Sabtu, 19 Mei 2018

Milestone: Kemampuan Bicara (2)

Masih di bulan yang ke-20, mamak akan kembali mereview perkembangan bicara Atha. Beberapa hari terakhir Atha semakin menujukkan perkembangan yang baik dalam menirukan ucapan. Beberapa kali bahkan Atha berinisiatif menyebutkan nama-nama benda yang dikenalnya meskipun belum jelas dan sempurna pelafalannya. Dalam meniru, Atha sudah pandai menirukan sepatah patah kata yang saya atau abinya ucapkan. Namun, tetap saja ceplas ceplos, seringkali kalau diminta menirukan ucapan malah diam saja sambil senyam senyum.

Mamak ingin merangkum kata atau suara apa saja yang sudah bisa ditirukan dan diucapkan Atha. Beberapa mungkin sudah pernah disebutkan dalam tulisan sebelumnya, seperti mwheeek-mbek, phahh-lebah, dah-sudah. Lalu sekarang ditambah dengan beberapa potongan kata atau bunyi lagi seperti wiuwiuw-suara mobil patroli, ek-eek, pihh-pipis, bihh-bis, maa-kurma, hii-ekspresi jijik, ci-kelinci, dan sudah lebih resposif jika diminta untuk menirukan suara-suara.

Sampai sekarang mamak masih terus berusaha menstimulasi dengan sering mengajak Atha berbicara dengan kata-kata yang jelas, menatap mata Atha ketika sedang bercerita, dan menceritakan kembali kejadian semalam setelah Atha bangun tidur. Semoga Atha terus menunjukkan perkembangan yang baik dalam hal bicara ini.

Sejak awal mamak sudah bertekad untuk mempercayai timing Atha, dengan berusaha untuk tidak membandingkan atau melabeli Atha terlambat bicara. Memang tidak mudah untuk bisa stay strong ketika sekitar mulai membandingkan perkembangan Atha dengan anak sebayanya. Di sini kadang mamak merasa galau..wkwk. Tapi setiap kali mamak melihat Atha pada Akhirnya mamak yakin kalau Atha normal, dan memang belum waktunya saja. Namun, mamak juga harus ikhtiar menstimulasi dan terus berdoa agar Atha berkembang sesuai dengan usianya. Semoga ini pertanda Atha akan segera mulai bicara ya nak, agar nanti kita bisa cerita-cerita bersama :D

Jumat, 18 Mei 2018

Curcol Ramadhan

Alhamdulillah..tahun ini masih berkesempatan berjumpa dengan ramadhan. Masih seperti tahun sebelumnya, mamak ndak pasang target muluk-muluk. Meskipun begitu, mamak berusaha untuk menggenjot lagi semangat ber fastabihul khairat di ramadhan kali ini. Karenanya, daftar target amalan yaumiyah sudah terpampang rapi di kulkas, siap dicontreng pertanda sukses dilaksanakan.

Sebelum memasuki ramadhan sebetulnya mamak sempat tidak percaya diri apakah sanggup puasa sehari penuh. Rasanya sudah lupa bagaimana puasa karena semenjak hamil dan menyusui mamak total skip puasa sunnah. Alhasil agak deg-degan juga setiap kali hendak berjumpa dengan puasa. Tapi, mamak membulatkan tekat, berniat dan berdoa agar dimampukan untuk menjalankan ibadah puasa.

Heleh mak? puasa doang ini, masa nggak kuat??

Waa..gimana ya..hari hari biasa saja semnjak punya Atha ini mamak rasanya lemes bawaannya kalau belum makan. Apalagi harus puasa skip 3x makan?? yang terbayang adalah lemes, perut kroncongan, pala puyeng dan masih harus 'meladeni' bocil serta menuntaskan tugas negara. Tapi memang ya, kalau sudah diniatkan ibadah untuk Allah maka Allah akan membantu. Alhamdulillah dua hari pertama ibu dan bapak mertua berkunjung, sehingga hidangan di meja makan aman terkendali, hehe. Apa kabar besok? berdua saja sama bocil? bismillah saja lah ya..minta bantu Allah :D

Jadi ini tulisannya receh banget ya mak? cuma curhatan mamak tentang puasa puasaan aja?

ahaha. kecewa ya sudah membaca sampai sini? mamak memang sekedar ingin curhat saja, sekaligus memanaskan jari jemari untuk menulis lagi. Semoga di ramadhan kali ini mamak bisa lebih produktif menulis. Karna apa? menulis bagi mamak adalah sebuah terapi, healer di akhir hari setelah berjibaku dengan berbagai hal di dalam dan di luar rumah :D

Akhir kata, semoga kita dapat bmenebar manfaat dan keberkahan di bulan suci ini, dan semoga kita dimampukan Allah untuk menunjukkan performa terbaik kita, melaksanakan amalan ibadah terbaik hingga mendapatkan ganjaran terbaik. Allahumma amiin..

Sabtu, 12 Mei 2018

Weekend Trip: Tanjung Pinang (2)

Kami merapat kembali ke pelabuhan. Gerimis mengiringi langkah kami menyusuri jalanan yang dipenuhi semerbak aroma otak-otak yang dibakar. Pinang membuat saya membayangkan film-film lama.

Baiklah, Pinang. Kesan pertama yang saya tangkap adalah semacam kota tua. Bangunannya didominasi bangunan lama, sekilas mirip Madiun bahkan. Jalanannya sempit, ditepinya padat dengan bangunan rumah dan pertokoan. Jika dibandingkan dengan Batam, Pinang yang merupakan ibu kota Kepri ini jauh lebih 'bersahaja'. Tak banyak gedung Mall maupun sarana hiburan seperti di Batam. Perkiraan saya sih hawanya hampir mirip madiun di zaman dahulu.

Menggunakan mobil pinjaman kami berkeliling kota, kebablasan sana sini. Menyambangi gedung-gedung pusat pemerintahan. Di sepanjang jalan jauh dari kota masih banyak sekali lahan kosong juga rawa-rawa. Sepertinya persebaran pemukiman tidak cukup merata, karena di beberapa tempat masih sangat jarang terdapat perumahan. Kami menyusuri jalanan Dompak, berhenti sejenak di masjid provinsi, melewati tugu lancang kuning dan jembatan berbentuk lengkung. Selebihnya kami clueless sih..hahahah..

Di akhir perjalanan, salah belok membawa kami ke tepian pantai. Dinsepanjang jalan terdapat taman yang disusun apik sedemikian rupa untuk menikmati pemandangan laut. Ini bagian favorit saya sepanjang perjalanan ke Pinang! Setelah kenyang makan masi padang, saya dan Atha menjelajahi taman dan bermain-main. Tempatnya ikonik dengan bangunan besar berbentuk keong dan tulisan Tanjung Pinang kekinian. Selebihnya tentu saja pemandangan laut dan kapal yang berlayar tenang menjadi daya tarik tempat ini.

Hari semakin sore, akhirnya kami memutuskan untuk kembali ke pelabuhan. Dengan kapal yang sama kami meninggalkan Pinang, mengakhiri perjalanan singkat padat dan menyenangkan sesat di pulau seberang.

Rabu, 09 Mei 2018

Weekend Trip: Tanjung Pinang (1)

Wohooooo!! setelah hampir 3 tahun sama sekali nggak memposting tulisan liburan, akhirnya mamak kembali hadir dengan tulisan berbau destinasi wisata. Abis liburan mak? enggak sih, cuma short getaway aja *ceileh mak :)).

Pekan lalu, pak suami sudah berkali kali sounding mengajak jalan-jalan. Tapi ya bukan pak suamik mamak namanya kalau nggak serba mendadak. Wacananya sih mau Bandung, besoknya ganti Padang, sorenya ganti Pekanbaru, pas hari H ternya berangkatnya ke Tanjung Pinang!

Memang simpel masalah anggaran dan waktu sih, mau jalan jauh dengan waktu sempit dan biaya mahal sayang banget apalagi mau lebaran. Yowes cuss liburan tipis-tipis saja ke pulau seberang. Lagian mamak juga belum pernah meyambangi ibukota kepulauan Riau ini kan.

Sabtu siang (Yes, siang. Nggak niat amat ya kesannya) sesampainya pak suami pulang kantor kami serombongan (saya, atha, pak suami dan bapak ibu mertua) berangkat menuju pelabuhan Punggur. Kapal menuju Tanjung Pinang (selanjutnya akan ditulis Pinang saja ya) hampir setiap satu jam sekali berangkat, kami memilih kapal jam 10.30 yang sebentar lagi meninggalkan pelabuhan. Sebelumnya biarkan saya norak dulu ya, pertamakali banget nih masuk pelabuhan Punggur yang kebetulan memang baru saja direnovasi. Terakhir ke Punggur tahun lalu jalanan masih becek, bangunan pendek berjejal di sana sini. Sekarang? wih.. parkirannya saja naik fly over. Loket tiket gemerlap bak money changer, eskalator meskipun belum beroperasi menunjang mobilitas calon penumpang kapal. Pukul 10.30 Kami masuk kapal, rangkaian proses masuknya mirip-mirip boarding pesawat gitu. Lembaran tiket disertai bar code untuk akses masuk area keberangkatan.Keren lah pokoknya :D. Masuk kapal saya dibuat 'nggumun' lagi. Beberapa kali saya naik kapal, Sepertinya kapal ini deh yang paling nyaman. Adem dan bersih, meskipun dari segi interior dan kebaruan masih kalah bagus dengan ferry yang saya tumpangi sewaktu di lombok dulu.

Perjalanan dari Batam ke Pinang kurang lebih memakan waktu satu jam. Selama perjalanan Atha senang sekali, kalau bukan karena belum tidur dari pagi pasti dia bakal ON sepanjang jalan. Tetapi seperti biasa, Atha selalu pintar kalau sedang bepergian. No rewel!

Pukul 11.30 kami sampai di Pinang. Tujuan pertama adalah ke Pulau Penyengat, yang terkenal dengan masjidnya dan makam para ulama. Untuk mencapai Pulau Penyengat, kami harus menumpang perahu pompong lagi sekitar 15 menit. Pelabuhan kapal pompong terletak tepar di sebelah pelabuhan tempat kami berlabuh, hanya saja tidak ada jembatan penyambung antara keduanya. Jadi harus keluar pelabuhan dulu, jalan sekitar 500m untuk masuk lagi ke pelabuhan kapal pompong. Kurang efektif dan efisien sih menurut mamak, apalagi Pulau Penyengat ini menjadi destinasi yang banyak dituju wisatawan baik domestik maupun mancanegara.

Setelah tiba di pelabuhan pompong, ternyata kapal tidak langsung berangkat. Melainkan harus menunggu jumlah kuota penumpang terpenuhi yaitu 15 orang untuk satu kali berangkat. Bisa sih jika ingin langsung berangkat, jatuhnya seperti carter kapal. Tentunya harga tiketnya berbeda, tiket reguler nunggu kuota 7 ribu, tiket carter 200 ribu. Yo mending nunggu kuota aja lah sambil poto-poto kalau mamak.

Ternyata kami tak harus menunggu lama, kebetulan sedang akhir pekan sehingga jumlah pengunjung yang ingin menyeberang juga cukup banyak. Kapal pompong melaju membawa kami mengarungi lautan perlahan. Meskipun sudah beberapa kali menumpang kapal serupa, kali ini saya merapal doa banyak-banyak karena membawa serta Atha. Apalagi langit mendung dan di tengah lautan ombak sempat besar membuat kapal bergoncang cukup keras. Untungnya tak lama cuaca kembali membaik hingga kami merapat di Pulau Penyengat.

Masjid berwarna kuning menyambut kami di kejauhan sejak pertama kali merapat di dermaga. Rombongan bergegas turun karena adzan sudah berkumandang. Sesuai rencana, kami segera menuju masjid untuk melaksanakan sholat dhuhur. Masjid Penyengat (Saya lupa sih apa nama masjidnya) sudah dipadati oleh pengunjung yang hendak shalat. Saya dan Atha menunggu di semacam rumah panggung di depan masjid.

Udara sangat panas dan terik, khas pesisir pantai. Di sekitar masjid banyak masyarakat yang menjajakan es kelapa dan otak-otak bakar khas Pinang.  Tampak becak bermotor berjajar di depan masjid siap mengantar para pelancong untuk berkeliling. Konon bagi yang berniat ziarah ke makam, banyak yang memilih berjalan kaki. Berangkat sejak pagi lalu pulang pada petang hari agar puas menjelajah setiap sudut pulau. Kami bagaimana? Lepas sholat dhuhur kami bergegas kembali menyeberang. Panasnya nggak tahaaan :')))

Milestone: Kemampuan Bicara

Masih di usia 20 bulan ini, Atha pelan-pelan menunjukkan perkembangan dalam bicara. Meskipun belum jelas, tapi beberapa kali terlihat menirukan beberapa kata: Aphungb : capung, Bah : Lebah, Phah : Sampah, Abh : abi, disertai beberapa tiruan suara alat transportasi kesukaannya. Meskipun lebih mirip Bubbling, tapi ini adalah kemajuan. Saya harus jeli mengamati setiap penambahan karen hal ini penting untuk mengambil keputusan selanjutnya, apakah harus terapi wicara atau konsultasi kepada tenaga ahli. 

Menurut orang-orang di sekitar, pada saatnya nanti anak akan bisa berbicara sendiri. Seorang teman juga pernah comforting saya dengan mengatakan kakak laki-lakinya baru bisa bicara ketika berusia 3 tahun. Menghibur sih, tapi saya tidak ingin terlena dan abai. Karena jika bisa diperbaiki sejak awal kenapa harus menunggu hingga nanti? saya masih terus berusaha menstimulasi dengan banyak mengajaknya bicara, melafalkan dengan jelas nama benda, tidak menggunakan bahasa bayi, serta menatap matanya ketika bicara (I love this part :D).

Saya yakin Atha mengerti, dan saya juga yakin Atha sedang belajar. Hanya saja Allah meminta saya untuk lebih banyak belajar dan bersabar. Semoga Atha dan Ummi berprogress bersama ya nak :)).