Kamis, 11 April 2013

Manusia: Perempuan

picture: www.ourvoice.org
Kartini. Dimana namanya diabadikan dalam sebuah hari perayaan. Emansipasi, persamaan derajad, bergaung hingga puluhan tahun sekalipun Kartini telah tiada. Akankah Kartini, jika Ia kini masih ada, menangis atau tesenyum menang melihat para perempuan setelah ditinggalkannya?

Emansipasi. Pembebasan dari perbudakan, persamaan hak di berbagai aspek kehidupan masyarakat. Dalam konteksnya sebagai seorang pahlawan bagi kaum perempuan, Kartini menyadari betapa kaum perempuan pada masanya tak lebih dari makhluk rendah yang dipandang sebelah mata. Lantas jika Kartini telah berupaya membebaskan para perempuan, akankah kini para perempuan benar-benar telah terlepas dari penjajahan? apakah para perempuan yang diperjuangkannya kini memaknai dengan bijaksana kebebasan yang Kartini dapatkan berpuluh tahun silam itu?

Tidak hendak menggugat perjuangan Kartini. Tapi apakah Kartini menyangsikan peran dan tugas perempuan sebagai seorang istri, seorang ibu? Apakah lantas Kartini merelakan dirinya dieksploitasi zaman, menghambakan diri dalam kejayaan masanya, pada tuan penjajah yang kini disebut modernitas? 

Perempuan. Sayangnya betapa banyak dari jumlahnya yang konon diciptaka lebih banyak dari lelaki menyadari kedudukan dan kehormatannya. Yang sadar siapa dirinya, untuk apa dia ada dan diciptakan sebagai perempuan. Untuk menjadi pemimpin bangsakah? Untuk menjadi komoditas dibalik topeng keindahankah? Atau justru menjadi objek yang menyerahkan diri untuk dieksploitasi?

Perempuan, dengan kekuatannya yang tidak disangsikan dan persamaan derajadnya yang juga diagungkan dalam kitab suci, seringkali lupa akan siapa dirinya. Lupa betapa berbahayanya kekuatan yang Ia miliki, lupa akan betapapun kuatnya Ia adalah porselen rapuh, lupa bahwa dalam segala bentuk aturan yang hanya tampak sebagai kekangan merupakan upaya penyelamatan akan dirinya?

Lantas apakah Kartini akan bangga atas penafsiran emansipasi yang diperjuangkannya berubah menjadi sebuah arogansi dan pengagungan terhadap kata 'perempuan' itu sendiri? Benarkah perempuan seperti kini yang diinginkan oleh Kartini? Perempuan yang tidak mampu menghormati dirinya sendiri dengan alasan kebebasan, perempuan yang merusak dirinya sendiri karena alasan kesetaraan antara dirinya dan lelaki. Perempuan yang merasa paling berhak dibenarkan dan diagungkan tanpa merasa sadar ada perbedaan hakiki yang mengistimewakannya dari makhluk bernama lelaki.

Kesetaraan yang tidak serta merta setara, yang jarang ditelaah dengan sempurna apa maknanya. Digunjing, dicaci, dicurangi demi mendapatkan makna kesetaraan yang entah tepat untuk siapa. Perempuan dan emasnipasinya. perempuan dengan segala anggapan kesetaraannya. Sedang kini, dimana kalian berpijak wahai para perempuan?

Senin, 08 April 2013

Hello World!


Selamat malam semesta! aku tidak lagi mau curiga konspirasi apa yang sedang kau rencanakan untukku. Bentangan jarak antara aku dan mimpiku yang kini seluas tujuh samudra bisa saja menipis selarik garis dalam sekejap. Siapa yang tahu?

Ada banyak hal yang terbenak di kepala. Tapi tidak satu larik pun berhasil saya rangkum. Tulisan ini setengah dipaksakan kalau tidak mau dibilang terpaksa. Satu kata: Rindu. Entah kepada apa, tapi rasanya begitu buncah. Sesak dan menghimpit. 

Apa kabar? lama tidak bersua. Bukan karena sedang berkontemplasi bukan terbentangnya jarak ini? bukankah jarak terkadang hanya merupakan sebuah ilusi? ah..saya mulai berbicara yang bukan-bukan. 

Kepada malam yang terhormat atas sunyi yang tidak pernah lelah kau genggam. Mengapa kau tega membungkuskan selimut sepi pada aku yang hanya bertumpu pada mimpi ini? 

Apa saya jadi penulis saja? penulis macam apa yang bisanya hanya nyampah dan merandom seperti ini heu?

Angin mengombang-ambingkan sepotong hati yang telah ia tahu begitu rapuh.  

Oh well, pantas saja karir saya sebagai penulis dan editor tidak pernah menjadi cemerlang. Menyusun kerangka saja tidak becus. 

Meniupkan mimpi ditengah tidur yang gelisah, membangunkan mata ditengah dunia yang selalu membara.

Oh apa deh. Saya setengah menceracau dan tidak tahu sedang berbicara apa.

Jika semesta benar-benar bisa berkonspirasi. Bolehkan sebuah permohonan diajukan dengan mengharap iba?

Selamat malam semesta. 

Selamat menyusuri kolong langit bagi para pengembara. Tunjukkan jalan melalui bintang-bintang. Berikan penerangan lewat cahaya bulan..