Jumat, 27 Desember 2013

Hati yang Penuh Cinta

Hari ini tinggal menghitung hari saja kapan saya akan mengangkat kaki meninggalkan kamar tercinta saya. Meninggalkan jalanan yang dulu sering menjadi teman merenung sembari menatap gedung hotel di ujungnya. Meninggalkan rindu-rindu yang entah apakah cukup dimasukkan dalam kotak sepeti baju dan buku yang telah lebih dahulu kembali. Meninggalkan segala hal pertama dan terakhir dalam perantauan.

Allah sudah terlampau baik, dan bagaimanapun saya sangat berharap Dia akan selalu baik. Disini Dia menitipkan banyak cerita untuk didengar, dibaca dan dirasakan. Membuat burung, angin, dedaunan seakan selalu berbisik lembut menemani saat sendiri. Dia membawakan sahabat dari yang lalu hingga yang akan datang. Menguji cinta dan kesabaran yang seringkali tertinggal.

Allah menitipkan banyak cinta di dalam hati. Yang bagaimanapun akan ada yang datang juga pergi. Dalam rintangan Dia menunjukkan cinta-Nya, rindu munajat dengan buliran air mata. Dalam bahagia Dia merengkuh hati yang lemah, tertawa dalam tawa kita. Datang dan pergi, kembali atau selamanya aemua adalah rahasia-Nya. Juga hati yang telah terbawa oleh siapa saja, kemana saja. Saya masih belum tahu juga bagaimana mengotaki semua ini agar tidak ada yang tertinggal. Tapi sayang, jejak kaki telah berkalang tanah. Menjadi satu dengan debu, menempel di segala penjuru. Tempat ini sudah sedemikian lekat, saya telah terlambat.

Dan di penghujung pekan yang tidak lama lagi, syukur begitu membuncah di dalam dada. Apalagi yang akan saya bawa? selain cinta dari mana-mana. Bukankah dalam cinta yang jauh akan selalu terasa dekat? bukankah dalam cinta yang sulit akan menjadi mudah? bukankah dalam cinta tidak lagi ada sendiri? bukankah kelak orang-orang yang saling mencintai, mencintai karena-Nya akan dihimpun bersama di salah satu sisi-Nya? maka tidakkah saya ingin menjadi bagian dari cinta-cinta tersebut, yang kelak abadi disebut di antara para malaikat.

Cinta-Nya telah membawa saya berada di sini, hingga kini sebentar lagi akan pergi. Cinta-Nya membuat saya jatuh hati padamu, pada kalian, pada segala hal yang telah saya bagi cinta. Di sini, tempat saya menghayati, mencoba mengerti dalam sepi dan sendiri yang antara maya dan nyata. Dan disini juga ada akhir dan mula.

Ya Allah, atas nikmat yang begitu tak terhitung, atas bahagia yang membuat hati begitu buncah, atas air mata yang membuat dada lapang kembali, juga atas setiap hati yang Kau pertemukan dalam perjalanan ini, terimakasih. Syukur macam apa lagi yang bisa dipanjatkan oleh seorang hamba yang sering terlupa. Semoga Engkau tidak hilang percaya menitipkan segala, dalam asa, doa-doa dan hati yang penuh oleh cinta-cinta. Dan hingga akhirnya nanti kaki ini melangkah, pasti bukan sesal atau kesedihan yang mengiris dada. Jadikan syukur dan kerinduan atas segala yang luar biasa.

Bandung, 26 Desember 2013

Jumat, 01 November 2013

SPN #4: Melestarikan Umat di Muka Bumi

Bismillahirrahmaanirrahiim..
Akhirnya saya diberi kesempatan untuk menyicil janji untuk menuliskan ilmu yang diperoleh dalam Sekolah Pra-Nikah. Materi hari ini ssebenarnya merupakan materi pertemuan ke-4 meskipun kelas SPN baru terlaksana sebanyak 3 kali selama bulan Oktober. Agar tidak terlalu banyak yang terlupa maka saya akan menuliskan yang paling baru terlebih dahulu baru menyusulkan materi dari dua pertemuan sebelumnya. Semoga bermanfaat :)



“(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan- pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat.” [QS. Asy Syuro (42):11]

Salah satu tujuan penting yang tidak dapat ditinggalkan dalam membangun pernikahan adalah memperbanyak keturunan yang nantinya akan terus mengakkan agama di muka bumi. Sejak di bangku sekolah kita semua pasti sudah memahami adanya proses yang dilalui oleh makhluk hidup untuk menghasilkan keturunan. Manusia, yang didaulat menjadi khalifah di muka bumi pun demikian, secara alami memiliki naluri untuk melestarikan keturunan. Bagi sebagian orang, membicarakan seks seringkali masih dianggap tabu. Dalam pertemuan terakhir SPN, pemateri menjabarkan bahwa urusan hubungan suami istri tidak jarang menjadi akar permasalahan dalam rumah tangga. Oleh karena itu, sebenarnya hal ini tidak kalah penting juga untuk dipelajari dan dipahami.

Ah..sebenarnya saya agak bingung juga bagaimana menuliskan materi ini di blog. Terlepas dari berbagai penjelasan yang bersifa teknis, keberhasilan dalam hubungan antara suami istri sebenarnya tidak bisa lepas dari penerimaan dan pengertian antara satu sama lain. Seorang suami harus dapat mengerti kondisi istrinya, begitupun dengan istri. Kondisi di sini berarti luas, mulai dari kondisi fisiknya maupun psikisnya. Dengan begitu, terjadinya kesalah pahaman bisa dihindari dan kedua belah pihak tidak akan merasa dirugikan. Secara anatomi pria dan wanita memiliki anatomi yang berbeda. Fase-fase yang dicapai dalam hubungan seksual antara pria dan wanita pun berlangsung dalam titik dan durasi yang tidak sama. Berbeda dengan pria yang hanya mengalami puncak dalam durasi waktu sekitar lima menit, wanita cenderung lebih lama sebelum mencapai puncak dalam hubungan seksual. Oleh karena itu disunahkan untuk melakukan foreplay atau pemanasan terlebih dahulu, bahkan Rasul pun menganjurkan agar pria terlebih dahulu merayu wanita yang tidak lain adalah bagian dari foreplay tersebut.

Dijabarkan sedikit tentang pria yang dalam perjalanannya sebelum menikah menanggung keadaan harus menahan syahwatnya. Oleh karena itu, setelah menikah hasrat seksualnya begitu besar sehingga pemateri mengibaratkan seperti keran air yang terbuka pintunya. Dalam awal pernikahan tidak mengherankan jika pria memiliki hasrat seksual yang sangat besar bahkan tidak tertahankan. Berkaitan dengan hal tersebut, dianjurkan agar wanita tidak segera hamil sebelum hasrat tersebut reda.

Selanjutnya adalah sedikit mengenai kehamilan dan janin. Diterangkan bahwa sejak dalam kandungan janin telah memiliki ikatan yang kuat dengan ibu. Kondisi lingkungan yang buruk atau suasana hati yang buruk dapat berpengaruh langsung terhadap janin di dalam kandungan. Janin dapat merasakan apa yang ibu rasakan, maka jika kondisi mental sang ibu buruk janin akan stress bahkan mati. Sebaliknya jika kondisi ibu baik dan di dukung dengan lingkungan yang baik pula, janin akan tumbuh dengan baik. Yang paling penting untuk diketahui adalah, kondisi janin saat kehamilan rupanya sangat mempengaruhi pertumbuhan karakter. Jadi jika ibu terbiasa marah-marah ketika sedang mengandung maka karakter tersebut akan terbawa pada janin, sebaliknya jika janin dilatih untuk sabar dan selalu dalam kondisi positif kelak dia pun akan memiliki karakter positif.

Sebagai penutup kita harus kembali pada konsep awal bahwa pernikahan merupakan sarana yang diberikan Allah untuk menghindari zina, bahkan mengubah apa yang dilarang menjadi berpahala.Yang perlu diingat lagi adalah niat di awal, bahwa menikah merupakan salah satu upaya untuk menyempurnakan agama. Dengan begitu, kita akan bisa memahami bahwa setiap orang memang tidak sempuna. Namun karena ketidaksempurnaan itulah pria dan wanita dipersatukan. Perbedaan dan kekurangan satu sama lain tidak seharusnya menjadi sumber keretakan rumah tangga. Jika salah satu dari pasangan memiliki masalah, sudah seharusnya hal tersebut dipecahkan bersama.

Semoga yang sedikit ini bermanfaat, dan mohon maaf jika tulisan ini lebih banyak tidak jelasnya daripada penjelasannya. Referensi lain mengenai materi ini dapat di buka di tumblr Kurniawan Gunadi yang juga telah menuliskan tentang materi SPN. Semoga bermanfaat :D

Jumat, 25 Oktober 2013

Suatu Hari Nanti

Bicara tentang cita-cita, jika dingat-ingat lagi rasanya cukup menggelikan. Dulu sekali, ketika masih kecil, jika ditanya tentang cita-cita saya akan menjawab: "Pengen jadi pedagang semangka", kenapa? karena saya sangat menggandrungi semangka saat itu. Setelah duduk di bangku sekolah, mulailah konsep cita-cita sedikit demi sedikit saya kenal. Masih ingat kan, waktu zaman SD dulu sedang sangat nge-trend buku diary lucu-lucu? Pilot, astronot, dokter, menjadi profesi yang paling sering di tulis di bagian biodata ketika mengisi diary baru seorang teman. Hingga ketika SMP dan SMA cita-cita secara spesifik tidak lagi bisa saya katakan. Apa yang saya inginkan di masa depan nanti? ingin jadi apa? sesaat menjadi pertanyaan yang kalau bisa sih dihindari jauh-jauh. Astronot, pilot, dokter menguap. Pikiran tentang jurusan apa yang harus diambil di PTN mendominasi kepala. Tidak ada lagi 'mau jadi apa' yang ada adalah 'masuk jurusan apa', 'universitas mana'. Saya tetap tidak bisa memutuskan sampai di akhir bangku SMA Hingga di awal semester terakhir saya memutuskan, saya akan masuk ke Fakultas Seni Rupa dan Desain, di Institut yang katanya Terbaik Bangsa.

Menjadi desainer selalu saya pikir adalah pilihan yang menyenangkan. Dengan tekad bulat dan kekerasan kepala yang luar biasa, saya memilih untuk berada di sini. Meskipun dari awal tujuan di kepala saya adalah ingin memiliki offset, percetakan. Yang bisa mencetak buku-buku dengan cover lucu, yang selalu ketika disebut oleh bapak saya terdengar tidak bergengsi, "pengen punya offset cetak undangan". Saya selalu dongkol dalam hati dan memilih menghindar jika obrolan tentang offset itu diangkat ke permukaan. Dan nyatanya, kini saya tertarik juga untuk nyemplung di usaha percetakan undangan, meskipun bukan dalam skala industri.

Dan suatu hari nanti itu telah menjadi hari ini. Saya yang sekarang adalah seorang desainer produk di perusahaan di bidang art-craft. Meskipun begitu, saya selalu saja segan menyebut diri seorang desainer. Dan hari ini, saya selalu saja kesulitan menjelaskan pada orang-orang yang bertanya apa pekerjaan saya, apa yang saya kerjakan. Masih sedikit orang yang bisa mengerti bahwa profesi tidak hanya menjadi dokter, insinyur, guru, maupun pilot. Apalagi desainer yang tidak hanya mendesain iklan, poster, iklan, film, kereta api, interior, mobil dan pesawat. Ada desainer yang mendesain art-craft, craft, kerajinan. Barang-barang kecil yang masih saja dianggap sebelah mata, tidak disadari keberadaannya. Saya desainer art-craft, yang selalu dibilang orang pekerjaan mudah dan ditanyai, "mengapa tidak mendesain yang lebih hebat seperti mobil atau kereta?". Jawabannya mudah, "Saya tidak suka,", dan apakah berarti pekerjaan saya ini tidak penting di muka bumi? bukankah Allah menyukai keindahan? dan desianer menciptakan keindahan dan kemudahan. Biarpun hanya lewat sebiji plakat, sebuah kotak, ini adalah salah satu jenis profesi.

Terlepas dari tentang hanya desainer, ada lagi yang tentang hanya perajin. Jika suatu hari nanti saya berpindah hati menjadi seorang perajin, apakah pula hal ini menjadi sesuatu yang sangat disayangkan? Mungkin bagi beberapa orang. Bagi saya menjadi perajin adalah menjadi seorang yang rajin *yah.., hehe. Akan sangat seru sepertinya menjadi seorang perajin. Dan demi untuk mengawinkan hobi kumpul-kumpul saya yang selama ini jarang terealisasi, sepertinya akan menjadi hal yang luar biasa menyenangkan. Satu lagi cita-cita saya setelah kini berusia kepala dua, sederhana saja, crafty days di kota kelahiran. Craft comunity, crafty days, entrepreneur community, bersama para teman-teman di sana nantinya, saya akan mengejar cita-cita menjadi designpreneur, istilah yang jika tidak ada ini harus diada-adakan, hehe. Dikepala saja bertumpukan ide-ide seru tentang hal ini, meskipun pasti dalam pelaksanaannya tidak aka sedikit halang-rintang. Tapi apa asyiknya jalanan tol lurus mulus tanpa belokan? insyaAllah apapun akan bisa jika berusaha.

Suatu hari nanti, di hari minggu yang cerah. Crafty days itu akan ada, bersama saya, bersama kita. Kita membuat, kita mendesain, kita berkumpul, kita berbagi, kita bercerita. Yah, dari pada nonton FTV kan ibu-ibuuu..yuk ah mari kita buat saja ini crafty days. Boleh jika dberi kesempatan saya menjadi ketua panitia, catet, amini ya malaikat :).

Kamis, 24 Oktober 2013

Es Pe En

Pict: http://www.confetti.co.uk
Ketika menemukan gambar ini, tagline-nya tiba-tiba terdengar begitu menarik "Countdown to  your wedding". Saya memang dengan sengaja ingin menuliskan terkait countdown to 'this things you-know-what" karena bagi angkatan saya, saat ini topik menikah dan pernikahan sedang sangat naik daun. 

Bagaimanapun, hal tersebut sangat berdampak pada kehidupan pribadi maupun sosial seseorang di usia 20-an. Saya sendiri saat ini sedang berada di-awal-menengah- usia 20-an, dengan berbagai pertanyaan "Sudah punya pacar belum?", "Kapan dikenalin pacarnya ke kita?", hingga "Kapan menikah?" yang santer dimana-mana. Sebelum akhirnya ada yang bertanya, "Mau nggak, nikah sama aku?" #tsaaahhhh..saya merasa sangat perlu untuk mengambil ancang-ancang menuju pernikahan. 

Akhirnya, dalam rangka mempersiapkan keberhasilan menuju pernikahan yang entah kapan tiba masanya, daripada galau tak berujung mari kita bersiap. Saya memilih memulai dengan mempelajari teorinya dulu. Pernikahan adalah sebuah awal perjalanan, bukan akhir muara. Di dalamnya setengah iman yang digenapkan oleh ijab qabul diuji keteguhannya. Ia adalah sebuah perjanjian suci, yang menghalalkan apa yang sebelumnya haram bahkan menjadikannya ibadah yang mulia. Nah, untuk itu bekal sangat perlu dicari dan dipersiapkan. Sebelum bekal jodohnya diberikan sama Allah, yasudah cari bekal ilmunya dulu, hehe. Mulai bulan Oktober ini saya telah memantapkan niat untuk mengikuti Sekolah Pra-Nikah. Bukannya saya sudah mau menikah bulan depan atau dua bulan depan, tapi ya siapa tahu Allah kapan akan mempertemukan? 

Dalam rangka membagi ilmu dan memantapkannya di kepala, tulisan mengenai Sekolah Pra-Nikah (SPN) InsyaAllah akan diposting agar ilmunya tidak hanya mandeg di buku catatan dan pikiran saya. Sebelumnya sudah ada beberapa teman yang juga menuliskan tentang hal yang sama di SPN angkatan sebelumnya, insyaAllah nanti di link-kan agar bisa menjadi referensi.  Semoga Allah memberikan kelancaran dan menjauhkan dari rasa malas untuk menuliskan tentang SPN di sini.

Kamis, 26 September 2013

Live Your Live!

Ketika datang pagi menjejakkan kaki. Berdiri, menyesap udara, mengenali suara, meraba-raba dunia.
Berbisik lirih pada angin ,"hari ini akan sangat luar biasa"
Sayup ragu mengiring langkah, mencoba membungkus udara dengan ketakutan.
Orang-orang bilang jalanan setapak di depan menuju hutan.
Gelap dan penuh rintangan.
Sedang perjalananku hanya sekali. Berawal dari sini dan berakhir entah dimana.
Kau ingin tahu?
Aku bahkan juga tidak tahu.
Sejenak kuheningkan cipta. Meredakan riuh di dalam kepala yang bertanya-tanya mau kemana.
Aku telah memilih, dan karenanya aku harus terus melangkah.
Perjalanan ini hanya satu kali, tak menawarkan jalan kembali. Tapi ada banyak persinggahan, juga akan ada persimpangan. Aku akan mulai berjalan, dengan atau tidak bersisian. Kita pasti akan bertemu, entah dimana entah kapan.
Perjalanan ini hanya satu kali. Hanya satu kali.

Senin, 09 September 2013

Jalan-Jalan: Masjid Al Irsyad, KBP

Wuhuu..perjalanan menyusuri Floating Market di Lembang belum cukup membuat kami menyerah menghabiskan sisa hari Minggu. Seorang teman yang kebetulan memiliki rumah di kawasan perumahan KBP, Padalarang mengajak kami untuk ikut berkunjung. Wah, kesempatan yang sayang untuk dilewatkan! Bukan saja karena saya belum pernah mengunjungi rumahnya, tapi juga di kawasan perumahan elite tersebut terdapat sebuah masjid yang terkenal unik karena mihrabnya yang tak berdinding. Yak, tanpa dinding, jadi langsung menghadap ke hamparan halaman menghijau. Berikut sekilas foto-foto Masjid Al Irsyad di KBP.

Wajah depan Masjid Al Irsyad, Dinding batako nya disusun membentuk kaligrafi
Selasar menuju tempat wudhu-nya cakeeep
Halaman di samping belakang masjid
Bagian belakang mihrab
Mihrab tak berdinding yang langsung menghadap view pegunungan

Batu dengan ukiran tulisan Allah di tengah kolam di depan mihrab 
Lampu di langit-langit dengan tulisan Asmaul Husna
Secara keseluruhan, masjid ini memiliki konsep arsitektur yang sangat menarik. Didepan mihrab imam, terdapat kolam lengkap berisi ikan yang berkecipak-cipak. Batu bulat bertuliskan asma Allah terletak di tengah-tengah kolam  bisa dengan gagah. Hamparan rerumputan hijau dan bayangan pegunungan menjadi pemandangan yang sangat menenangkan. Sayang sekali, keindahan tersebut tidak dapat dinikmati dengan leluasa dari shaf jamaah wanita karena adanya hijab. Namun secara keseluruhan keindahan masjid dengan arsitektur yang bisa dibilang modern-minimalis ini cukup menarik perhatian. Silahkan mampir jika berkesempatan mengunjungi KBP di Padalarang :).



Jalan-jalan: Floating market

Minggu kemarin akhirnya wacana jalan-jalan akhir pekan kembali terealisasi. Kali ini tujuan kami masih di sekitaran Bandung, tepatnya di kawasan Lembang.

Floating Market adalah sebuah objek wisata keluarga yang bisa dibilang baru. Terletak di jalan raya Grand Hotel, tidak jauh dari pasar Lembang Floating Market cukup mudah ditemukan. Areal parkiran cukup luas, namun masih berupa hamparan tanah berbatu. Teman saya sempat terpeleset ketika akan memarkir motor, untung saja tidak sampai terluka.
Situ (Danau) di area Floating Market
Tiket masuk kawasan terjangkau, hanya 10 ribu rupiah+2 ribu rupiah untuk parkir motor. Tiket pun dapat ditukar dengan segelas minuman ketika di dalam area foodcourt. Segera setelah masuk ke dalam area foodcourt yang memang menjadi tujuan utama kami, kami melakukan survey kecil-kecilan untuk mengetahui kisaran harga makanan. Hal ini dilakukan untuk mengira-ngira berapa uang yang harus kami tukar dengan koin khusus. Dengan koin khusus? Koin khusus apakah gerangan?

Nah, inilah salah satu keunikan Floating Market. Selain sesuai dengan namanya 'Floating Market', dimana para penjual makanan di kawasan ini membuka lapak di atas perahu-perahu kecil yang megambang di permukaan danau, ketika bertransaksi pengunjung hanya bisa melakukan pembayaran dengan koin khusus. Nominal koin tersedia dalam pecahan 5 ribu, 10 ribu dan 20 ribu. Jadi untuk dapat menikmati berbagai jenis kuliner, pengunjung harus menukar mata uang rupiah dengan koin khusus ini.
suasana di Pasar Apung 'Floating Market' saat pagi hari
Meja-meja untuk menikmati hidangan 
Rumah apung di tengah danau
Setelah menemukan menu yang diincar, kami segera menukarkan uang dengan koin dan mencari tempat duduk yang nyaman. Karena masih pagi, cukup banyak tempat duduk yang kosong. Segera setelah itu kami menukarkan potongan kupon dengan minuman hangat. Saya memilih coklat hangat dan memesan tahu mendoan sebagai cemilan sebelum keliling di area sekitar foodcourt. Setelah kenyang dengan tahu dan coklat hangat, saya dan teman-teman sepakat untuk menyewa perahu. Memang, di situ (danau) yang sama, disewakan pula berbagai macam alternatif permainan seperti sepeda air, kano dan perahu. Dengan membayar 70 ribu rupiah, kami berkeliling dengan mendayung perahu. Ini adalah pengalaman pertama saya mendayung perahu, yah meskipun di kolam dan bukan di arus sesungguhnya tetap saja terasa seru! Kami berempat harus kompak agar perahu bisa maju ke arah yang diinginkan, tabrakan antar perahu memang kadang terjadi tapi it's okay! Kami berhasil berkeliling dengan sukses.
'Pelabuhan' Perahu, kano dan sepeda air
Lalu lintas air di kawasan wisata perahu

Puas dengan perahu, teman-teman saya ingin sekali mencoba sholat dzuhur di mushola yang mengapung. Tapi apa daya..rupanya mushola sudah penuh sesak bahkan hingga miring akibat muatan berlebih. Akhirnya kami harus puas sholat dzuhur di 'mushola darat'. Lanjut ke area taman di sekitar danau, sesi foto-foto dimulai, hampir di setiap sudut Floating Market cantik untuk dijadikan background foto, jadilah kita foto-foto sampai puas.
Mushola apung di atas danau
Setelah dari areal taman, kami lanjut ke kawasan souvenir dan rumah apung yang ternyata juga disewakan. Sayang sekali kami tidak bisa mencoba masuk karena ada perbaikan pada beberapa bagian. Setelah puas berkeliling, akhirnya kami kembali ke areal foodcourt untuk menghabiskan sisa koin yang belum di tukar. Wah, semakin siang rupanya semakin ramai. Pengunjung tumpah ruah di kawasan perahu apung yang menjual makanan. Akhirnya saya mendapatkan segelas es tapai dan satu porsi bakso bakar. Setelah tandas, akhirnya kami 'turun gunung' meninggalkan Lembang, bergabung mengular menyusuri kemacetan.

Sampai jumpa minggu depan dengan edisi: Maribaya. Doakan saja rencana trip Maribaya terealisasi ya!

Sabtu, 27 Juli 2013

Geng TPB, CU soon!

Setelah terlalu lelah untuk 'bermain-main' dengan software, bahkan hanya untuk menggambar.


Beberapa waktu yang lalu saya menulis sebuah postingan di tumblr dengan tema :
 "sepi nih ga ada yang ngajakin buka bareng"
Uhuk, terdengar alay ya? Hmm..tapi saya tidak bohong lo, biar deh dibilang alay juga. Rasanya melas gitu hampir satu bulan penuh ramadhan tidak ada buka bersama. Seorang teman kosan jaman TPB rupanya iba membaca postingan tersebut. Dia dengan sigap meninggalkan komen dan mengajak buka bersama : ajakin deh semua.


Nah, ngajakin semua?? Siapa?? Haha..awalnya seperti tidak ada harapan. Tertunda-tunda, belum lagi para pesertanya yang paling hanya bertiga; saya, Niken, dan Nindi. Tapi siapa sangka Allah memiliki rencana lain. Seorang lagi, kakak yang dulu juga sering ngikut kita rupanya berpindah kerja ke Bandung. Juga seorang lagi yang dulu menjelang tingkat dua kabur ke kampus tetangga, rupanya sedang koas di Hasan Sadikin. Jadilah..2008 yang hampir fullteam (minus April yang sekarang di Surabaya) berkumpul kumpul buka bersama. Ini pertama kalinya kami hampir semua ngumpul, juga pertama kali buka bersama setelah sekian tahun. Kebangetan? Yaa maap kakaak..

Alhamdulillah..di tahun ke-5 ini Allah masih memberi kesempatan pada kami untuk bertemu lagi. Rindu rupanya begitu membuncah. Sebelum Nindi menambang di Kalimantan, sebelum Techa sibuk dengan stase obgyn, sebelum kami para desainer lari-lari dikejar deadline, Allah menghadiahkan sebuah pertemuan. Silaturahmi yang lama merenggang, direkatkan kembali oleh Ramadhan. Terimakasih Ya Allah :')

Jumat, 19 Juli 2013

Norak di Pameran

Menjadi mahasiswa di fakultas seni rupa dan desain seharusnya membuat saya akrab dengan berbagai perhelatan seni ataupun pameran. Tapi nyatanya saya yang sampai lulus ini dan 'nyemplung' di area desain-mendesain masih seringkali kagok dan aneh kalau harus mendatangi berbagai event desain. Seperti kali ini, ajakan mendadak mengunjungi event Casa by Bravacasa kembali memaksa saya bergabung bersama arus pengunjung di Pacific Place, Jakarta. Dengan outfit ala kadarnya: rok jersey dan kaos (untung saya masih sempat untuk menukar sandal dengan..sepatu-sandal) berangkatlah kami menuju Jakarta, mendadak dangdut woy!
Venue yang bling-bling, pengunjung yang semua rapi jali, dan tentunya teman-teman saya yang kini sudah menjadi para desainer, rasanya: aneh! Haha. Saya yang sampai hari ini merasa, nggak desainer banget ( oh iyes, dari dulu cita-cita saya sebenarnya menjadi pengusaha, dan semua teman saya meramalkan saya akan menjadi seorang ibu dosen) tentunya tercengang-cengang norak mendatangi pameran ini. Oh..ya ampun, keren-keren..dan anggap saja saya bukan seorang lulusan jurusan desain ternama di seantero Indonesia *eh, saya hanyalah seorang manusia biasa, penikmat dan pengagum. Betapa kerennya manusia-manusia ini.. Membuat sesuatu-publikasi-kepercayaan diri-pengakuan publik dan..dan..ah banyak lagi.
They are designers by the way, teman-teman saya..yang sangat wow berhasil menapaki tangga karir menuju dunia profesional yang sangat seru dan menakjubkan. Tidak ada lagi gerombolan jeans belel dan kaos oblong, kini sudah berganti blazer, suits, heels, dress, pantofel. Waktu berlalu dengan sangat cepat bukan?
Dan saya masih nyaman dengan rok jersey, kaos dan flat shoes. Ah..desainer, kok kayaknya too good to be true.

Kamis, 18 Juli 2013

Bekerja, bekerja, bekerja!

Seharusnya sekalian diteruskan untuk menjadi lirik lagu mars serikat pekarja saja biar seru, heeehe..

Yap, pagi hari ini teringat kembali nasehat dari ustadz Salim A. Fillah yang kira-kira redaksinya : "Bekerjalah, maka keajaiban akan menyapa"
Sebuah potongan nasehat arif, yang mampu menghidupkan kembali semangat yang naik turun dalam menghadapi rutinitas.  Sebagai manusia kita harus selalu memanjangkan ikhtiar untuk mengisi kehidupan. Tapi jika apa yang kita usahakan belum menampakkan hasil, jangan dulu kecewa. Bukankah Tuhan tak pernah tidak mengabulkan doa?

Masih kata ustadz Salim A. Fillah, seringkali, keajaiban muncul dari arah yang tak pernah kita sangka. Maka karenanya, kewajiban kita sebagai manusia adalah terus bekerja keras, berikhtiar. Perihal apakah kita akan mendapatkan apa yang kita ikhtiarkan, itu adalah kehendak Allah, hak prerogatif Allah. Begitupun dengan jalan atau cara kita mendapatkan hasil usaha kita. Seringkali, kita seringkali mendapatkan jawaban, hasil, atau pertolongan melalui cara yang sama sekali tidak terduga. Sudah susah payah menabung untuk membeli sesuatu misalnya, eh..ketika sudah terkumpul ternyata sudah tidak available di pasaran. Tapi siapa sangka ketija pulang, kita justru dokejutkan oleh ayah, ibu atau siapapun yang menghadiahi kita barang tersebut dengan cuma-cuma. Sia-sia menabungnya? Tidak sama sekali bukan?

Kalaupun Allah belum berkenan memberikan apa yang kita minta sekarang, mungkin saja Allah sedang menunggu momen yang tepat untuk memberikan pengganti yang lebih luar biasa. Jadi, sebagai manusia kewajiban kita adalah ikhtiar dan berdoa. Bekerja, bekerja, bekerja! Bukankah dalam Al Qur'an juga disebutkan bahwa Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum, kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa yang ada pada diri mereka? Maka yuk terus bekerja, beraktivitas, belajar. Do something!

Bulan puasa bukan halangan untuk bermalas-malasan dan mengendorkan usaha. Bukan pula alasan untuk datang terlambat ke kantor atau sekolah ( ampun ya Allah -,-). Tapi justru di bulan inI kita ditantang untuk bekerja secara ekstra. Ekstra berusaha mempertahankan dan meningkatkan produktivitas, meningkatkan kualitas hubungan dengan Allah dan sesama, dan tentunya meningkatkan doa untuk terus "merayu" Allah agar semakin menyayangi kita. Jadi terus bekerja dan berdoa, semoga Allah memudahkan setiap ikhtiar dan mengabulkan segala doa.

Minggu, 14 Juli 2013

Menikah dan Pernikahan

Tulisan ini ditulis beberapa bulan yang lalu. Di tengah hari, di meja kerja diantara berbagai kewajiban yang harus diselesaikan

Wots, jangan keburu ngakak dulu dan mengatai saya galau. Ini adalah bahasan sok serius dari orang yang juga sok serius di usianya yang ke-23. Tapi tunggu, sudah saatnya memikirkan tentang menikah dan pernikahan sekarang. Karena tentu saja, menikah dan pernikahan membutuhkan persiapan yang matang. Menikah dan pernikahan bukan hanya urusan cinta atau tidak cinta semata. Bukankah menikahi seseorang berati menikahi seluruh keluarganya? jadi ketika langit bergetar oleh ikrar penyerahan tanggung jawab dari seorang ayah kepada seorang suami, tidaklah disangsikan seberapa sakral prosesi menikah dan sebuah pernikahan.

Jika menyimak berbagai referensi mengenai ilmu tentang menikah dan pernikahan yang sekarang sedang sangat eksis beredar di pasaran, tentu saya akan segera tahu betapa menyenangkan menikah katanya. Tapi tidak sedikit pula yang menggarisbawahi, bahwa kebahagiaan menikah dan pernikahan pun tidak lepas dari berbagai persyaratan. Kalau orang bilang, artinya menikah bukan semata-mata punya teman curhat 24 jam, supir pribadi juga pengawal pribadi, tapi pernikahan juga memiliki konsekuensi.

Bagi lajang yang sudah terbiasa melakukan segala sesuatu sendiri, menikah berarti memiliki helper pribadi. Dadah deh sama urusan ke bengkel sendirian, ganti lampu mati sendirian, juga jadi kuli sendirian, what a wonderful life banget sepertinya. Tapi apakah siap, saya, yang selama ini sangat tangguh, fleksibel mau kemana pulang jam berapa sama siapa, mau ngapain, mau makan apa nggak makan, mau sakit apa nggak sakit dan segala yang dilabeli dengan "itu urusan gue" harus berbagi waktu dan pikiran, rela atau tidak rela. Kehidupan pribadi harus siap ditempatkan diurutan kesekian. Tidak akan mudah bagi saya. Tapi itulah menikah dan begitu cara kerja pernikahan. Berbagi.

Dan terlepas dari urusan berat atau tidak beratnya menikah dan sebuah pernikahan, bagi saya kedua hal tersebut adalah sebuah keniscayaan. Sebuah sunnah rasul yang nilainya mampu menggenapkan separuh agama. Karenanya, bagi saya menikah bukan hanya urusan hati tapi juga urusan logika, perhitungan, juga masa depan dunia-akhirat. Pernikahan adalah sebuah pakta kesepakatan, "yuk kita ke surga bareng-bareng", dengan cara yang diusahakan dan dipersiapkan dari masing-masing individu untuk dicapai bersama. Jadi bukankah kalau begitu menikah dan membangun pernikahan memerlukan bekal? tentu saja!
Jadi doakan saja setelah Anda bertanya kepada saya "Kapan menikah?", agar bekal yang harus dipersiapkan segera cukup. Cukup pantas dan sepadan dengan kualitas seorang imam berprospek melahirkan generasi andalan. Karena jodoh tidak dituliskan atas nama siapa dengan siapa, melainkan kualitas versus kualitas. Jadi, mari menjemput jodoh terbaik dengan menjadi pribadi terbaik, bismillah!

Sabtu, 06 Juli 2013

Merantau

Sudah hampir lima ramadhan saya tidak berada di kampung halaman. Sebentar lagi, insyaAllah jika masih berkesempatan bertemu lagi dengan ramadhan yang tinggal beberapa hari, ramadhan kali ini menjadi ramadhan ke lima di perantauan. Masih di Bandung, yang berjarak kurang lebih 9 jam dengan kereta api dari rumah. Dulu belajar sekarang bekerja. Merantau, istilah kerennya. Mencoba menjemput rezeki dari Allah demi masa depan yang lebih baik *tsaaah....

Bapak dan ibu di rumah sudah berulangkali bertanya: kapan 'pulang'? pulang yang bukan dalam artian Sabtu pagi sampai rumah dan Minggu malam sudah duduk manis di kereta lagi. Yang ditanya hanya bisa senyam-senyum kecut dan menjawab dalam hati  
"Nanti dulu pak, bu. Saya belum siap meninggalkan bandung yang kacau balau ini".
Tidak, saya bukannya mau nyalon jadi walikota dan mengkudeta Pak Ridwan Kamil yang baru saja terpilih, lantas saya dengan sok pahlawan menyingsingkan lengan baju memperbaiki kota Bandung. Yang masih kacau balau adalah peta hidup saya kedepannya. Merantau jauh ke kota orang dan tak pulang-pulang. Itulah status saya saat ini. Jika ditanya mencari apa, saya hanya akan senyam-senyum dan mlipir kabur sembunyi-sembunyi.

Bapak dan ibu saya tentu saja berharap anak semata wayangnya ini lekas pulang, nggak usah pergi-pergi. Tapi yang disuruh pulang masih belum ingin pulang. Ada yang harus dimulai dari perantauan, tentunya untuk bekal pulang. Menjelang ramadhan seperti ini sebenarnya adalah momen menggalaukan bagi perantau. Saya pribadi terkenang-kenang santap sahur dan buka bersama bapak dan ibu di meja makan. Saya akan berada di ujung meja, bapak di sisi kiri dan ibu di sisi kanan. Formasi di meja makan yang tidak pernah berubah, maka kursi di ujung meja akan selalu kosong jika saya tidak ada. Merindukan suara tadarusan dari langgar-langgar hingga menjelang tengah malam. 

Merantau. Pergi untuk pulang ataukah pergi untuk tak pulang? tapi insyaAllah saya akan pulang,minimal memendekkan jarak Madiun-Bandung menjadi Madiun-Yogyakarta misalnya. Tentunya agar bisa lebih sering 'pulang'. Bagaimanapun, perantau akan selalu merindulan asalnya. Aroma pagi dan malamnya.

Precaution :)

Assalammu'alaikum.
Terimakasih telah berkunjung dan menyimak corat-coret buah pikiran di Menggapai Awan. Selanjutnya saya akan memohon maaf sebelumnya apabila terdapat postingan yang tidak tersusun rapi karena kemungkinan diunggah dari telepon selular dan tidak dapat diedit secara maksimal agar lebih mudah dan nyaman dibaca. Dalam rangka meningkatkan produktivitas dan upaya mendokumentasikan setiap kilatan pikiran yang seringkali muncul tiba-tiba, mohon dimaklumi apabila postingan hanya penggalan paragraf atau tulisan panjang tanpa gambar dan tidak rata kiri kanan. Terimakasih banyak :') *latihan jadi penulis dengan banyak pembaca. sok eksis punya fans gini saya. ahaha

Sabtu, 25 Mei 2013

Manja


Hari ini, kalender rupanya berwarna merah. Bukan lagi kejutan karena memang sudah sejak lama sengaja diingat-ingat. Satu minggu terakhir, ah tidak..sepertinya satu bulan terakhir alhamdulillah didera kesibukan yang rasanya tidak bertepi. Lelah?lelah sekali, hingga tanpa sadar membuat sesumbar berbagai reward apa yang harus diberikan pada diri sendiri atas aksi 'jungkir balik' belakangan.

Semudah itu rupanya untuk menjadi lelah. Lelah terhadap rutinitas dunia, lelah dengan kondisi yang menjemukan, lelah membimbing diri sendiri. Belakangan, di dalam deraan kesibukan, rupanya keluhan terlalu mudah diratapkan. Mengeluh betapa 'sibuk' nya satu hari duduk-sampai-capek di kantor juga 'sibuk' memanajeri mata yang melek-sampai-burem di depan komputer, yang bukan saja pedas bukan main tapi juga mengantuk bukan main. Mengeluh betapa sedikit-nya jatah "me-time" yang tersisa sembari diam-diam mengutuki berbagai macam orang dan keperluan yang tidak sudi meninggalkan kesunyian di kamar.  Mengeluh betapa waktu begitu cepat bergulir tanpa mampu menikmatinya, bahkan untuk sekedar tidur siang. Wah, panjang juga rupanya daftar keluhan ini.

Sampai di tengah siang bolong, sembari duduk merosot di kursi tulisan seorang sahabat  menampar pipi saya. Sakitnya di hati, tertohok antara malu dan. .malu lagi. Betapa sang sahabat, yang hidupnya didedikasikan untuk umat masih mampu menuliskan dengan semangat betapa nikmatnya mengurus banyak hal. Kepentingan jamaah, umat, misi dakwah, yang diprinsipkan menjadi lebih utama dari 'nafsu' pribadi menjadi spirit booster yang luar biasa. Beliau hampir tidak memiliki waktu bagi dirinya untuk sekedar menikmati waktu luang, "teringat ada banyak hal yang harus diselesaikan. ." tulisnya. Betapa luar biasa? bagaimana bisa? Seketika, di kepala muncul berbagai kelebat pikiran dan pertanyaan:
Jika yang seperti ini saja, yang selalu disibukkan oleh urusan jamaah, tanpa peduli siang-malam,liburan atau tidak libur. Selalu dan selalu memikirkan umat, pekerjaan mulia yang begitu mendasar dari seorang manusia saja, tidak kenal dengan kata lelah. Lantas, dapat hak prerogatif dari mana seorang manusia sok sibuk-pengejar eksistensi semu-penuh sesumbar hedonisme dunia ini mengeluh pada pada Tuhannya?


Oh, tidak juga sekedar mengeluh. Bahkan juga merengek lewat doa-doa kilat selepas sholat yang jiwanya terbagi. Merengekkan dunia dan isinya, mengeja keinginan yang boro-boro menyangkut umat. Betapa memalukannya, yang mengeluh lelah hanya karena seminggu terakhir kurang tidur karena -proyek-entah-apa dan sumpah-demi-apa-itu. Betapa memalukannya, yang mengeluh karena satu dua tanggal merah terinterupsi acara silaturahmi, yang mengeluhkan dua jam halaqah untuk peningkatan kualitas diri. Betapa egoisnya diri ini sebagai seorang manusia? Betapa manjanya? menuntut dan terus menuntut pada Sang Pencipta tanpa terlebih dulu melaksanakan kewajiban.
Ah, iya terlalu manja. Sedikit saja diberi kesibukan mengeluh. Sedikit saja diberi tanggung jawab melenguh. Takut menanggung resiko lah, tidak mau ambil pusing lah, dan entah berapa juta alasan lagi yang akan dilontarkan. Tapi sebenarnya hanya satu: Manja. Badan yang tidak lagi dinavigasi oleh jiwa yang sehat ini harus segera direvitalisasi! bergerak, bergerak, bergerak! bukan hanya badan tapi juga pikiran. Bukan sekedar lari pagi melainkan kontribusi. Tersedia banyak pintu untuk menuju perbaikan diri, juga dari aksi 'sok manja' ini. 

Bukankah pula Tuhan telah berjanji takkan menguji di luar kesanggupan seorang manusia? menjadi manja hanya akan mematahkan langkah menjadi seorang yang lebih luar biasa.  Jadi, jangan cuma meminta dimudahkan saja, jangan manja!


Kamis, 11 April 2013

Manusia: Perempuan

picture: www.ourvoice.org
Kartini. Dimana namanya diabadikan dalam sebuah hari perayaan. Emansipasi, persamaan derajad, bergaung hingga puluhan tahun sekalipun Kartini telah tiada. Akankah Kartini, jika Ia kini masih ada, menangis atau tesenyum menang melihat para perempuan setelah ditinggalkannya?

Emansipasi. Pembebasan dari perbudakan, persamaan hak di berbagai aspek kehidupan masyarakat. Dalam konteksnya sebagai seorang pahlawan bagi kaum perempuan, Kartini menyadari betapa kaum perempuan pada masanya tak lebih dari makhluk rendah yang dipandang sebelah mata. Lantas jika Kartini telah berupaya membebaskan para perempuan, akankah kini para perempuan benar-benar telah terlepas dari penjajahan? apakah para perempuan yang diperjuangkannya kini memaknai dengan bijaksana kebebasan yang Kartini dapatkan berpuluh tahun silam itu?

Tidak hendak menggugat perjuangan Kartini. Tapi apakah Kartini menyangsikan peran dan tugas perempuan sebagai seorang istri, seorang ibu? Apakah lantas Kartini merelakan dirinya dieksploitasi zaman, menghambakan diri dalam kejayaan masanya, pada tuan penjajah yang kini disebut modernitas? 

Perempuan. Sayangnya betapa banyak dari jumlahnya yang konon diciptaka lebih banyak dari lelaki menyadari kedudukan dan kehormatannya. Yang sadar siapa dirinya, untuk apa dia ada dan diciptakan sebagai perempuan. Untuk menjadi pemimpin bangsakah? Untuk menjadi komoditas dibalik topeng keindahankah? Atau justru menjadi objek yang menyerahkan diri untuk dieksploitasi?

Perempuan, dengan kekuatannya yang tidak disangsikan dan persamaan derajadnya yang juga diagungkan dalam kitab suci, seringkali lupa akan siapa dirinya. Lupa betapa berbahayanya kekuatan yang Ia miliki, lupa akan betapapun kuatnya Ia adalah porselen rapuh, lupa bahwa dalam segala bentuk aturan yang hanya tampak sebagai kekangan merupakan upaya penyelamatan akan dirinya?

Lantas apakah Kartini akan bangga atas penafsiran emansipasi yang diperjuangkannya berubah menjadi sebuah arogansi dan pengagungan terhadap kata 'perempuan' itu sendiri? Benarkah perempuan seperti kini yang diinginkan oleh Kartini? Perempuan yang tidak mampu menghormati dirinya sendiri dengan alasan kebebasan, perempuan yang merusak dirinya sendiri karena alasan kesetaraan antara dirinya dan lelaki. Perempuan yang merasa paling berhak dibenarkan dan diagungkan tanpa merasa sadar ada perbedaan hakiki yang mengistimewakannya dari makhluk bernama lelaki.

Kesetaraan yang tidak serta merta setara, yang jarang ditelaah dengan sempurna apa maknanya. Digunjing, dicaci, dicurangi demi mendapatkan makna kesetaraan yang entah tepat untuk siapa. Perempuan dan emasnipasinya. perempuan dengan segala anggapan kesetaraannya. Sedang kini, dimana kalian berpijak wahai para perempuan?

Senin, 08 April 2013

Hello World!


Selamat malam semesta! aku tidak lagi mau curiga konspirasi apa yang sedang kau rencanakan untukku. Bentangan jarak antara aku dan mimpiku yang kini seluas tujuh samudra bisa saja menipis selarik garis dalam sekejap. Siapa yang tahu?

Ada banyak hal yang terbenak di kepala. Tapi tidak satu larik pun berhasil saya rangkum. Tulisan ini setengah dipaksakan kalau tidak mau dibilang terpaksa. Satu kata: Rindu. Entah kepada apa, tapi rasanya begitu buncah. Sesak dan menghimpit. 

Apa kabar? lama tidak bersua. Bukan karena sedang berkontemplasi bukan terbentangnya jarak ini? bukankah jarak terkadang hanya merupakan sebuah ilusi? ah..saya mulai berbicara yang bukan-bukan. 

Kepada malam yang terhormat atas sunyi yang tidak pernah lelah kau genggam. Mengapa kau tega membungkuskan selimut sepi pada aku yang hanya bertumpu pada mimpi ini? 

Apa saya jadi penulis saja? penulis macam apa yang bisanya hanya nyampah dan merandom seperti ini heu?

Angin mengombang-ambingkan sepotong hati yang telah ia tahu begitu rapuh.  

Oh well, pantas saja karir saya sebagai penulis dan editor tidak pernah menjadi cemerlang. Menyusun kerangka saja tidak becus. 

Meniupkan mimpi ditengah tidur yang gelisah, membangunkan mata ditengah dunia yang selalu membara.

Oh apa deh. Saya setengah menceracau dan tidak tahu sedang berbicara apa.

Jika semesta benar-benar bisa berkonspirasi. Bolehkan sebuah permohonan diajukan dengan mengharap iba?

Selamat malam semesta. 

Selamat menyusuri kolong langit bagi para pengembara. Tunjukkan jalan melalui bintang-bintang. Berikan penerangan lewat cahaya bulan.. 

Minggu, 31 Maret 2013

Tanda Tanya

Kenapa dalam hidup selalu ada pertanyaan yang tiba-tiba muncul, membuat segunduk timbunan salju yang susah payah dibekukan perlahan meruntuh?
Apakah ini pertanda hidup tidak pernah menawarkan rute pelarian?
Kenapa dalam hidup selalu ada celah yang membetikkan ruang untuk menumbuhkan asumsi? apakah itu berarti harapan yang layak dibiarkan tetap menyala?
Kenapa dalam hidup penyesalan adalah sebuah kalimat dalam bentuk past tense? apakah berarti ia menawarkan future tense sebagai pelipur laranya?
Kenapa justru ketika punggung yang tertegak untuk tidak berbalik, harus dipaksa memutar arah? Mementahkan setiap guliran waktu yang dibekukan untuk menjadi tegak
Lantas kenapa?

Selasa, 26 Maret 2013

Anak-anak (Zaman Sekarang)


Mungkin sudah bukan zamannya anak-anak akrab dengan kelereng atau untaian karet gelang, congklak? apa pula itu. Bukan zamannya lagi anak-anak berkeliaran di ladang, bersembunyi rapat di semak-semak, atau berlarian menghindari bola kasti. Kampungan katanya, jika anak-anak hanya bermain mobil-mobilan atau tembak-tembakan dari pelepah pisang. Kenapa mesti repot-repot kepanasan? sekarang, dalam satu genggaman layar, anak-anak sibuk bermain. Apakah ini era keemasan atau malah justru kehancuran?

Saya belum pula menjadi seorang ibu. Jadi seorang anak pun, tidak sangat baik juga. Tapi rasanya di dalam hati saya yang terdalam miris rasanya melihat anak-anak zaman sekarang. Mungkin ini adalah pendapat anak era 90-an semata. Yang seringkali dibilang gaptek dan nggak gaul, tapi apakah harus menjadi gaul kalo itu berarti hanya menuju ambang jurang kehancuran?

Sudah hampir tiga tahun terakhir saya tinggal di Bandung. Kota besar yang bagaimanapun sama sekali berbeda dengan kota kelahiran saya nun jauh di Jawa Timur sana. Apalagi saya tinggal di desa, sudah di kota kecil, di desa pula..hahaha. Namun rupanya waktu tiga tahun sama sekali tidak bisa meredam culture shock saya terhadap banyak hal di kota ini, apalagi tentang anak muda-nya. Kosan saya yang berada dekat dengan komplek perumahan padat penduduk cukup ramai oleh anak-anak remaja tanggung usia belasan tahun. Kalau dilihat dari seragamnya, masih antara biru tua dan abu-abu. Tapi kelakuannya, selalu membuat saya ternganga. Adegan mesra pemuda-pemudi yang tidak jarang masih berseragam tersebut membuat geleng-geleng kepala. Belum lagi acara merokok berjamaah, sudah hampir tiga tahun, dan pemandangan perempuan dengan rokok ditangannya masih saja potongan adegan yang mencengangkan. Dasar kota besar, saya hanya bisa mengelus dada.

Dulu, di era 90-an, siang hari seringkali disibukkan oleh karet-karet gelang atau kelereng. Batang kayu bahkan menjadi mainan seru, sepeda adalah harta yang mewah. Sekarang, lihat saja, mainan dalam kepala anak zaman sekarang adalah teknologi. Tapi teknologi yang tidak tepat guna. Buat apa anak SMP sudah punya Android, Blackberry, masih minta iPhone segala? "buat gahul dongs tante," mungkin adalah jawaban yang akan meluncur cepat dari muluk adik-adik saya yang lebih betah di depan layar daripada berpanas-panasan bertemu dalam dunia nyata dengan teman-teman sebayanya. Buat apa?, toh di jejaring sosial mereka bisa berbincang dan bercanda akrab. berlama-lama, tanpa membuang tenaga, apalagi tanpa kepanasan pula. Adakah tawaran yang lebih menarik?

Permainan bagi anak-anak zaman sekarang begitu beragam tersedia. Tinggal colek-colek layar, mau apa juga ada. Ingin berdiskusi? ada grup di jejaring sosial, hiburan juga tersedia banyak di layar televisi. Mau cerita yang seperti apa? anak SMP patah hati atau rebutan pacar ada, mau cerita geng cewek cantik dan cowok ganteng banyak. Hasilnya, tuh..adik-adik saya yang baru semester kemarin masuk SMP update-an statusnya galau terus. Apalagi kalau bukan curcol tentang pacarnya,? apakah benar sudah saatnya mereka galau oleh masalah seperti itu?

Miris sekali lagi. Kalau sudah begini saya jadi bertanya-tanya sendiri. Apakah para orang tua di zaman sekarang tahu bagaimana kelakuan anak-anaknya? bagaimana perasaan mereka?hancurkah?  biasa-biasa saja kah? Lantas berganti dengan pertanyaan tentang diri saya, Bagaimana bapak dan ibu dulu bisa cukup berhasil mendidik anak perempuannya yang sebenarnya bandel ini? bagaimana caranya ibu berhasil menanamkan kebiasaan-kebiasaan baik pada saya? lantas bagaimana kelak saya akan membesarkan anak-anak saya dalam dunia yang sudah kacau balau ini?.

Anak-anak, kelak yang akan menjadi pemimpin, penjadi penegak hukum, menjadi penggerak sektor ekonomi, menjadi aktivis politik. Anak-anak yang kelak akan melahirkan generasi-generasi baru pula, menggulirkan perubahan zaman. Anak-anak adalah investasi yang besar bagi keluarga, bagi bangsa dan bagi agama. Presiden dulu juga anak-anak, bahkan Nabi pun juga pernah menjadi anak-anak. Nasib masa depan peradaban sesungguhnya ada di tangan anak-anak, remaja-remaja tanggung yang sering galau itu, siapa tahu salah satunya digariskan untuk menjadi pemimpin umat. Lantas bagaimana nanti umatnya kalau pemimpinnya tidak memiliki bibit, bebet dan bobot yang berkualitas?.

Anak-anak zaman sekarang, nantinya mungkin anak saya akan menjadi generasi anak-anak 'zaman sekarang' di masanya. Ketika itu saya akan mendapat amanah dan tantangan yang paling besar. Berusaha agar anak-anak 'zaman sekarang' kelak bukan anak-anak yang nongkrong merokok di pinggir jalan sepanjang siang. Bukan yang berangkulan mesra dalam seragam biru-putih di atas motor. Bukan anak anti sosial yang lebih dekat dengan layar daripada kakak. adik, kakek, nenek, sepupu atau tetangga di kompleks perumahan. Bukan juara balap mobil atau lari cepat di layar gadget teranyar. Tanggung jawab yang besar bagi ibu anak-anak untuk menghasilkan generasi yang berkualitas. Anak-anak yang tahu untuk apa hidup, bagaimana hidup dan menikmati kehidupan yang sesungguhnya. Semoga, semoga anak-anak dapat menjadi semestinya anak-anak.





Kamis, 07 Maret 2013

Ceracau Siang Seorang Pekerja


Oke, baiklah. Saya mendompleng sedikit dari jam kerja untuk membuat tulisan ini. Maafkan saya pak kepala RND, tapi kalaupun tidak,sepertinya selama lima belas menit ke depan saya masih belum juga membuka file riset saya. *nyengir.

Titik Nol milik Agustinus Wibowo tergeletak di meja kerja. Belum ada separuh perjalanan hingga lembar terakhir. Dan ini juga bukan lapak yang seharusnya saya gunakan untuk mengoceh panjang lebar tentang sebuah buku ataupun penulisnya. Tapi saya tidak tahan untuk tidak berkomentar secara subjektif, sebagai pembaca yang tersentil bukannya sebagai tukang resensi. Dan yang saya tuliskan ini yakinlah bukan rangkuman ataupun spoiler buku yang membuat Anda semua kecewa, tapi hanya sekelumit pertanyaan-pertanyaan dan perasaan-perasaan yang muncul begitu tiba-tiba.

Dua puluh tiga tahun. Belum ada sebuah perjalanan besar yang pernah saya lakukan. Iri? tentu saja. Tapi saya belum leleah menghibur diri bahwa semua orang telah memiliki jatah cerita masing-masing. Tapi ada satu kesamaan: Makna. Apakah makna yang telah ditemukan ataukah yang sedang dicari?
 "Gue lagi ngapain dan mau ngapain?"

Beberapa orang terdekat saya begitu gemar sekali menimba ilmu. Lulus sarjana, mengambil pendidikan pasca sarjana. Lalu menyambung lagi dengan pasca pasca sarjana alias doktoral. Bahkan yang lebih luar biasa, ada juga yang menempuh pascasarjana-nya dua kali sebelum mengambil program doktoral. Ya Saudara-saudara, dua kali mengerjakan thesis. Itu berita buruknya.

Oh, sudah mulai terasa penuh emosi dan bau-bau curahan perasaan yang menggelora ya? 
Bagaimanalah. Saya masih seringkali goyah dengan apa yang saya pilih. Apa yang mau saya lakukan, untuk apa yang telah saya lakukan, bagaimana melakukannya. Pusing? Ya..ya..saya mengerti. Mungkin kalau Carl Jung tanpa sengaja menemukan link tulisan ini di direktori Google, pasti saya akan dikatai belum beraktualisasi diri. Tapi nyatanya, percaya tidak percaya, saya memang..labil.

Catatan perjalanan Agustinus Wibowo kembali menusuk-nusuk dan mengoyak bungkusan pertanyaan-pertanyaan yang selama ini terpendam entah dimana, yang sekali dua kali muncul selama satu jam perjalanan Tamansari-Ujung Berung yang penuh dengan kentut bus-bus kota yang dengan tidak sopannya tetap merayap perlahan. Apa sih yang saya kejar? apa yang saya ingin temukan dengan segala ketidaknyamanan ini? kebimbangan antara "mending gue stay di jalur profesi, kerja sampai mabok, " atau "Gue pengen lanjutin sekolah gue, sampai muka gue kaya laporan," atau "Mending gue nikah aja dan semuanya, selesai." 
Ups, yang terakhir jangan  di perpanjang.

Saya kehilangan banyak sekali quality time. Berjibaku dengan rutinitas dan segala hal yang belakangan disebut dengan pekerjaan. Bukan hanya di kantor, tapi juga di kamar kosan. Pekerjaan saya tidak ada habisnya. Lha kenapa masih mau dikerjain?

Jangan tanya. Saya rasa semua orang memerlukan pekerjaan untuk mempertahankan eksistensi. Minimal untuk menjawab pertanyaan adik kelas yang tidak sengaja berpapasan di jalan depan kampus. Lantas pekerjaan ekstra? upaya jadi entrepreneur kecil-kecilan ini, anggap saja tabungan. Lantas dimanakah bingungnya? bukankah semuanya sudah terjawab? Nah lo..

Manusia. Saya ini manusia biasa. Tapi rasanya porsi berpikir saya sedikit tidak biasa. Saya sering capai sendiri meladeni pikiran-pikiran yang melantur meminta jawaban. Tentang buat apa saya hidup di dunia? Apa peran besar yang bisa diambil? Apakan benar jalan ini yang akan saya tempuh kedepannya? Untuk siapa semua keterkekangan, perasaan terbebani yang kadang silih berganti dengan syukur yang buncah, keamanan, dan keterjaminan? Slot kosong yang kadang terisi oleh makna selintas, "saya ada untuk ini". Saya kehilangan makna. Makna yang sampai detik ketika menuliskan ini menghilangkan faktor manusia dengan Penciptanya. Menghilangkan variabel makhluk dan Tuhannya. Yang rupanya begitu rumit dan menyakitkan. Yang tidak terpikirkan dan tidak akan sampai jika dicari-cari dengan logika. Kepercayaan pada Tuhan yang memegang peta, rute kendali akan kemana hidup saya ini menjadi satu-satunya tali pegangan yang membuat saya bertahan untuk tetap waras. Entah apa jadinya jika Tuhan pun ikut berlalu pergi, bisa gila? bahkan sepertinya saya akan langsung tiada. 

Bagian terbaik dari semua ini adalah saya masih  bisa percaya, akan ada banyak hal yang tidak terduga. Yang tidak selalu sesuai estimasi, yang kadang tidak bisa dikalkulasi apakah akan terjadi atau tidak. Yang menjadi satu-satunya harapan ketika sepertinya sama sekali tidak ada harapan. Semoga Tuhan tidak lelah menahkodai kapal kehidupan saya. Selalu menggiring sesuai peta yang entah seperti apa, melalui jalur mana. Masalah tujuan akhir, sepertinya Tuhan masih membuka kesempatan untuk nego. Tentang akna hidup, yang ini juga Tuhan..masih bisa di nego bukan? Beri saya waktu untuk terus bisa berbincang dengan-Mu ;)

Senin, 18 Februari 2013

Belum genap tiga bulan, dan meskipun semua tampak baik-baik saja masih ada beberapa hal yang belum berada pada tempatnya. Saya seperti terhisap pada sebuah frame waktu. Berulang dan berputar dalam satu momen tanpa pergerakan. Idealisme yang susah payah dibulatkan entah kini berbentuk apa. Mulanya saya berpikir, "ah, ini hidup saya. Siapa lagi yang harus dan akan peduli?" nyatanya kini saya hampir lupa bahwa setiap kehidupan bagaikan sambungan rangkaian listrik. Paralel, dan bahkan sekaligus seri terhadap kehidupan manusia-manusia lain.

Entah sejak kapan saya lupa melakukan, hanya terhenti pada memikirkan. Ratusan bahkan ribuan menit yang saya gunakan untuk berpikir sambil menyabung nyawa di jalanan itu, menumpuk sampai akhirnya menyelip entah kemana. Persis seperti fatwa-fatwa menyentuh yang kau temukan dalam buku, yang hilang begitu saja tanpa sempat dituliskan kembali.

Bagaimanapun hati yang tidak mampu terus sok-bebal, mengiyakan logika kepala. Ada yang tidak pada tempatnya. Bahwa hidup seorang manusia tidak seharusnya terpaku pada satu tembok. Bahwa manusia tidak hanya berurusan dengan dirinya dan Tuhannya saja.

Oh ya, ini sudah lewat tengah malam. Dan bisa jadi setiap pikiran di "jam-bego" seperti ini lebih terdengar seperti racauan daripada perenungan. Tapi tulisan ini dibuat dalam kondisi kesadaran dan kesedihan 50:50. Tentang cita-cita yang belum sampai, dan setiap yang belum dapat dibagi dengan manusia lain. Jadi, saya insyaAllah akan berusaha.

Senin, 28 Januari 2013

Karenina (2)

Langit biru terang. Syukurlah, sudah satu minggu aku berharap-harap cemas hujan tidak tiba-tiba datang hari ini. Aku menatap lautan yang bergemuruh sesekali, mencoba menenangkan jantungku yang rasanya bisa sewaktu-waktu jatuh ke hamparan pasir.

Disampingku ada seorang gadis bertopi anyaman. Satu dua anak rambutnya berkibar-kibar dipermainkan angin. Karenina namanya, satu-satunya gadis yang pernah kubawa ke lautan ini, tempat rahasiaku untuk melepas lelah kapanpun aku merasa terhimpit.

Kami sudah cukup lama menyusuri tepian pantai sembari berbincang. Tidak, aku yang lebih banyak bicara tepatnya. Karenina hanya menyahut seperlunya sembari menyunggingkan senyum. Aku sudah cukup mati gaya. Sudah berapa kali aku mengoceh tentang lautan, mencoba memecah kesunyian diantara aku dan karenina. Tapi tak ada satupun yang cukup menarik perhatiannya, dia justru lebih sering terlihat menerawang. Memikirkan entah apa, membuatku semakin gugup untuk memulai topik besar yang sudah mengganggu tidurku beberapa bulan terakhir.

Matahari sudah semakin tinggi. Sudah cukup lama tandanya kami berjalan menyusuri pasir. Ah. .kapankah waktu yang tepat itu tiba?aku berdebat dalam hati, sekarang-nanti-sekarang-nanti-sekarang. Ya, sekarang. Aku harus menanyakan hal ini sekarang.

Aku berbalik cepat dan berhenti. Aku mendapati Karenina setengah melamun rupanya mengikuti langkahku yang belakangan semakin melebar. Aku terkesiap sejenak ketika mendapati wajahnya di balik beberapa anak rambut yang dipermainkan angin. Wajah yang sama yang mengganggu keheningan malam-malamku.lamunanku seketika buyar setelah Karenina menabrakku beberapa detik kemudian.

Aku semakin gugup. "Maukah kamu menjadi pantai milikku?" ahh, pertanyaan bodoh macam apa ini, aku mengutuki diriku sendiri sembari tetap berusaha tenang menatap mata Karenina.
"A-apa maksudmu?" Karenina balik bertanya dengan terbata. Ahh. .apakah aku telah salah bicara?apakah aku membuatnya kebingungan?aku melihatnya sedikit kaget dengan pertanyaan yang kusampaikan. Bodoh, dasar bodoh kau Batara.

"Maukah kamu menikah denganku, Karenina?.." pertanyaan yang menganggu hidupku selama beberapa bulan terakhir ini akhirnya meluncur disertai dentuman jantung yang kacau balau. Entahlah,entahlah. .aku tidak peduli apa jawabanmu. Aku hanya ingin tahu, aku mengunci tatapan mataku pada matamu. Aku benar-benar ingin tahu.

Hampir-hampir aku tak sanggup lagi menatap wajahmu ketika tiba-tiba perlahan kau berbisik
"tentu saja, tentu saja. ."

Tuhan. .aku tukar pantai rahasia kita ini dengan Karenina. Aku rela. .aku rela, karena dialah yang akan menjadi pantaiku mulai hari ini hingga selamanya.

Kamis, 24 Januari 2013

Karenina

Aku tak pernah membayangkan, betapa sempurnanya sebuah langit biru bersih tanpa sesaput awan pun. Dan kita, menyusuri tepian daratan yang merembes basah, meniti pasir. Aku merasa begitu tersanjung ketika kau berkata sembari tertunduk, "ini adalah tempat rahasiaku, engkau adalah yang pertama tahu selain aku dan Tuhan di atas sana,"

Hatiku berdesir meskipun angin tak cukup kencang menerpa rambut panjangku. Aku membetulkan letak topi anyaman yang kupakai dengan sedikit gugup. Salah tingkah.

Engkau yang sedikitpun tidak menyadari pipiku yang merona terus saja berjalan sembari sesekali memejamkan mata. "Aku selalu jatuh cinta dengan pantai ini kapanpun aku datang," ucapmu tiba-tiba ditengah hening yang hanya dipecah oleh deburan ombak. Aku hanya mengangguk sambil tersenyum, dan melanjutkan pikiran-pikiranku tentangmu.

Aku tersentak kaget mendapati dirimu yang rupanya telah berhenti, menatap lurus padaku yang menabrakmu sembari melamun.

"maukah kamu menjadi pantai milikku?dengan begitu aku akan selalu datang padamu, tidak lagi ke sini, mm. .atau sesekali tapi tentunya bersamamu, seperti ini,"

Aku terpaku menatap kedua matamu yang lekat mengunci mataku.
"A-apa maksudmu?", aku balas melemparkan pertanyaan bodoh. Aku benar-benar gugup, dan tentu saja sebenarnya sangat bahagia.

"Maukah kamu menikah denganku,karenina?, berbagi kehidupan hanya denganku, sampai Tuhan yang menentukan batas akhirnya", kau masih menatap lekat mataku tanpa bergeming sedikitpun.

Bagaimanalah, aku terlalu bahagia untuk bisa menahan mataku untuk tidak berembun. "tentu saja,tentu saja. ." bisikku lirih. Dan sejak hari itu kamu menepati janjimu untuk selalu datang kepadaku, satu-satunya pantai bagimu.

Minggu, 20 Januari 2013

2 0 1 3

source:http://village14.com/netwon-ma/2012/12/predictions-for-newton-for-2013/#axzz2IVhFXURr

Tahun baru yang diawali dengan pelukan perpisahan, menjelang pagi setelah adzan subuh selesai dikumandangkan, kita saling mengucap "selamat tinggal, sampai jumpa lagi kawan,"

Syukur, syukur yang tak henti terucap yang pantas dilantunkan. Tuhan rupanya masih memberikan kesempatan untuk bertemu dengan angka 13 di 2013 :). Banyak hal yang terjadi, dan pastinya akan lebih banyak lagi yang nantinya terjadi. 

Siapa sangka, 2012 dipenuhi momen-momen yang luar biasa. Rangkaian perjalanan Tugas Akhir yang diakhiri dengan sidang kelulusan. Ya, 2012 mempertemukan saya dengan Sabuga, lengkap dengan toga dan rangkaian bunga. Peristiwa besar yang menjadi tanda tamatnya masa belajar, tamatnya masa berjuang dibawah bendera swasTA, dan tentunya datangnya tanggung jawab baru. 2012, tahun dimana bangku kuliah ditinggalkan, dan teman sepermainan mulai menghilang.

2012. 
Ada yang datang dan ada yang pergi. Ada rasa kehilangan, syukur tak terhingga, kesedihan, kekecewaan, ah..apapun itu namanya. Konflik dan keberterimaan, silih berganti untuk dimaknai. Hampir seluruh sahabat saya telah menamatkan masa studinya, mulai terjun di keprofesian, intensitas kontak dan pertemuan  sepertinya akan semakin sangat berkurang.

2012.
Memulai karir atlet bulutangkis amatir. Epic. Mendapatkan medali perak itu sungguh sesuatu banget. Okelah, beberapa kali bye dan ada yang diskualifikasi, tapi tetap saja sensasi main di sebuah pertandingannya adalah yang pertama kali saya rasakan. Jujur saja, saya nol besar di bidang olahraga.
Dan oh ya, lawan saya adalah seorang mahasiswa tingkat pertama FSRD. Jadi ceritanya ini adalah pertandingan antara asisten versus mahasiswa kelas. Untung saja saya menang saudara-saudara ;p.

2012.
Kidang Pananjung. Dua frasa yang akrab di telinga sejak TPB, tapi benar-benar asing hingga tahun 2012. Ada banyak sekali hal yang terjadi antara saya dan Kidang Pananjung. Dengan bukit terjalnya, dengan adegan dorong-mendorong motornya. Dengan adegan persalinannya serta ngojek bertiga naik turun bukit lewat jalan setapak yang membuat saya kehilangan kata-kata.

2012.
Satu bulan penuh menjadi tahanan kamar, dengan kaki terbalut gips dan perban. Pengalaman yang sepertinya sulit untuk tidak diingat. Betapa jadwal apel saya justru jatuh di malam jumat, mengunjungi dokter ahli tulang :D.

2012.
Saya begitu jatuh cinta dengan pekerjaan jual-menjual. ce.ri.ta yang lama terlantar karena kalah dengan berbagai kesibukan di kampus akhirnya kembali bersinar cemerlang ketika mendekati akhir tahun. Wisuda Oktober membawa rezeki bagi kami. Bahkan kami sempat begadang dua hari dua malam untuk memenuhi tenggat orderan. Alhumdulillah, sibuk yang menyenangkan :D.

2012.
Tuhan memberikan amanah baru. Sebuah pekerjaan, sebuah tanggung jawab, sebuah kesempatan. Perlu komitmen untuk menyikapinya meskip sayang, hingga kini saya belum berhasil menyiasati 'kehidupan baru' ini. Berlari-lari menyamakan ritme mantan pengangguran dengan pegawai anyaran.

2012.
31 Desember pertama di Bandung. Terkaget-kaget dengan hingar-bingar kembang api dan sesaknya jalanan. Hari terakhir bersama teman lama, sebelum ditinggalkan hijrah ke ibukota.

2012.
Berakhir.

Selamat datang 2013. Saya akan menjadi orang yang lebih baik, InsyaAllah :).

Kamis, 17 Januari 2013

Secuil Perenungan

Sudah lewat tengah bulan di bulan baru, tahun baru. Saya masih menyisakan catatan resolusi yang sama sekali belum tuntas. Lebih memilih asyik bergelung di bawah selimut, menekuri halaman buku-buku yang tak pula kunjung selesai.

Musim masih penghujan. Kelabu lebih sering menampakkan diri daripada terik, meski langit masih saja silau menyakitkan mata. Kesibukan terus bergulir. Jeda semakin tidak terasa. Lalu lalang manusia tidak pernah berhenti memadati jalan. Dalam waktu penuh kemungkinan, saya lebih suka bercengkrama dengan pikiran disepanjang jalan.

Berperjalanan kemanapun, bahkan sekedar menuju tempat kerja setiap hari, setiap pagi kini menjadi waktu tersendiri untuk berkontemplasi. Harganya paling hanya keterlambatan 15 menit, meskipun bisa dibilang sembari menyabung nyawa.

Hilir mudik manusia menjadi objek yang begitu mudah diamati. Memancing puluhan pertanyaan atas setiap sikap yang berbeda. Mensyukuri kerendahan budi, hingga mencoba bersabar untuk saling menjaga dan berbagi ruas jalan. Tak jarang, saya tersenyum-senyum sendiri menyaksikan adegan langsung serial kehidupan.  Seperti yang telah saya duga, hidup selalu sangat menyenangkan sebenarnya. Dengan kerendahan hati, dan kesabaran semuanya selalu tampak berbeda.