minggu pertama liburan sekolah, dan tentu saja kami sama sekali tidak concern akan hal itu.

Tapi rencana harus tetap berjalan. Kami berangkat juga ke Yogyakarta pagi-pagi sekali dari Madiun. Alhamdulillah tidak ada hambatan berarti di perjalanan. Hanya saja jalanan memang agak ramai, sehingga waktu tempuh menjadi lebih panjang. Kami tiba di Yogyakarta hampir pukul 12 siang. Untung saja kami juga segera menemukan penginapan. 

Perjalanan dilanjutkan ke Tamansari. Kolam pemandian ini konon dulu digunakan oleh para gadis-gadis yang disukai oleh Raja. Di salah satu sisi kolam terdapat sebuah bangunan menyerupai menara intai yang tidak terlalu tinggi. Dari situlah nantinya Sang Raja menunjuk targetnya.

Tamansari dikelilingi oleh perumahan padat penduduk. Entah bagaimana dulu ceritanya tapi perumahan ini seperti berada di dalam area Tamansari. Ketika berkeliling kita serasa berjalan-jalan di depan pelataran rumah penduduk. Memanfaatkan posisi tersebut, banyak juga warga yang menjual pernak-pernik dari kerajinan, kain batik hingga lukisan di beranda rumahnya. 

Agak jauh di sisi yang lain, ada sebuah jalur seperti lorong yang menghubungkan Tamansari dengan sisa reruntuhan bangunan yang tampak seperti benteng. Sayang sekali, saya lupa mencatat namanya. Reruntuhan ini selain ramai oleh pengunjung, juga ramai dengan anak-anak dari lingkungan sekitar yang bermain bola. 

Perjalanan kami menjelajahi Tamansari terhenti karena hari yang semakin sore. Kami melanjutkan perjalanan untuk mengisi perut dan menuju ke tujuan selanjutnya: Malioboro!

***
Malioboro di musim liburan memang tidak pernah sepi pengunjung. Disisi kanan dan kiri jalan, pejalan kaki menyemut menikmati malam dengan berbelanja atau sekedar melihat-lihat. Kami bertiga menyusuri jalanan untuk sekedar mencari wedang ronde. Di depan pasar Beringharjo kami menemukan gerobak ronde yang tidak terlalu ramai. Segera kami memesan, dan menikmati semangkok wedang ronde sembari menatapi jalanan malioboro yang ramai bukan main. Setelah tandas, kami menyempatkan diri menikmati festival tarian di taman benteng Vredeburg. Belum sampai tuntas, mata saya sudah berat minta diistirahatkan. Apalagi saya mendapat jatah menyetir malam itu, jadilah sebelum semakin ngantuk akhirnya kami memutuskan kembali ke penginapan.
(Bersambung)


Minggu, 01 Maret 2020

Belalang Adventure, Alternatif Wisata Outbond di Dalam Kota


Minggu pagi kali ini saya bergegas memasak dan mengemas semua perlengkapan. Saya bersemangat sekali karena akhirnya bisa menghadiri salah satu agenda rumbel, apalagi kali ini bisa full team. Sejak semalam saya sudah mensounding Atha untuk bangun pagi karena hari ini kami akan berpetualang ke Belalang Adventure!

Pertama kali mendengar namanya dan melihat foto-foto kegiatan di dalamnya saya langsung bersemangat untuk mengajak Atha. Menurut cerita teman-teman yang sudah pernah mengunjunginya, konon tempat ini seru sekali. Begitu Rumbel Barelang Playdate berencana mengdakan kegiatan di sana, dalam hati saya membulatkan niat untuk ikut. Alhamdulillah, mendapat izin dari suami sekaligus fasilitas diantar dan ditemani :D.

Lokasi Belalang Adventure bisa dibilang berada di 'area wisata' Golden Prawn, Bengkong laut. Sebetulnya saya tidak tahu pasti apakah memang ini area wisata atau bukan, karena setahu saya biasanya orang-orang ke Golden Prawn untuk makan seafood atau menghadiri resepsi pernikahan. Tetapi ternyata Golden Prawn lebih dari itu,  kami pun sempat kebingungan mencari tempat tujuan kami karena ternyata ada beberapa tempat permainan di dalamnya diantaranya Dino's Gate,  Belalang Adventure, kolam dengan perahu bebek, serta sirkuit gokart di area tersebut.

Akhirnya setelah beberapa kali bertanya kami sampai juga di lokasi Belalang Adventure. Kami memarkir mobil di halaman depan yang tidak terlalu luas. Yang pertama kali kami jumpai adalah semacam aula tempat berkumpul. Disebelahnya ada wahana mini untuk menembak dan memanah. Tak jauh dari situ ada lahan terbuka dengan beberapa permainan outdoor seperti titian kayu, berbagai macam titian tali di bawah maupun di atas, susunan ban berwarna warni dan sebuah menara stasiun flying fox. Dipisahkan oleh pagar kayu, tampak disebelahnya juga terdapat area khusus untuk bermain paint ball dan rute untuk kendaraan ATV.

Saya menuju tempat disebelah aula dimana terlihat kursi-kursi disusun dan tikar digelar. Rupanya acara sebentar lagi dimulai, karena tampak para pemandu mulai berkumpul dan menginstruksikan kami untuk menuju ke aula. Ternyata pesertanya cukup banyak, dan sepertinya hari itu khusus peserta acara BPD saja karena ternyata berkegiatan di Belalang Adventure memang harus rombongan dengan minimal mengambil 5 paket. Pantas saja kemarin ketua panitianya sempat buru-buru memesan lokasi.
Sambil menggendong Ruby saya mengajak Atha untuk ikut berkumpul dan membuat kelompok. Para pendamping kegiatan sudah berkumpul di depan aula dan menyapa kami dengan ramah. Saya cukup terkesan pada bagian ini, para instrukturnya komunikatif dan luwes menghadapi anak-anak lho! Satu hal lagi, sebelum berkegiatan instruktur mengajak anak-anak untuk berdoa dan bahkan mengingatkan adab makan sambil duduk. Sepele mungkin ya, tetapi ini menarik sekali bagi saya. 

Acara demi acara pun berlangsung tanpa ada satupun yang berhasil kami ikuti, haha. Atha sama sekali tidak mau bergabung dengan keramaian, hingga akhirnya hanya bermain berdua saja bersama abi mencoba titian kayu. Ternyata Atha cukup antusias dan senang bermain titian kayu ini, meskipun masih dipegangi dan harus berpanas-panasan. Selanjutnya kami menuju wahana menembak untuk menonton teman-teman, karena lagi-lagi Atha menolak untuk bergabung meskipun saya tahu bahwa dia sangat tertarik dengan permainan menembak tersebut. Alih-alih mengikuti permainan menembak dan memanah, Atha malah asik sendiri main lompat-lompat. Hoalah nak, kalau mau main lompat-lompat gitu sih ya nggak perlu jauh-jauh ke sini :')
***

Kami meninggalkan Belalang Adventure menjelang tengah hari. Meskipun panas terik membuat baju kami basah terkena keringat, tapi pengalaman bermain outdoor tersebut menyenangkan sekali! Setidaknya, Atha merasakan pengalaman bermain yang berbeda dari biasanya sekaligus belajar bersosialisasi dengan banyak orang. Bahkan, saya rasa kegiatan kemarin juga memperkuat bonding antara Atha dan abi. Bonusnya, umi juga senang bisa bertemu teman-teman Ibu Profesional lagi :D
Pelataran parkir

Aula tempat berkumpul

Daftar permainan yang bisa dimainkan

Tiket box merangkap kantin

Flying fox dan bwrbagai wahana titian

Mas Atha dan abi