Rabu, 31 Oktober 2012

Langit Biru

Langit cirebon, Maret 2012

Langit di atas Suramadu, 2010

Langit di atas Suramadu, 2010

Langit di atas Suramadu, 2010

Selasa, 30 Oktober 2012

Titik Hujan Terakhir

Hujan.

Musim yang paling kusukai sekaligus kubenci. Tahu kenapa? karena hujan akan selalu mengingatkanku kepadamu. Malam ini Bandung kembali diguyur hujan, deras sekali. Seperti saat terakhir kali aku bertemu denganmu tahun lalu. Aku selalu suka hujan sekaligus membencinya. Aku selalu suka ketika lelehannya membasahi setiap inci tubuhku ketika aku menangis menggigil, menyamarkan setiap kepingan hatiku yang ikut luruh jatuh menghantam tanah. Aku benci karena hujan selalu datang bersamaan ketika hatiku hancur.

Tahun lalu, Oktober juga kita sempat bertemu. Kau terdiam lama terpekur menatap tanah, mendiamkanku yang menatap penuh tanya. "Maafkan aku," katamu. Kata pertama yang terbata kau ucapkan sejak pukul tiga kita bertemu. Aku masih menatapmu dengan penuh tanda tanya, saat itu kurasa akan terjadi sesuatu yang salah. Benar saja, sepuluh menit kemudian semuanya selesai. Mengakhiri setahun penuh penantianku dalam percakapan-percakapan tengah malam kita, rindu-rindu yang terdiam di udara, dan tentunya cerita-cerita sejak tiga tahun lalu, sebelum kau memutuskan mengejar mimpimu di ibukota. Tahukah kau satu yang kusesali, harusnya saat itu aku bilang saja, aku cemburu pada ibu kota, nyatanya kini ia benar-benar merenggutmu. Tahukah kau? untuk pertemuan kita sore itu, aku mematut lama di depan kaca. Lima kali mengganti baju, lima kali pula mengganti kerudung. Aku menduga-duga, pasti ada yang istimewa hingga kau mengajakku bertemu di taman kota di hari Sabtu. Bukan long weekend, saat itu aku menduga pasti kau sangat merindukanku. Aku bahkan disangka gila karena beberapa kali terpergok tersenyum simpul sendiri di dalam angkot tanpa lawan bicara, tapi siapa peduli? aku akan segera bertemu lagi denganmu.

Benar saja. Rupanya benar ada yang istimewa sore itu. Selain hujan pertama sepanjang tahun mengakhiri kemarau panjang, ada yang lain yang juga turut berakhir. Aku, kamu dan empat tahun pertemuan kita juga turut berakhir bersama dengan hujan pertama di bulan Oktober. 

"Kenapa.."

Hanya satu kata yang waktu itu bisa keluar dari bibirku yang bergetar, kerongkonganku seketika terasa kering, mataku berkedut menahan air mata yang semenit kemudian tumpah ruah tanpa suara. 

"Kurasa, aku tidak bisa lagi membendung jarak di antara kita..." ucapmu pelan masih tanpa menatapku.

Aku begitu heran dan tidak mengerti, jarak Bandung-Jakarta hanya sepelemparan batu. Dan ya, harusnya aku mulai menyadari berapa kali kau rela menyempatkan datang menemuiku dalam jarak sepelemparan batu itu. Yang nyatanya seingatku bahkan lebih sedikit dari berapa kali aku mengganti bajuku untuk menemuimu sore ini. Aku bahkan tidak sempat berpikir untuk menuntut penjelasan lebih darimu. Aku terlalu sibuk berkata pada diriku jangan menangis sekarang, tidak ketika kau masih di depanku. Dan saat itupun aku gagal menahan tangisku yang pecah tepat ketika kau menatap mataku untuk pertama kalinya sore itu.

Kita tidak pernah menyelesaikan pembicaraan yang seharusnya akan menjadi panjang. Hujan mengakhirinya lebih cepat dari yang kubayangkan, atau mungkin juga yang kau bayangkan. Rintik yang perlahan menjadi deras seperti menjadi jeritan peluit yang menandakan waktu kita telah habis. Aku bahkan tidak ingat apa yang kuteriakkan untuk mengusirmu dari hadapanku. Sepertinya aku sempat memintamu untuk tidak pernah kembali menemuiku. Dan kau menepatinya hingga hari ini, setahun lebih dua puluh hari. Aku menghintungnya? ya, tentu saja. Hujan memberiku cukup waktu untuk berdiam dan menghitung berapa lama aku menangisi dan mengutukimu.

Hujan berangsur mereda. Berarti sudah hampir habis waktuku mengingatmu malam ini. Untung saja hujan di sini tidak pernah lama. Sejenak deras sejenak reda, setidaknya hujan masih berbaik hati untuk tidak lebih lama lagi memaksaku mengingat dirimu. Bersama titik hujan terakhir malam ini, aku menghitung hari. Membiarkanmu benar-benar pergi.

Minggu, 28 Oktober 2012

Sajak Bangun Tidur

Sajak-sajak gelisah menyelinap pelan lewat gemerisik angin.
Ada banyak lalu lalang ceracauan yang membuat pagi indah ini menjdai sontak tidak tenang.
Seliweran patahan asumsi dan kekhawatiran memblokade jalanan yang semula ramai lancar.
Satu dua larik cerita kepahlawanan, ambisi, dan pertanyaan-pertanyaan tentang jati diri.
Satu persatu melekat merapat membungkus erat membuat sesak.

Sejenak aku berontak meminta waktu untuk sejenak berhenti.
Meminta sedikit saja ruang yang lebih besar agar dapat beringsut barang satu sepersekian milimeter.
Tarikan napas dalam pelan terhembus seiring lalu lalang kalimat yang mereda di kepala.
Setengah terkaget aku melihat ada yang tiba-tiba terjulang.
Dengan pijakan rapuh yang sedikit demi sedikit minta ditambal dengan keyakinan.

Sajak-sajak kemenangan tetiba mengalun meyelinap di antara lipatan-lipatan daun yang bergemerisik.
Mendengung di kepala menguntai notasi yang semakin lama dapat dicerna.
Aku mengenalinya justru dalam gelap sesaat ketika memejamkan mata.
Menghentak jantung memekakkan hati yang sejenak lalu tergagu dalam bisu.
Untuk bangkit, dan kembali melaju.

Sabtu, 27 Oktober 2012

DIY Bracelets: Chains, Charms and Suede!

Yeaa...sudah sejak lama sebenarnya memendam keinginan untuk membuat gelang-gelang sendiri. Pada dasarnya saya suka memakai gelang. Mulai dari yang cuma sehelai benang warna-warni, manik-manik kayu, kulit, sampai terakhir mencoba rantai. Acara berburu gelang sebenarnya tidak pernah ada dalam agenda, tapi kalau sedang bepergian dan berada di toko souvenir entah kenapa hasrat untuk membeli barang satu biji gelang tidak pernah bisa dihindari! Jangan salah menduga akhirnya gelang saya bertumpuk, karena saking cerobohnya saya kebanyakan hasil perburuan tersebut justru lebih sering hilang tertinggal entah dimana.

Nah, beberapa minggu lalu terbersit sebuah ide untuk membuat gelang sendiri. Saya sedang memiliki waktu luang, kenapa tidak mencoba membuat gelang sendiri? akhirnya dengan semangat '45 saya berangkat dan membeli beberapa bahan :D.

Dapat! setelah berkeliling, saya memutuskan untuk membeli beberapa jenis rantai dengan warna yang agak sulit didefinisikan, hehe. Beberapa bandul berbentuk aneh, serta tali kulit warna-warni. Setelah seharian mengutak-atik dan memadu-padankan seluruh bahan-bahan, akhirnya jadilah beberapa gelang yang cukup oke juga, lho! Berikut adalah beberapa foto Do-it-yourself bracelets yang sudah saya buat :D

Yang ini hanya bermain dengan bahan rantai dengan dua ukuran yang berbeda. Charms yang dipakai berbentuk gajah, agak narsis ya? haha..cuma lucu-lucuan kok ;p.


Charms berbentuk gajah ini saya beli satu paket dengan isi dua set. Masing-masing set terdiri dari satu buah gajah besar, satu buah gajah kecil serta satu bentuk ornamen yang entah merujuk pada apa. Alhasil pada gelang berikutnya saya masih ayik bermain dengan charms berbentuk gajah. Masih juga dengan rantai, kali ini saya mengkombinasikan bahan rantai yang berukuran besar dengan tali kulit berwarnah merah hati. Hasilnya adalah sebuah perpaduan yang sangat saya suka! Perpaduan warna rantai dan kulit merah hati menghasilkan image yang cukup elegan, hehe. Pada gelang kedua ini, yang cukup sulit adalah merapikan kepangan yang menyatukan kedua rantai. Berkali-kali saya membongkar tali kulit karena ada yang terlewat atau sekedar tidak rapi hingga akhirnya benar-benar memuaskan.



Meskipun memakan waktu yang cukup lama untuk membuat gelang sendiri, serta harus kerepotan dengan berbagai perintilannya seperti tang dan kuncian, tapi tentu saja bisa membuat gelang sendiri adalah sebuah kepuasan tersendiri. Bahan ekstra yang harus disediakan dalam ber-DIY ria adalah tentu saja stok kesabaran yang tak terbatas, hehe. Apalagi bagi saya yang selama ini ogah repot, dan super malas ribet, membuat pernak-pernik DIY seringkali hanya wacana. Tapi, nyatanya, kalau ada niat dan dimulai dengan tindakan nyata, susah berhenti karena terlanjur asyik. Jadi, tertarik untuk mencoba membuat DIY bracelets juga? Selamat mencoba! :D



Selasa, 23 Oktober 2012

Garam Mandi

Hari ini adalah kunjungan kedua saya ke dokter tulang, yang seharusnya masih dua hari lagi. Terlalu rajin bukan? haha, bukan apa-apa..hanya saja balutan kain di kaki sudah mulai longgar dan rasanya useless saja, buat apa memakai perban kalo masih gerak-gerak nggak terkontrol.

Awalnya, berpegang pada ucapan pak dokter hampir dua minggu lalu "dua minggu lagi bisa dilepas, ya", saya dengan semangat '45 berharap segera lepas dari cengkeraman berat gips di kaki. Seminggu terakhir saya sudah penuh inisiatif belajar napak-napak, jalan pakai satu kruk dan terapi-terapi sotoy lainnya termasuk mengabaikan teori elevasi ketika tidur harus diganjal dua bantal -ini sama sekali nggak inget dan nggak pernah saya lakukan- 

Coba tebak apa yang pak dokter bilang sore tadi..

" Wah, memangnya sudah dua minggu ya?"
"Eh, belum sih, Dok..dua hari lagi harusnya,"
"Hmm..ini pertumbuhan jaringan lunaknya baru bisa dilihat dua minggu lagi, mulai sekarang belajar jalan pakai dua kaki ya. Kruk kedepanin, kaki kiri maju, kaki kanan maju, harus sejajar, " ucap Beliau sambil mencontohkan.

Glek. Ehh..
"Cobain ya,"

Percobaan jalan pertama pakai kruk udah gagal total. Metode yang saya gunakan selama ini sangat salah, hahaha. Berkali kali saya diingatkan, "Kruk kedepanin, kaki kiri maju, kaki kanan maju, harus sejajar, "
"Yah, dok..kemarin saya sudah belajar-belajar napak, dan beberapa kali sempat jatuh pula," sambil mengkerut takut dimarahin.
Pak dokter cuma tersenyum agak aneh yang mungkin kira-kira sambil bilang dalam hati "yaelah nak, apaan deh sok-sokan banget belum waktunya kaliiii," lantas menyahut sambil masih tersenyum, "nggak papa, area patahannya nggak terlalu luas,"
Huffft..saya menarik nafas lega.

Beberapa menit kemudian Pak Dokter menyahut, "Ini seminggu lagi belajar pakai satu kruk ya,"

Heee...kenapa seminggu lagi masih pake kruk juga?? bengong dalam hati."Kira-kira satu bulan lah, bisa mulai dilepas buat jalan," sambungnya lagi.Saya tersenyum agak takjub sambil berpikir, "Lama amat sebulan lagi baru bisa belajar jalan lagi. Pupus deh harapan mau pulang akhir bulan,"

Adegan di Rumah sakit berakhir. Lantas di mana bagian garam mandi-nya?
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Kosan.

Saya sudah mencapai anak tangga teratas di depan kamar. Niken masuk ke kamar dan beberapa saat kemudian keluar sambil berseru "Hey, lihat aku beli apa!" ucapnya sambil senyum-senyum tengil. 
"Apaan???,"

"Garem mandiiii!! kan katanya minggu ini gips-mu udah boleh dilepas. Jadi kemarin aku beli garam mandi buat ntar merendam kaki," Ucapnya sambil senyum-senyum.

Dan setelah itu saya tersenyum. Melting.

Bagi saya, itu sangat so sweet

Minggu, 21 Oktober 2012

Your Portfolio Is YOU


Hampir tiga bulan sejak saya resmi menggugurkan gelar mahasiswa terhitung sejak 14 Juli lalu. Feel free? Yes, absolutely!, selanjutnya pandai-pandai saja bersilat lidah menjawab pertanyaan yang bertubi-tubi seputar keprofesian: "Sudah kerja di mana sekarang?", "Rencana kedepannya mau ngapain?", pertanyaan yang cukup wajar sebenarnya. Hanya saja, lama-lama kecut juga memikirkan jawaban terbaik ;p.

Pada dasarnya saya sangat ingin menjadi jobmaker, bukannya jobseeker. Guess why, tentu saja karena itu pasti akan terdengar sangat keren bukan? haha, bercanda. Tapi nyatanya, atas pertimbangan banyak hal, akhirnya saya mencoba menghalalkan upaya mencari kerja sembari terus berusaha menjadi jobmaker. Menjadi jobmaker itu benar-benar sangat tidak mudah, bold and underlined. Lantas apakah saya berarti telah menyerah? oh..tunggu dulu, ini hanya langkah yang cukup bijak untuk mendulang modal dari sektor lain. Hati saya sudah tertambat pada cerita lain saudara-saudara..

Dan..yang paling penting bagi seorang desainer untuk mendapatkan perkerjaan tentu saja adalah portfolio, P-O-R-T-F-O-L-I-O. Kumpulan karya ini bisa dibilang merupakan rekam jejak dari sepak terjang seseorang di dunia per-desain-an. Terus gue mesti koprol sambil bilang "Wow" gitu? 
ya tentu saja tidak, yang harus dilakukan adalah harus membuat porto (portfolio.red) dengan baik dan benar. Oh wait, BAIK DAN BENAR?

Nah, ini masalahnya. Ketika kembali dibenturkan dengan kata sifat baik dan benar, muncullah sedikit kebingungan di kepala saya. Ya, memang  porto harus dibuat sebagus dan sejelas mungkin. Ada patokan dasar tentang apa yang harus ditampilkan dan apa yang sebaiknya tidak ditampilkan. Tapi mengenai gaya penyusunan, posisi gambar dan printilan lainnya ya bolehlah dimainkan sedikit. Belakangan saya mendapat sedikit kritikan dari seorang senior. Katanya porto saya kurang bermain, cenderung cari aman, tampak kurang percaya diri dan monoton. Errr...OK, terimakasih, masukan yang sangat bagus. Dalam hati saya berkata "WOW, benar sekali tebakan mas ini," karena memang pada dasarnya saya tidak cukup percaya diri dengan porto saya, yang seharusnya merupakan cermin dari diri saya sebagai  (calon?) desainer. Selama ini saya selalu merasa tidak cukup keren jika disebut sebagai mantan mahasiswa jurusan desain-mendesain. Boleh dibilang ini standar dan yaudah sih, mungkin rupanya salah jurusan, meskipun tidak bisa dipungkiri, kuliah saya sangat mengasyikkan. Tapi pelajaran penting yang bisa dipetik dari kisah porto ini adalah : 

Your Portfolio is YOU.

Portfolio menjadi bagian penting untuk bisa mendapatkan pekerjaan sebagai desainer, siapapun butuh bukti nyata apa saja yang telah kita lakukan bukan? bukan hanya racauan konsep tertulis yang bisa betah saya karang hingga dua lembar halaman folio. Porto akan memaparkan secara gamblang karakter seseorang, karakter desain seseorang, seberapa besar passionnya dalam desain dan banyak lagi yang saya tidak tahu sebenarnya, hehe. Hal ini merupakan kenyataan yang tidak bisa diingkari oleh siapapun, termasuk pemalas ambisius yang selalu mimpi jadi bos seperti saya ;p.

Yeahh..saatnya kembali membenarkan porto untuk bisa menaikkan harga jual. Setidaknya harus diusahakan sepenuh hati, kalaupun harus disesuaikan dengan keinginan calon perusahaan, semoga saja saya tidak kehilangan jati diri. 

My Portfolio is Me, and no one can asked me to be someone else. But, I can do better, and make it better. Semangat!! :D

Jumat, 12 Oktober 2012

Broken Leg, NOT Broken Heart

source:http://inklover.wordpress.com

"And the currency for relationship is called sincerity."
..dan mata uang ini berdenominasi tunggal: Ketulusan. (Rene Suhardono)

Kemarin, tanpa diduga dan dinyana saya mengalami kecelakaan kecil. Tertebak dari judulnya, saya mengalami sedikit fraktura di pergelangan kaki yang sampai jam setengah enam petang masih saya kira -retak dikit gapapa lah ya- yang ternyata diklarifikasi dokter sebagai: patah tulang. Memang, nyeri dan bengkak di sekujur kaki saya tidak terlalu parah meskipun cukup membuat saya duduk tidak tenang, apalagi berjalan yang tentu saja tidak bisa, dibumbui sedikit air mata di sela-sela tawa getir ketika harus menggantung kaki untuk ke kamar mandi. Alhamdulillah, dokter yang saya temui sangat menyenangkan dan cukup melegakan ketika saya hanya harus bersabar hingga dua minggu ke depan untuk terbebas dari balutan gips keras dan juga 'lompat kodok' ini.

Lantas, apa hubungannya dengan relationship? -lagi, setelah terakhir saya juga memposting tentang topik ini-

And the currency for relationship is called sincerity.

Ya, ketulusan yang merupakan nilai tukar dari sebuah silaturahmi benar-benar menjadi faktor dominan dalam keselamatan saya kemarin. Terimakasih sebesar dunia dan seluas lautan yang mungkin belum cukup bagi kedua sahabat saya yang setia menemani sejak pagi hingga lepas isya'. Bukan perkara mudah untuk bisa sabar mendorong kursi roda dan menunggui sambil mengantuk di rumah sakit. Siapa yang mau membuang waktunya yang tentu saja sangat berharga kalau bukan karena niat mulia yang tulus dari dasar hati? 

Banyak pelajaran dan hal-hal luar biasa. Tentu saja karena ini adalah pengalaman pertama yang semoga juga terakhir saya mengalami kecelakaan yang berujung pada cedera fisik. Bahkan dengan bodohnya saya masih bisa berpikir: "Bagaimana bisa saya benar-benar jatuh? toh, biasanya Allah selalu membuat saya bisa menghindari situasi bahaya seperti ini," Err..tidak apa-apa, silahkan tertawa. Tapi saya benar-benar sempat berpikiran seperti itu. Kejadian ini membuat saya berkenalan dengan hal-hal baru, excited bermain-main dengan kursi roda, amaze dengan cara kerja gips yang ternyata awalnya berupa selembar busa, dan terlebih mengendalikan emosi jiwa. 

Yang paling luar biasa adalah dalam situasi seperti ini, saya baru menyadari dan mencamkan baik-baik betapa berharganya orang-orang di sekitar saya. Dengan kondisi di perantauan, jauh dari keluarga-yang tentu saja khawatir setengah mati tapi saya sok cool melarang untuk datang ke Bandung- siapa sih yang saya nggak gentar? untung saja, Allah masih membukakan mata hati sahabat-sahabat saya untuk tetap survive ketika saya selalu memanfaatkan situasi dan memasang muka lemah seraya berkata  "ambilin, gue minum," atau "beliin gue makan,". Oke, meskipun dengan beberapa statement "Gue mau ngungsi ahh dua minggu," atau "Lo mesti nemenin gue nonton JKT48 kalo udah sembuh," serta "Awas aja ya ntar kalo lo udah sembuh..tunggu pembalasan gue," Haha, thank's for being Allah's hands to keep me full and peace. 

Ada lagi, kemarin saya disarankan untuk memakai kruk selama dua minggu. Dan dengan baik hatinya Sang dokter mencarikan pinjaman untuk saya. Meskipun pada akhirnya saya tidak jadi meminjam karena kruk punya bapak yang mau dipinjamkan ke saya itu juga pinjaman, maka lebih baik saya mencari pinjaman ke teman saya yang kebetulan punya. Tapi saya tahu, Sang dokter dan Sang bapak begitu tulus ingin membantu, bahkan ketika akhirnya saya bertemu dengan bapak yang juga mengalami patah tulang..beliau sempat memaksa saya untuk memakai kruk-nya dan menitipkannya kembali ke rumah sakit satu bulan kemudian ketika beliau kembali kontrol. 
Ketulusan itu, tampak begitu saja dan dengan mudahnya terbaca lewat rona wajah dan senyuman mereka.Dan saya pun dapat mengenali bentukannya tanpa harus berpikir dua kali, apalagi berasumsi.

Semuanya pada akhirnya menjadi sebuah rangkaian pengalaman yang luar biasa. Sungguh Luar biasa. Terimakasih untuk para tokoh utama dalam kisah ini, Niken dan Pipit. Silahkan menikmati  kesempatan membully saya selama beberapa minggu ke depan, hanya tunggu saja akibatnya setelah ini,  muah-haha. Hanya Allah yang bisa membalas ketulusan dan segala yang telah kalian lakukan :).


Selasa, 09 Oktober 2012

Relationship Is The New Currency

picture taken from:http://aisforteenagedream.blogspot.com
Kalau di jejaring sosial Anda mengubah status dari "single" menjadi "in a RELATIONSHIP", bisa ditebak Anda akan menuai banyak notifikasi. Mulai dari ucapan selamat sampai pertanyaan-pertanyaan kepo dengan 5W 1H ala kuli tinta pasti muncul berdesakan di kolom komentar. Tapi tunggu..ini bukan tentang relationship yang itu. Ini lebih down to earth lah ya..nggak bikin ngiri para jombloers sejati ;p.

Belum lama, seorang senior sempat bercerita singkat bahwa di kehidupan nyata begitu sulit mencari sebentuk hubungan yang murni atas dasar ketulusan, kasih sayang dan keikhlasan antara sesama manusia- ceileh. Benarkah? Bisa jadi benar. Tidak bisa dipungkiri, setiap orang dewasa ini memiliki kepentingan yang sangat beragam. Bukannya ingin berburuk sangka, tapi berapa banyak orang yang kita temui yang masih memiliki niat yang pure hanya untuk berteman sehidup semati tanpa ada embel-embel kepentingan koneksi, administrasi, maupun pribadi? 

Bagaimanapun, sebuah hubungan baik mampu membawa seseorang pada hal-hal tidak terduga. Masih ingat kalimat "Kalau ingin mengenal seseorang lihat saja siapa sahabatnya"? sedikit banyak cara tersebut berhasil. Tentu saja, seseorang akan cenderung berkumpul dengan orang-orang yang memiliki karakter yang sama, kepentingan yang sama, visi yang sama dan hal-hal yang sama lainnya. Bukan hal baru ketika seorang soleh memiliki teman yang mayoritas soleh semua atau maling memiliki sohib yang mayoritas seprofesi. Disinilah sebuah relationship antar pribadi menjadi sebuah kunci. Selanjutnya yang akan terjadi adalah proses mewarnai, diwarnai, atau harmonis menjadi warna-warni.

Lantas, apa masalahnya dengan hubungan atau relationship ini? tidak ada masalah kok ketika kita mampu menempatkan diri dengan benar dalam sebuah bentuk hubungan. Hanya yang perlu digaris bawahi adalah bahwa tidak semua bentuk relationship perlu dikomoditaskan. Tidak salah jika yang diharapkan dalam sebuah kerjasama dan hubungan adalah adanya keuntungan, tapi akan lebih adil jika keuntungan tersebut dapat dinikmati kedua belah pihak. Yah..seperti prinsip silaturahmi yang diajarkan Rasulullah lah. Barang siapa yang menyambung silaturahmi dengan saudaranya maka akan dipanjangkan umurnya, dibukakan pintu rezekinya, perdagangan yang menguntungkan bukan? 

Benturan antar kepentingan yang semakin besar bisa jadi adalah salah satu faktor yang mempengaruhi. Pernah berpikir :Kenapa sulit ya menemukan teman seperti teman-teman saat kuliah dulu?, jawaban sederhananya adalah ya ketika kuliah dulu kepentingannya bisa jadi hanya sekedar tugas kuliah ataupun kegiatan organisasi, latar belakang, motivasi, tujuan, serta kondisi yang hampir seluruhnya seragam akan membuat kita merasa senasib sepenanggungan. Sedangkan kini setelah nyemplung ke dunia nyata? it's totally different. Semua orang memperjuangkan kepentingan masing-masing, bahkan ada yang rela sikut-sikutan untuk mendapatkan apa yang diinginkan. 

Jadi serem?

Nggak juga kok, Syukurnya masih ada banyak orang di luar sana yang memiliki nilai pribadi yang luhur. Nilai-nilai PPKn yang diajarkan oleh bapak ibu guru sewaktu SD serta bimbingan orang tua agaknya belum luntur seluruhnya. Fitrahnya setiap manusia itu baik, sehingga selalu ada kebaikan meskipun sedikit. Ketulusan dalam membangun hubungan berawal dari fitrah manusia untuk berbuat baik tanpa pamrih sehingga membentuk sebuah relationship yang manfaat bagi banyak pihak. Terbukti, saya begitu tersentuh melihat beberapa potong adegan berjudul 'ketulusan' di ibukota yang konon katanya lebih kejam daripada ibu tiri tersebut. Seorang mbak-mbak dengan senang hati menawarkan bantuan pada ibu-ibu yang tampak sangat kelelhan menaiki tangga jembatan penyeberangan dengan belanjaan yang terlihat berat. Ada lagi, ketika di kopaja, seorang lelaki paruh baya merelakan tempat duduknya bagi ibu-ibu dan seorang kakek yang harus dibantu tongkat ketika berjalan, yang kemudian kakek tersebut dengan sangat baik hati menunjukkan arah dan mencarikan kopaja untuk kami yang nyasar ketika mencari Menara Palma. See, ibukota yang lebih kejam dari ibu tiri pun masih memiliki orang-orang baik dan tulus kok.

RelatIonship is the new currency. And the currency for relationship is called sincerity. (Rene Suhardono, Your Journey to be the #UltimateU)

Membangun sebuah relationship dengan siapapun memang gampang-gampang susah. Namun pembelajaran harus tetap berjalan bukan? apakah kita akan takut dalam memulai bentuk hubungan dengan orang lain karena takut sakit hati, takut dicurangi? Hmm..saya pun masih sering terbayangi oleh ketakutan-ketakutan tersebut. Tapi saya masih percaya, meskipun sedikit ataupun sulit, sebuah relationship- ala sahabat semasa sekolah-bisa kita jalin dengan siapapun, kapanpun dan dimanapun. Niatkan tulus untuk menjalin silaturahmi kerena Allah, Bismillah..dan kita tidak akan pernah rugi kok ketika memperlakukan seseorang dengan baik. Dalam bentuk hubungan apapun InsyaAllah terdapat banyak pembelajaran, meskipun begitu tidak berarti kita boleh sembarangan dalam membentuk relationship dong. Kewaspadaan, serta perilaku kita menjadi kunci penting untuk membentuk sebuah hubungan baik atau tidak baik.