Sabtu, 25 Februari 2012

The Journeys


Travelling, berperjalanan. Kata yang sangata menarik dan menggelitik. Siapa orangnya yang tidak penasaran dengan tawaran petualangan di luar sana? saya salah satunya!

Jika The Journeys menceritakan berbagai pengalaman menyenangkan dalam menyusuri berbagai belahan dunia di luar sana, saya juga memiliki mimpi sendiri. Masih sama intinya, kunjung-mengunjungi. Siapa yang tidak ingin mendatangi Belanda, Andalusia, Turki, Jerman, Jepang, Belgia, Makkah bahkan? 

Terbaca sedikit berapi api kah tulisan saya? yang jelas saya iri sekali dengan orang-orang yang sudah berkesempatan untuk menikmati matahari terbit di belahan negara lain. Matahari tenggelamnya apakah sama indahnya dengan di sini?  Mungkin harus disimpan dulu sampai cukup semua bekalnya, tentu atas seizin-Nya. Ini tulisan yang entah keberapa tentang keinginan untuk berperjalanan. Dalam waktu dekat mungkin Jawa dulu, yaaa..saya bahkan belum menamatkan Pulau Jawa. Apalagi Indonesia, masih belum. Semoga dalam beberapa bulan kedepan plan pertama terlaksana, Jawa sebagai titik awal. Tunngu reportase dari pelosok Jawa!

Selasa, 21 Februari 2012

12.04

Satu hari setelah milad saya yang ke 22.
Terlalu banyak kejutan menyenangkan dari semua orang, Bapak, ibu, teman-teman, kakak, adik..subhanallah sekali. Limpahan rahmat yang begitu besar dari Allah kepada saya melalui mereka. Semoga Allah mengabulkan doa-doa yang dipanjatkan bagi saya, bagi mereka. Menghapuskan dosa di hari kemarin, memberkahi hari ini dan merahmati hari esok dan seterusnya. :D

Minggu, 19 Februari 2012

Inspirasi Untuk Anak Negeri


Belum tamat saya membacanya, tapi sudah banyak inspirasi yang saya dapatkan. Indonesia Mengajar menyuguhkan berbagai cerita para pengajar muda yang dengan gagah berani mendatani pelosok-pelosok nusantara. Semangat pantang menyerah, rasa iba, pengalaman luar biasa adalah sajian utama yang disodorkan buku ini. Melalui buku ini kita kembali melihat fenomena nusantara, keanekaragaman budaya, suku bangsa, pandangan hidup, keseharian, yang berbaur dalam segala kelebihan dan kekurangan. 

Buku ini akan membuat kita banyak bersyukur. Bersyukur dengan apapun yang kita miliki, bersyukur atas kesempatan yang Allah berikan untuk hidup dalam lingkungan yang mengutamakan pendidikan. Dimana tak jarang kita lupa bahwa kesempatan belajar tak lebih dari tuntutan karir dan orang tua, lupa bahwa belajar adalah fitrah manusia yang hakiki. Lupa mengucap syukur atas setiap kertas dan pena yang dekat dengan jangkauan tangan.


SUPERTRIP 2012

Lagi-lagi deadline menjadi spirit booster tersendiri bagi saya. Deadline menjadi tersangka utama atas segala hal yang terhari malam itu dan keesokan harinya. Perjalanan ini panjang, melelahkan sekaligus menyenangkan...

Batas pengumuman nilai semakin dekat, PRS berarti sudah di depan mata pula. KP menjadi satu-satunya gunung es yang selama ini dianggap seolah-olah tidak ada. Namun tanpa adanya nilai resmi mata kuliah ini, cerita cinTA saya tidak akan pernah dimulai. Maka, berangkatlah kami mengadu nasib kembali ke Yogya dan Klaten demi secarik tanda tangan pembimbing.

Persiapan perjalanan ini tidak banyak, fokus ada pada tiga buah laporan dan tentu saja pocket camera. Selepas isya' saya dan Niken yang akan menjadi tokoh utama dalam cerita ini segera berangkat menuju Kiara Condong. Kami tidak terlambat,menurut waktu yang tertera kira-kira kereta baru akan berangkat setengah jam lagi. Sambil melalui pemeriksaan, Niken bertanya kepada petugas di mana jalur kereta Kahuripan yang akan kami tumpangi.
"Itu mbak, sudah stand by," jawab Sang petugas mantap.
Kami bergegas menghampiri gerbong yang berada di jalur 5, mencari gerbong dan mengambil tempat duduk. Masih belum yakin, kami kembali bertanya pada seorang mas-mas petugas yang sedang menawarkan makan malam, "Ini Kahuripan kan Mas?" tanya saya, sambil memasang ekspresi tidak serius dia duduk di sebelah niken dan menjawab dengan nada seperti bercand,"ini Kuthojoyo mbak,"
melihat gelagat yang tidak bisa dipercaya, kami tidak ambil pusing, sepertinya mas-mas ini bercanda gumam kami sambil berpandangan.

10 menit..15 menit..kereta tidak juga berangkat. Kami berdua masih larut dalam obrolan ringan ketika sayup-sayup mendengar nama Kahuripan disebut akan segera berangkat setelah sebuah kereta baru saja merapat di stasiun. Kami juga bersiap, sebentar lagi berangkat batin kami. Tapi yang terjadi sungguh di luar dugaan, beberapa saat kemudian kereta memang berangkat. Tapi bukan kereta kami, melainkan kereta di jalur sebelah!
Deggggg!
kami berdua pias seketika. Niken mulai tidak yakin, sayapun demikian. Yang lebih mengejutkan rupanya ada yang memiliki tiket dengan nomor tempat duduk yang sama dengan kami. Kami semakin mengkerut, fix ini mah, SALAH KERETA!

Kami berdua panik-panik lempeng, tapi rupanya kepanikan kami sempat tertangkap oleh seorang penumpang di sebelah. Olehnya kami disarankan untuk jujur saja pada petugas dan menumpang di gerbong makan. Ide bagus, meskipun begitu gami masih ragu. Kemungkinan terburuk adalah diturunkan, yang berarti gagal menuju Yogya, gagal menuju tempat KP, gagal mendapat tanda tangan, gagal mengumpulkan laporan tepat waktu dan artinya..gagal TA. Kami sempat berdiskusi lamaaa..sekali sampai akhirnya memutuskan untuk menuju gerbong makan dan menghubungi petugas.

Hampir di depan gerbong makan kami bertemu petugas yang mengecek tiket. Sok tenang kami mengulurkan tiket yang jelas-jelas sudah hangus. Petugas sempat menyuruh saya turun dan menuju kantor entah apa namanya untuk memperoleh penanganan. Tapi Niken berhasil membuat petugas mengizinkan kami ikut di gerbong makan. Alhamdulillah Ya Allah...lega sekali mendengarnya. Setelah berterima kasih kami segera menuju gerbong makan, sekilas..sempat terdengar ucapan petugas yang membuat saya banyak bersyukur atas perlindungan Allah, "Kalau bukan perempuan, pasti sudah diturunkan,"

Insiden tentang kereta bukan hal pertama yang saya alami bersama Niken. Dulu kami juga pernah tertinggal kereta di Gambir karena tertahan hujan selepas berkeliling di INACRAFT. Menginap semalaman di stasiun kereta adalah satu-satunya pilihan yang kami miliki, tentu saja ditemani nyamuk-nyamuk Jakarta yang tidak memberi kami kesempatan untuk tidur nyenyak.

Kembali ke Kuthojoyo, di gerbong makan kami mendapat tempat yang lumayan. Tapi bagian paling memalukannya adalah di gerbong itu juga kami menjadi bahan tertawaan para pegawai. Si mas-mas yang tadi kami tanyai sepertinya puas sekali menyindir setiap lewat, "Salah sendiri, dibilangin nggak percaya,"
Nasib, batin kami. Untunglah, Kuthojoyo hanya berhenti satu stasiun lebih dulu daripada stasiun Tugu. Begitu sampai Kutoharjo, kami berkemas dan bergegas mengejar Prameks-KRL mnuju Yogyakarta. Si mas-mas yang tadi masih dengan isengnya berseru "Kapan-kapan bareng Kuthojoyo lagi ya mbaaak!". Kami berdua hanya mempercepat langkah sambil menahan malu.

Stasiun Tugu.
Masih sama seperti beberapa minggu yang lalu, Yogyakarta juga masih sama mempesonanya. Masih jam tujuh waktu kami meninggalkan stasiun. Jalanan Malioboro yang biasanya macet masih lengang, padahal selama di Jogja sekali-kalinya lewat Malioboro sepi adalah hampir pukul 00.00, tengah malam. Kami menyusuri jalanan sambil sesekali mengambil foto. Ke Yogya itu berarti liburan, gurau kami miris. Pernah dua bulan singgah di kota ini membuat saya sedikit banyak hafal jalanan, tapi bukan rute transjogja. Kami kembali menuruti kata pepatah, malu bertanya sesat di jalan. Aku bertanya jurusan menuju Tirtodipuran, dekat Pojok Benteng Kulon. Tiga orang mas-mas dengan mantap menyebut 2A kepada kami. Bahkan, begitu ada 2A yang tidak lama datang kami segera dibukakan pintu dan dipersilakan masuk.

Shelter Malioboro I di dekat Stasiun Tugu
Transjogja lagi, di jalanan ini. Batin saya sambil sedikit bernostalgia. Saya hampir hafal di luar kepala jalan-jalan tikus dari Yogya menuju Bantul. Banyak hal yang saya alami di kota ini. Kota Pelajar yang dulu pernah saya cita-citakan, kuliah di Yogya, begitulah wacananya. Meskipun berakhir di Bandung, rupanya Allah masih memberikan saya kesempatan untuk merasakan tinggal di Yogyakarta Hadiningrat, kota seniman yang penuh dengan kebudayaan. Sudah hampir tiga puluh menit saya di Transjogja, hmm..sedikit aneh. Harusnya lima shelter saja kami sudah sampai. Tapi ini sudah lebih dari lima shelter, arah lajunya juga semakin ke selatan. Mungkin, mengambil jalan berputar, batin saya menghalau kekhawatiran.

Satu jam.
Transjogja sudah semakin ke utara menyusuri jalanan di dekat Kridosono. Ini aneh! kami berada di arah ayng sangat berlawanan dari tujuan. Bantul itu di ujung selatan, dan Kridosono ini hampir di ujung utara. Kami berdua mulai panik, padahal kami harus mengejar waktu  untuk melanjutkan perjalanan ke Klaten, memburu jam 11 siang sesuai janji. Akhirnya saya bertanya kepada petugas dan mendapatkan jawaban yang membuat terduduk lemas. Rupanya kami salah armada, harusnya kami menumpang jurusan 3A Bukan 2A! 

Kami segera turun dan menunggu 3A di shelter Condong Catur. Kami berdua sudah tidak habis pikir, sebenarnya apa sih yang terjadi?? dua kali berturut-turut. Setelah yang paling fatal salah kereta, kini kami salah transjogja. Padahal kami bukannya sok tahu, tapi bertanya kepada petugas yang seharusnya mengerti lebih baik daripada kami. Satu jam kemudian kami kembali menuju pojok benteng barat. Saya yang hanya sekali menggunakan angkutan umum selama di Jogja-Bantul bingung sendiri mau naik apa menuju Tirtodipuran. Akhirnya saya memutuskan untuk naik bus. Ternyata jaraknya cuma 5 menit, kami hanya tertawa tawa menyadari kebodohan saya. Di bawah terik siang Yogyakarta kami memacu langkah. Memotong dua bentang jalan di tengah-tengah dehidrasi dan kelaparan. Maklum, sejak semalam perut kami belum diisi lagi.

Perjalanan kami yang sok-sok an seperti turis rupanya sangat menguras tenaga. Kami sampai di Tirtodipuran dengan bersimbah peluh dan perut kelaparan. Setelah beristirahat hampir 15 menit akhirnya kami melanjutkan perjalanan. Kali ini Klaten, tempat Niken mengadu nasib demi TA.

Klaten.
Sekitar satu jam setelah bus bertolak dari terminal Giwangan Yogyakarta akhirnya kami tiba di Klaten. Di sini, kejutan lain sudah menunggu. Sawah menghampar di sepanjang jalan menuju Wisanka-tempat KP Niken. Berbeda sekali dengan Tirtodipuran yang kecil di tengah kota dan losmen para turis asing. Wisanka sekaligus bengkelnya ada di satu lokasi, besar membentang jauh hingga di ujung. Panas semakin menyengat. Kami bergegas masuk dan membanting tubuh di kursi setelah mengucap salam pada dua orang baik lain yang muncul di cerita ini.

Wisanka, di pinggiran areal persawahan 
Makan, kami butuh makan segera. Mbak Citra dan Mas Ragil segera memboyong kami untuk makan siang. Akhirnyaa..saya bertemu nasi! benar-benar lapar rasanya. Ketika saya bilang porsi makan di Klaten itu kecil, mbak Citra dan Mas Ragil cuma senyum-senyum aja melihat saya yang notabene sudah menghabiskan sepiring nasi dan sepiring cap jay.

Selepas dhuhur dan beristirahat, rupanya masih ada kejutan lain hari ini. Pak Yos, pembimbing KP Niken rupanya tidak bisa datang dari Jakarta. Niken mulai panik, solusinya laporan harus dikirimkan setelah mendapat tanda tangan dari orang yang mewakili Pak Yos. Satu jam selanjutnya kami sibuk mencari dan menelepon agen-agen pengiriman paket dan ekspedisi. 

Setelah deal urusan paket dokumen, kami segera bertolak kembali ke Yogya. Tiket kami memang berangkat dari Yogya lagi. Hari ini sepertinya waktu kami hanya habis di atas bus dan kereta, tapi memejamkan mata barang satu dua jam saja belum. Kami lelah luar biasa sebenarnya, tapi perjalanan ini terlalu seru untuk dilewatkan. Hampir satu setengah jam kemudian kami sampai Giwangan. Tentu saja kami langsung mengarah kembali ke Tirtodipuran untuk mengambil laporan saya yang juga tertahan karena Pak Widi, kepala produksi yang harus bertanda tangan belum di tempat. Ketar-ketir juga melihat jam yang semakin dekat jam lima. Sebentar lagi berarti kantor juga tutup.

Untungnya mbak Haryati, tokoh lain yang super baik masih dengan sabar menunggu. Setelah tiga copy dokumen berada di tangan, kami kembali bertolak menuju shelter transjogja bersama mbak Har. Tujuan selanjutnya adalah Raminten, salah satu rumah makan yang cukup terkenal di Yogyakarta. 

Krisdosono (lagi).
Tepatnya kami berhenti di depan SMP 5. Berjalan sebentar menuju  Kotabaru, akhirnya kami sampai juga. Saya bergegas memesan makanan, nasi dengan pepes tuna dan segelas besar es teller menjadi pilihan saya. Es teler nya super manis dan super banyak! saya hampir tidak mampu menghabiskannya. Sambil ngobrol ngalor ngidul dan meluruskan kaki kami menghabiskan waktu. Kereta kami masih satu setengah jam lagi. Tapi kami mengalami trauma mendalam mengenai ketinggalan kereta setelah insiden terakhir. Datang lebih awal adalah pilihan terbaik. Sambil menunggu kami menjamak sholat dan meluruskan tulang punggung yang sudah sejak kemarin belum juga direbahkan.

Raminten, Kotabaru
Kereta datang lebih cepat dari jadwal. Niken masih di kamar mandi, saya agak khawatir takut tertinggal kereta lagi. Begitu Niken keluar kami bergegas menuju kereta, memastikan kami naik kereta yang benar lalu mengambil tempat duduk. Kami agak shock juga melihat tempat duduk yang anjlok sebelah.,joknya kempes. Ini memang kereta ekonomi, 35 ribu sampai Bandung..tapi seharusnya nggak begini juga kali,  batin saya dalam hati. 

Naik kereta ekonomi bukan hal baru bagi kami berdua. Meskipun tidak sering, tapi sudah cukup terbiasa lah dengan situasinya. Malam ini kami benar-benar lelah dan berharap bisa tertidur nyenyak setelah seharian penuh naik turun bus feat berjalan kaki. Setelah semalam suntuk berganti posisi, berpindah tempat, terantuk meja akhirnya kami sempat terpejam barang dua atau tiga jam. Alhamdulillah..fajar telah terbit, tampak dari jendela. Kereta sudah mendekati Jawa Barat.

Kiara Condong.
Dengan ransel di belakang dan langkah yang setengah diseret kami tiba hampir pukul 7.30 di Kiara Condong. Bergegas menuju jalan dan mencari angkot serta berdoa dalam hati agar tidak salah angkot. Waktu seperti berjalan lambat, angkot ini bejalan pelan, saya sudah resah dan berkali kali menanyakan jam pada Niken. Sudah hampir setengah delapan, jam 9 nanti saya harus ke kampus padahal.

Pukul 08.00 akhirnya kami sampai di dapur kosan. Niken merebus air untuk teh sementara saya berlari ke atas menyambar handuk. Hari ini luar biasa sekali, perjalanan melelahkan dua hari kemarin adalah satu hal yang tidak akan terlupakan. Kembali masuk kamar sekitar jam sembilan malam, saya membanting tubuh di kasur dan mengucap doa sebelum tidur.

Satu hal yang saya rasakan selama perjalanan ini, cinta Allah pada saya, dan cara-Nya membuat saya mengucapkan syukur. Banyak nikmat kecil yang terkadang tidak disadari oleh kenyamanan yang melenakan kita. Allah menjaga kami berdua dengan caranya sendiri, menguji kesabaran kami atas prasangka baik pada-Nya. Bersama dengan berbagai masa sulit, sebuah pertolongan kecil sekalipun rupanya sangat..sangat berarti. Perjalanan ke Yogya saya kali ini dipenuhi hal-hal luar biasa, benar-benar luar biasa.

Sabtu, 18 Februari 2012

ce.ri.ta

Cover ce.ri.ta's catalogue, designed by : Rafika Hasna

Abaikan postingan ini jika Anda memang tidak ingin membacanya :D. Saya hanya ingin sedikit bercerita tentang ce.ri.ta, tempat saya melabuhkan mimpi pertama saya terhadap dunia.

Jika sembilan dari sepuluh pintu rezeki yang disediakan Allah bagi umat-Nya adalah melalui perniagaan, kini saya berarti sedang mencari kunci untuk membukanya. Ini adalah langkah awal untuk memulai agenda 'usaha untuk masyarakat', yang meskipun tidak berbasis community development tapi merupakan sebuah langkah besar. Jika banyak orang mengira ini hanya 'acara' jualan biasa, bagi saya ini adalah awalan yang luar biasa. Saya tidak main-main kalau saya berkata bahwa saya 'malas' mengirimkan CV, dan akan sangat menyenangkan kalau nantinya saya yang menerima CV :D. Ucapan itu sebagian dari doa, bukan?

Ini adalah langkah-langkah yang saya ayunkan untuk meraih cita-cita. Seperti apa caranya? hanya Allah yang tahu cara-cara apa yang nantinya akan saya pilih. Ayunan langkah pertama saya hari ini: Release katalog wedding souvenir ce.ri.ta. 

Doakan saya teman-teman, Saya pun juga akan berdoa. Membumbungkan impian ke langit-langit, dengan bantuan angin melayangkannya ke angkasa, menembus cakrawala melintasi awan yang bisa tergapai.

facebook ce.ri.ta http://www.facebook.com/cerita.cerita.spesial 

Selasa, 14 Februari 2012


KEMMA ITB 2008
Dari kiri ke kanan: 
(atas) Dito (DP'08), Saya, Niken (DP'08), Muti (GL'08)
(bawah) Sulthon (EL' 08), Irsyad (MA'08), Erwan (TM'09)
minus dua lagi, April (DKV'08) dan Yudha (Kimia '08)
(Sabuga, Januari 2012)

Yang ini adalah teman-teman seperjuangan dari Madiun. Muti adalah teman saya dari TK sampai kuliah. Dito , Yudha dan Niken adalah teman saya sejak SD sampai kuliah. Irsyad dan Erwan adalah teman sejak SMP hingga kuliah juga. April adalah teman sejak SMA hingga kuliah. Sulthon adalah satu-satunya newby yang baru dikenal ketika tahun pertama kuliah. Madiun memang kecil :D

Keluarga besar Boulevard ITB. Banyak yang belum ikut dalam photo session kali ini, ditunggu kloter selanjutnya. Satu dari banyak hal menyenangkan selama 21 tahun terakhir, bertemu para juralis luar biasa!

Selarik Doa Penuh Cinta


Ya Allah, sesungguhnya Engkau mengetahui hati-hati ini berhimpun dalam cinta pada-Mu, telah berjumpa dalam taat pada-Mu, telah bersatu dalam dakwah pada-Mu, telah berpadu dalam membela syariat-Mu. 
Teguhkanlah, Ya Allah, ikatannya.
 Kekalkanlah cinta kasihnya. 
Tunjukilah jalan-jalannya. 
Penuhilah hati-hati tersebut dengan cahaya-Mu yang tidak pernah hilang.
 Lapangkanlah dada-dada kami dengan kelimpahan iman kepada-Mu dan indahnya bertawakkal kepada-Mu.
 Hidupkanlah hati ini dengan Ma'rifat kepada-Mu. 
Matikanlah ia dalam syahid di jalan-Mu.
 Engkaulah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong.
 Ya Allah kabulkanlah. 
Dan sampaikan shalawat dan salam kepada junjungan kami, Nabi Muhammad SAW, kepada keluarga dan para sahabatnya 
(Doa Rabithah)

Untuk kakak-kakak, teman-teman, dan adik-adik yang akan dan selalu berjuang untuk KISR, untuk Islam di bumi Allah. Karena kita keluarga...

Kamis, 09 Februari 2012

USAID Dampingi Kabupaten Bandung Garap Ibu dan Bayi

(klik judul di atas untuk mengakses laman USAID Dampingi Kabupaten Bandung Garap Ibu dan Bayi)


Momentumnya semoga selalu pas, semoga yang dikerjakan dengan penuh cinTA dapat bermanfaat bagi umat. Sedikit membantu akan lebih baik daripada tidak sama sekali :D

Minggu, 05 Februari 2012

Home Birth

Apa lagi yang membuat saya blusak-blusuk mencari tahu tentang persalinan, bidan dan lala lilinya kalau bukan karena cinTA saya yang besar? haha..jangan ikut tertawa, tapi saya mulai tertarik dengan semua hal ini. Terlebih saya juga adalah seorang perempuan yang fitrahnya nanti juga harus merasakan proses luar biasa bernama melahirkan ini.

Lantas kenapa home birth? masih berkaitan dengan topik TA saya yang akan lebih condong dengan masalah persalinan di rumah pasien, saya mulai mencari tau tentang proses persalinan. Seperti halnya awam yang lain, beberapa jam yang lalu saya pun masih beranggapan bahwa persalinan paling ideal itu ya di klinik bersalin atau di rumah sakit. Kenapa? jelas yang pertama adalah kelengkapan fasilitas medis, ketersediaan tenaga ahli dan lingkungan steril, terdengar nyaman dan terbaik bukan?. Tapi ternyata bukan, secara alamiah proses melahirkan justru tidak membutuhkan situasi yang sangat mengintervensi seperti yang terbangun di rumah sakit maupun klinik, justru situasi yang familiar yang dibutuhkan. Rumah, adalah tempat terbaik untuk melewati masa luar biasa tersebut.

Melakukan persalinan di rumah sendiri memang kini menjadi sangat asing bagi masyarakat perkotaan. Stigma bahwa persalinan di rumah sendiri merupakan akibat masalah finansial, tidak aman dll memang melekat erat pada pemikiran masyarakat kebanyakan. Namun, nyatanya rumah adalah tempat terbaik bagi seorang ibu untuk melalui proses persalinan. Dengan catatan, ibu tersebut memiliki kondisi prima, sehat dengan asupan nutrisi baik serta didampingi oleh tenaga medis yang berpengalaman. Sayangnya, kebanyakan masyarakat Indonesia yang memilih melakukan persalinan di rumah adalah ibu-ibu dari kalangan bawah yang terkendala masalah finansial untuk mendapatkan pelayanan dokter. Hal ini justru berbahaya karena bisa jadi, kondisi lingkungan, fisik dan mental ibu justru merupakan alasan tidak diperbolehkannya proses home birth ini. Pasalnya, kondisi ibu yang mendapat asupan nutrisi rendah justru memperbesar kemungkinan adanya kendala dalam proses persalinan.

Bagi ibu yang memiliki kondisi prima, persalinan di rumah dengan lingkungan yang familiar dan keberadaan orang tercinta merupakan sebuah anti stress tersendiri. Lagipula, menurut catatan medis, resiko yang mungkin dialami oleh ibu yang melahirkan di rumah dengan yang di rumah sakit dalam kondisi normal sama besar. Tentunya, hal ini harus dibarengi dengan persiapan yang sangat matang mengenai kondisi terburuk yang mungkin terjadi. Kesediaan transportasi dan lokasi fasilitas kesehatan harus diperhitungkan sebaik mungkin guna mengatasi kondisi terburuk yang mungkin terjadi. Karena pada dasarnya, home birth hanya bisa mengakomodasi proses persalinan secara normal. 

Hmm..menarik bukan? di Eropa, persalinan seperti ini sudah lazim dilakukan, sebaliknya di Amerika cara ini masih banyak menuai kontroversi. Sedangkan di Indonesia, home birth justru merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, terutama yang berada di daerah. Namun, dalam pelaksanaannya, homebirth di Indonesia harus terus dipantau karena kondisi ibu yang seringkali tidak prima. Begitu juga dengan fasilitatornya, tenaga medis harus tetap ada. Kepercayaan masyarakat terhadap dukun bayi yang tidak memiliki pengetahuan medis menjadi sebuah tantangan bagi pelaku home birth di pelosok nusantara.

banyak lagi tentang home birth di http://www.bidankita.com

Iinilah Alasannya

Ini adala file pertama yang saya buat dalam rangka untuk mnyemangati diri sendiri menyambut hari-hari penuh cinTA di semester 8. Penting sepertinya menuliskan apa yang membuat saya harus menciTA i TA saya agar nanti saya tidak lupa diri dan frustasi di tengah jalan. 

Jadi, awalnya adalah buntu. Ya, BUNTU, kata yang selalu menjadi momok besar bagi mahasiswa desain seperti saya. Pengumpulan judul tinggal beberapa jam lagi dan saya masih tidak tahu harus mengangkat topik apa lagi. Tiga topik kesukaan saya yang tentunya berkaitan dengan eksplorasi material sudah hangus ditolak dosen. Topik pemotong rumput, kemasan oleh-oleh bahkan sempat saya sertakan di pengumpulan kedua. Tapi masih saja, nihil hasilnya. Cari lagi, itulah satu-satunya ikhtiar yang mempertemukan saya dengan topik ini (masih belum diungkapkan ;p).

Intisari edisi lawas. Hasil dari membongkar rak buku ibu kosan di dekat meja makan. Biasanya saya hanya membaca sekenanya, dari satu judul ke judul lain bahkan tidak sampai selesai. Tapi ada yang menggelitik hati saya, artikel tentang pengabdian bidan desa di daerah-daerah yang kurang beruntung. Fasilitas minim, perjuangan yang lebih berat, penerimaan masyarakat yang masih rendah dan berbagai cerita mewarnai kisah pengabdian bidan desa yang saya temukan dalam salah satu artikel sosok. Tiba-tiba saya yang biasanya community development by craft oreiented langsung tertarik. Awalnya saya ragu, masak iya saya bikin ginian..belum lagi nanti lokasinya susah, saya pun sama sekali asing dengan dunia medis, terlebih kebidanan. Tapi, ini adalah salah satu hal yang mendasar bagi kehidupan manusia. Melahirkan, giving birth dalam bahasa asing, bagi saya adalah sebuah hal yang sangat menakjubkan! dan rupanya masih banyak masalah dalam prakteknya di masyarakat kita (setidaknya yang saya rasa hingga saat itu). Fasilitas yang tidak bisa dinikmati oleh masyarakat pedalaman, kerepotan luar bagi tenaga medis untuk menjangkau pasien, banyaklah yang sepertinya membuat dada saya sesak saat itu. Akhirnya, saya membulatkan tekad, Bismillah Ya Allah..hanya pada-Mu hamba memohon kemudahan, bisik saya sambil mulai mengetik.

Dan, here we go!
Topik penuh cinTA saya kini adalah kit bidan untuk proses persalinan di Desa Kidang Pananjung, Kecamatan Cililin. Desa ini terletak di Bandung Barat, jauhlah dari Tamansari. Penampakan alam yang berupa perbukitan membuat jalanan menanjak dan menurun curam, bahkan banyak kondisi jalan yang rusak dan belum diperbaiki. Aksesnya juga cukup sulit, harus ada kendaraan sendiri karena tidak ada angkot yang lewat. Pertama kali saya mendapatkan lokasi ini adalah dari teman Pengabdian Masyarakat KM ITB. Dengan dibantu oleh seorang senior yang hingga sekarang masih aktif memantau desa ini, saya memulai perjalanan saya di Kidang Pananjung. Dan rupanya kini belum berakhir, selamat datang kembali di Kidang Pananjung, selamat datang bagi Anda di Kidang Pananjung. Semoga Allah selalu mengukuhkan niat saya untuk menjadi seseorang yang mampu membawa perbaikan
anak-anak di Kidang Pananjung

Gerbang desa Kidang Pananjung, masuknya masih jauh lagi

Perumahan warga

DP 2008


Formasinya hingga kini hanya berkurang satu, Muhammad Vishnu Arrasyid. Gambar ini diambil menjelang pameran tahunan Desain Produk Berkarya 2011.

Weekend KISR 2011

Sebagian LD'08

Sebagian LD'08 pas hari pelantikan LD'10
Dari kiri ke kanan:
 (atas) Teknik Sipil, Teknik Lingkungan, Teknik Elektro, Geodesi, Teknik Industri, Desain Produk, Arsitektur, Desain Produk, Teknik Geofisika.
(bawah) Teknik Perminyakan, Teknik Mesin.

Bhinneka Tunggal Ika,
Inilah Indonesia

Jumat, 03 Februari 2012

Ah..sepertinya saya haus untuk berjalan-jalan. Meyusuri bentangan tanah nusantara dari ujung barat ke ujung timur, merentang jarak dari utara ke selatan. Saya iri sekali dengan para pelaku perjalanan yang menceritakan betapa luar biasanya nusantara ini, betapa bersahajanya kearifan lokalnya, betapa banyaknya ilmu yang bisa diperoleh. Dan sebaris doa selalu terselip pada Tuhan Sang Pemilik Segalanya, tentang waktu yang dititipkan-Nya. Semoga sempat menelaah makna Bhinneka Tunggal Ika yang menautkan hati-hati yang berbeda. Menikmati cercah mentari di bumi timur, menyesap hangat di tanah barat. Belum sempat diwujudkan keinginan ini ya Allah, harus puas dengan cerita-cerita dari seberang. Tapi tidak apa-apa..setidaknya aku mulai mengenal rumahku ini perlahan-lahan, namun mimpi ini masih akan terus dibumbungkan.

Janji Untuk Ladya

Firasat yang dinyanyikan Dewi Lestari masih berdengung menyeruak di antara udara dingin kamarku. Aku masih melamun menatap layar..tercenung membaca email terakhir darinya. Sudah hampir tiga bulan yang lalu, email terakhir yang kuterima adalah satu-satunya hal yang tersisa darinya.
"Ladyaaaa...", 
aku masih mengingat bagaimana Ia memanggil namaku setiap pagi. Menyunggingkan senyum renyah di sela lambaian tangannya.

Tetes hangat di pipi menyadarkanku tiba-tiba. Aku menangis lagi.
Sudah tiga bulan juga, aku selalu menangis ketika mengingat kepingan fragmen tentang dirinya. 

"Kita akan mengunjungi Paris suatu hari nanti, mewujudkan impianmu Ladya," 

sebaris kata yang selalu diucapkannya ketika aku memandang lekat foto Eiffel yang terpampang besar di dinding kamarnya. Ia juga ingin pergi ke paris, seperti diriku. aku semakin tergugu dalam diam.

Gemerisik angin mempermainkan kelambu di tepian jendela. Malam semakin dingin meremas kulit. Aku tak kuasa lagi menatap layar di depanku. Membaca lagi deret kalimat darinya. Ia menyertakan beberapa file foto yang entah didapatnya dari mana, Eiffel dan Paris..tempat yang selalu kami angankan di setiap menjelang libur.

"Aku tidak bisa menepati janjiku padamu Ladya, hanya ini..anggap saja sedikit usahaku untuk memenuhinya."

Saat itu aku marah dan tidak mengerti kelakuannya.

"Berjanjilah padaku, kau akan mengunjungi Paris kita Ladya, meskipun tanpa diriku,"

Aku semakin marah kepadanya. Ia tak pernah memberi kabar lagi setelah itu. Lenyap bersama jejaknya yang tertimpa hujan. Ia mengingkari janjinya kepadaku.

"Ucapkan selamat jalan padaku Ladya, mereka bilang tidak lama lagi,"
baris itu membuat duniaku tiba-tiba menjadi gelap. 

Ia tersenyum, hanya berdiri mengambil jarak dariku. Aku mencoba menggapai tangannya namun tidak sampai. Aku berteriak-teriak memanggil namanya, memintanya mendekat dan mengikutiku. Tapi ia tak bergeming, mematung dengan menyungging seulas senyum. 
"Aku akan pergi Ladya, bukan ke Paris..tapi lebih jauh lagi. Mungkin lama lagi baru kita akan bertemu. Kau akan membiarkanku pergi bukan? iya kan Ladya? 

Lalu aku hanya bisa memandangnya perlahan menghilang dari pandangan.......dan tak berbekas ketika aku berucap lirih 
"Sampai jumpa Cempaka..aku merelakan dirimu pergi,"

Sedikit Cerita tentang CinTA


Hari ini adalah pertemuan pertama kelas penuh cinTA setelah tertunda sejak Rabu dan sejak pagi tadi. Dosen pertama yang masuk hari ini adalah pak Susanto, yang biasanya memunggawai permasalahan manajemen. Beliau banyak menjelaskan tentang desain yang berorientasi pasar, memang basic beliau adalah pemasaran. Meskipun pada awalnya saya bosan setengah hidup mendengarkan teori pemasaran, namun akhirnya pada hal ini lah saya jatuh cinta.

Desain adalah hidup saya selama hampir 3,5 tahun terakhir. Kadang salah disebut seniman, dicibir karena selalu santai dan selalu tidak dipercaya jika juga punya waktu sibuk. Intinya, masih sering dipandang sebelah mata lah
Tapi yasudahlah, toh saya sangat bersyukur dengan semua ini. Namun entah kenapa, untuk menjadi seorang desainer beneran rasanya masih sangat jauh. Dan passion saya pun sejak awal..perlu ditanyakan kembali. Orientasi saya bukan jadi top desainer seperti alvin atau theo, tapi pada sociopreneur seperti singgih. Saya tidak pernah menolak menjadi desainer, saya juga sangat kepengin menjadi desainer top, tapi tidak semata-mata sendiri. Saya ingin mengajak serta para tetangga, saudara-saudara..pemberdayaan masyarakat menjadi cita-cita saya. 

Kembali pada Pak Susanto, tanpa beliau yang memaksa kami untuk mencoba berwirausaha mungkin saya hingga kini belum lagi jatuh cinta. Dunia wirausaha memang penuh dengan hal-hal yang serba tidak pasti. Tapi itu berarti membuat kita terus berpacu. Satu titik lagi menuju passion yang saya cari. Deklarasi ini mungkin kelak bisa mengingatkan ketika tengah terpuruk. Betapa cinta bisa menjadi sumber keyakinan. Cinta pada Rabb akan membawa kita pada keyakinan teguh. Cinta adalah langkah awal, untuk memulai perjalanan. Ya Rabb, aku mencintai jalan ini untuk mendekat lagi ke jalan-Mu. Jalan bakti untuk menegakkan tugas menjadi khlaifah di muka bumi.