Minggu, 29 Juni 2014

Selamat Bertemu Kembali!


Sudah lama sekali tidak menulis apapun di sini. Apakabar cita-cita jadi penulis? hehe. Setelah lama kehilangan kesaktian menulis di media, akhirnya saya mencoba kembali dengan mewajibkan diri menulis minimal satu kalimat setiap hari. Entah di buku, tumblr, di blog, atau mengoceh  di twitter. Pokoknya mencoba kembali membiasakan diri dengan pencatatan.

Kebetulan momentumnya pas di awal bulan suci Ramadhan, awal dari 30 hari penuh pahala dan ampunan. Akhirnya tergerak juga menyingkirkan sarang laba-laba di menggapai awan *tepis kanan-kiri bersihin debu. Tahun ini Ramadhan inshaaAllah dilewatkan penuh di Madiun, di rumah. Berbeda sekali dengan tahun lalu yang hampir satu bulan penuh dilewatkan di Bandung bahkan sampai safari masjid segala setiap weekend. Selain lokasinya yang berbeda, gegap gempitanya juga sedikit berbeda sih. Kalau di bulan Ramadhan Bandung selalu penuh dengan ta'jil yang membuat ngiler setiap pulang kantor, di Madiun mana adaaa yang jualan ta'jil *Sebenarnya ini bisa menjadi peluang bisnis, tapi baiklah, fokus. Ibu-ibu di sini tampaknya masih rajin dan semangat membuat ta'jil sendiri jadilah tidak banyak pedagang dadakan yang beralih profesi menjadi takjilers di pinggil jalan.

Dalam segi rutinitas, tidak jauh berbeda pula. Studio ce.ri.ta tetap buka seperti biasa, dengan beberapa penyesuaian jam kerja. Belakangan saya sempat diprotes bapak "Kenapa pulangnya sore-sore bangeet?!", maklum kalau sudah asyik mengerjakan sesuatu sering lupa waktu, pekerjannya terlalu menyenangkan sih ;). Selebihnya tidak ada yang berbeda, selain beberapa hal yang dimulai lebih pagi. Ohya doakan saya istiqamah untuk tetap bangun setelah subuh dan berhasil menjalankan misi-misi spesial bulan Ramadhan! Karena seharusnya Ramadhan menjadi bulan penggemblengan untuk menjadi pribadi yang lebih baik, jadi sekaranglah saatnya untuk mulai mendisiplinkan diri terhadap banyak hal yang diinginkan. Tentunya perubahan yang lebih baik, rugi dong sudah melewati Ramadhan tapi tetap tidak ada peningkatan, naudzubillah. Biasanya setan nih yang siaga terjaga menyerang semangat dan niat.

Baiklah, hampir cukup sampai di sini. Sebenarnya ada banyak sekali yang bisa saya ceritakan karena beberapa saat yang lalu saya sempat berplesir ke Yogyakarta dan Magelang. Ada cerita tentang Pantai, situs sejarah bahkan salah satu keajaiban dunia! Tapi saya tidak mau janji-janji palsu menuliskan, hehe. Kalau tidak ada halangan nanti mungkin bisa saya pos beberapa fotonya ya. Selamat datang kembali di Menggapai Awan! dan lagi, Selamat datang kembali Ramadhan, panjangkan umur kami hingga Syawal bahkan Ramadhan berikutnya :D



Senin, 28 April 2014

Senin Pagi di Akhir April

TV di ruang tengah sejak tadi saya tinggalkan dalam keadaan meyala. Juga sapu yang seharusnya sejak tadi saya ayun. Dan apa yang sedang saya lakukan? Memenuhi tugas baru setiap pagi: Menulis.

Hari ini awal minggu terakhir di bulan April. Benar juga ya, terkadang waktu memang aneh..cepat dan lambat secara bersamaan. Cepat ketika berkejaran dengan deadline, lambat ketika hendak ditagih gajian, haha.

Yang terbersit di pikiran pagi ini adalah keinginan untuk melakukan hal baru, kebutuhan untuk bertemu dengan orang baru, yang tentunya membutuhkan peningkatan skill manajemen waktu. Hobi, kebutuhan, pekerjaan merupakan hal-hal yang saling beririsan dan harus sejalan. Kepala saya penuh sesak dengan rencana, dan saya bosan dengan semua wacana. Kali ini harus ter-realisasi!

Eh apakah saya sudah bercerita bahwa saya randomly bergabung dalam komunitas card to post? haha..ya..ya..ya..random. Sahabat-sahabat saya bahkan sudah mahfum dengan kerandoman saya ini sehingga 'iya' saja ketika bilang: " aku mau kirim kartu pos ke kamu ya, minta alamat kosan!". Dan sampai sekarang jangankan dikirim..dibikin saja belum.

Ah, minggu ini saya akan membuat kartu posnya, juga grup fesbuk jualan itu *apa lagi nih?, juga cari info baru tentang yang satunya lagi..hahaha..banyak mau, kurang realisasi tuh ya gini.

Nantilah, saya coba tuliskan leboh banyak tentang apa-apa yang sedang saya kerjakan. Yang jelas saya masih punya PR satu buku lagi.

Selamat hari Senin ceria.

Minggu, 27 April 2014

Menjadi Lebih Baik

Beberapa hari yang lalu saya baru saja menamatkan dua buah buku motivasi: Sila ke-6 Kreatif Sampai Mati (Wahyu Aditia) dan How to Master Your Habits (Felix. Y. Siauw).

Buku pertama melucuti harga diri saya sebagai sesama mantan mahasiswa desain tapi kenapa kreatifnya tidak sama-sama dewa, dan buku kedua menampar pipi saya karena semua hal yg salah untuk melestarikan habits sudah khatam saya lakukan. Hopeless? No!

Dari perenungan yang sejenak saya lakukan setelah membaca keduanya akhirnya saya dapatkan bahwa untuk menjadi kreatif, untuk mewujudkan mimpi, tidak bisa terlepas dari habits yang kita miliki. Lha iya? semua orang juga sudah tahu, info basi kali. Eits, tapi coba refleksikan, apa saya atau Anda sudah menyadari atau hanya sekilas info numpang lewat yang tidak pernah terlintas di pikiran?

Jika dikembalikan kepada karakter saya, akhirnya dapat dimengerti kenapa belum ada yang luar biasa muncul dari kepala. Ada dua hal penting yang selalu saya tidak lakukan, pertama, tidak melakukan pencatatan (bisa juga penggambaran) yang benar terhadap setiap ide yang terlintas. Maksudnya bagaimana? jadi begini, sebagai mantan mahasiswa seni rupa yang dulu selalu dituntut untuk membadai otak, kebiasaan ini sering muncul dimanapun dan kapanpun. Seperti sudah terotomatisasi, jika ada ide baru biasanya akan muncul ide-ide lainnya. Dan pada kasus saya, biasanya terjadi ketika saya sedang motoran, atau sedang dalam kesibukan apapun yang akhirnya membuat malas untuk mencatat. Padahal ide-ide spontan itu sering sekali brilian. Kedua, ide brilian sering saya tinggalkan di tengah jalan sehingga belum ada satupun yang terwujud. membayangkan ratusan ide brilian yang sangat berpotensi menjadi luar biasa itu membuat saya seketika galau luar biasa.

Nah, akhirnya tibalah pada sebuah kesimpulan. Keraguan saya untuk terus bereksplorasi rupanya didukung penuh oleh geng penjahat pikiran yang tidak lain adalah habits. Saya memiliki habits peragu, takut salah dan menunda pekerjaan. Jadilah, ide-ide kreatif semuanya menguap tanpa bekas. Ketakutan terhadap anggapan orang, kecenderungan menganggap diri sendiri tidak mampu adalah dua iblis terkuat yang jarus dilenyapkan dari muka hati! Sebelumnya menulis dalam blog ini pun sudah tertunda, pertanda saya takluk oleh iblis habits. Jadi inshaa Allah, mulai saat ini saya akan belajar menaklukan si anak bandel bernama habits, dan membesarkan dengan penuh kasih sayang si anak kreatif dan spontan. Hmm..sepertinya saya harus berpindah hati untuk melakukan pencatatan di tempat lain.

Baiklah sampai jumpa deng saya yang akan menjadi master! terimakasih mas wadit dan ustadz Felix, terimakasih ya Allah karena mempertemukan saya dengan mereka di rak buku. Bismillah!

Minggu, 30 Maret 2014

Mencoba Update

Sedih itu kalau punya blog tapi tidak pernah diUpdate sampai sekian lama. 

Baiklah. Sudah di penghujung bulan Maret 2014. Sejauh ini semuanya cukup menyenangkan. Saya mencoba menyusun satu satu apa yang seharusnya ada. Kamar baru, sudah. Booking lapangan badminton, sudah. (Hampir) mendapatkan sim A, sudah. Lingkaran baru, inshaa Allah, sudah. Meningkatkan performa Ce.ri.ta, sedang dalam proses. Wiiii..lumayan juga ya tiga bulan ini. Yang terakhir adalah langganan intisari. Saya kangen berat majalah intisari. Hari ini saya mengajukan permintaan langganan, semoga minggu depan, bertepatan dengan awal bulan majalah sudah di tangan*yosh!.

Apa lagi yang belum? komunitas, komunitas yang belum juga dimulai. Okay, next project noted!
Huhuy, satu satu, boleh jadi perlahan-lahan..tapi semoga semua bisa direalisasikan. Harus kembali mengakrabkan diri dengan sketchbook dan pensil. Mencari sela-sela waktu hening untuk meladeni badai otak. Apa yang lewat-lewat di kepala ini terlalu sayang untuk diacuhkan.

Hutang saya untuk menulis sudah sangat menggunung. Rasanya jadi sangat berat untuk memulai menulis. Dan..saya memiliki rencana untuk mendua di blog lain, khukhukhu. Jangan sedih ya pembaca. Saya dan pikiran-pikiran absurd saya akan berusaha adil ;).

Jumat, 31 Januari 2014

Random Text

Pasti bisa ditebak. Kalau saya sedang rajin menulis seperti ini adalah pertanda bahwa saya juga sedang lebih banyak membaca. Lebih sabar menyimak banjir kata-kata di dashbord tumblr. Lebih sabar menyimak paragraf-paragraf dari buku yang terhutang. Dan jika tulisan dalam blog ini kacau balau semrawut tegak miring tidak rata kiri kanan, maka hal ini juga pertanda: saya terlalu malas bersabar untuk menyalakan laptop.

Masih di penghujung Januari. Sepertinya saya overdosis tulisan galau. Saya juga bingung kenapa dashboard tumblr saya penub dengan tulisan galau khas golongan awal 20-an, haha. Okelah skip bagian galau. Saya hanya ingin sedikit bercerita ngalor ngidul. Tentang betapa saya sangat suka menyimak tulisan yang berisi curhat. Tentang pengalaman terhadap sesuatu. Tentang cerita-cerita orang lain. Rasanya seperti membaca banyak cerpen seru.

Bukan hanya membaca, saya juga tidak pernah keberatan menyimak cerita-cerita. Mulai curhat galau TA, galai karir sampai galau jodoh. Rasanya takjub mendengar banyak hal yang dirasakan oleh seseorang, apalagi yang saya belum pernah mengalami.

Salah satu hobi saya adalah menyimak curhatan di blog. Hal yang asyik dilakukan sembari menebak-nebak seperti apa penulisnya. Kalaupun penulisnya adalah seseorang yang sudah saya kenal, saya pasti masih saja akan terheran-heran: ada sisi lain yang berbeda, yang hanya muncul dalam tulisan seseorang tersebut.

Tidak jarang saya berdecak kagum, juga tertegun ketika meyimak cerita-cerita. Betapa hidup sungguh memiliki ribuan jalan cerita. Ada yang terlampau pahit, ada yang terlampau manis, tentu saja ada juga yang biasa. Belakangan seorang teman menyodorkan link cerpen yang dibuat berdasarkan kisah nyata. Ceritanya cheessy sih, percintaan. Tapi latar belakang tokohnya yang seorang penderita depresi hingga melukai diri sendiri terasa begitu pelik. Juga cerita dunia kerja yang penuh mafia oleh sahabat dekat saya. Hidup orang-orang di luar sana tidak kalah pelik. Dan hal itu membuat saya banyak bersyukur dengan hidup yang begitu lurus dan sederhana seperti sekarang. Bahagia, aman, sejahtera.
Sepertinya ada yang bilang bahwa umur kita tidak akan cukup untuk mengalami segala hal. Maka belajarlah dari pengalaman orang lain. Tidak perlu ikut mencoba loncat dari jurang untuk tahu apakah sakit atau tidak. Tanya saja pada yang sudah pernah, hehe.


Jadi, dengan menyimak tulisan Agustinus wibowo, Pramoedya Ananta Toer, Salim.A. Fillah,anonim atau siapapun yang menuturkan banyak hal yang kita belum mampu mengalami atau mengambil hikmah darinya, bisa menjadi sebuah charger isi hati dan kepala. Aah..saya selalu merindukan perasaan seperti ini. Perasaan ingin berkata, perasaan syukur karena mengetahui sesuatu yang baru. Perasaan yang seringkali tanpa diundang muncul berlompatan karena terusik sebuah paragraf atau selarik kata. Hmm..sudah ah. Saya semakin random membahas macam-macam, haha..selamat akhir bulan .

Kamis, 30 Januari 2014

Perjalanan: Tidung di Bulan Desember

Heeeeuuuu!ini adalah postingan pertama saya di bulan Januari, setelah tahun baru yang besok akan menjadi sooo..yesterday. Tulisan ini ditulis sembari rerebahan di kasur di depan komputer, di ruangan yang lebih mirip kosan daripada back office studio. Here we go, sedikit cerita akhir dan awal tahun saya yang nano-nano kaya rujak buah di alun-alun!

Di penghujung tahun 2013 kemarin saya mendapatkan dua buah perjalanan yang luar biasa. Bukan hanya luar biasa randomnya, tapi juga luar biasa ngaconya. Sebenarnya saya ingin menceritakan dua perjalanan tersebut satu persatu, tapi gimana ya? yasudah satu satu saja lah! *nyengir takut ditimpuk.
Jadi cerita pertama adalah tentang perjalanan ke pulau Tidung, di bulan Desember. Yaak, yang ingin mencaci maki kebodohan penulis dengan melaut di bulan desember boleh teriak sekarang. Semua ini memang karena saya yang keras kepala ingin ke Pulau Tidung dulu sebelum pulang ke Madiun. Lha gimana lagi, kan nanti jauh kalau harus berangkat dari Madiun. Sempat beberapa kali diagendakan sebelum bulan Desember sebenarnya, tapi karena kesibukan kantor tidak memungkinkan saya untuk cuti jadilah belum kesampaian sampai Desember. Maka sekarang lah saatnya, sebelum saya semakin jauh dari wilayah barat, saya harus berangkat!


Awalnya anggota rombongan perjalanan ini tentu saja hanya saya dan Niken. Dengan rencana perjalanan seadanya, ngeteng ga jelas, nginep dimana ga jelas. Tapi ya kita berdua memang sudah sering berada dalam situasi yang tidak jelas, jadi yasudahlah..nothing to worry. Sampai saya menceritakan rencana tersebut di grup kelas bunga matahari, semuanya antusias ingin ikut lalu tercengang atas kebodohan kami berdua terhadap rencana yang tidak jelas di atas. Dari komentar "Ini Desember woy, serius mau ke laut?", " Kalian beneran mau tidur di masjid aja?? berdua cewe-cewe???",
Akhirnya Imon, menengahi dengan menawarkan jasa mencari biro perjalanan agar perjalanan ini one step closer dari rencana ngawang-awang khas pemuda labil.


Info biro perjalanan sudah di tangan. Sekarang perdebatan siapa yang jadi ikut menjadi agenda baru. Yang awalnya antusias ikut satu persatu mengurungkan niat. Dari yang alasan tiket tidak di acc, bentrok jadwal ko ass sampai berbagai alasan indah lainnya. Oke baiklah, saya mendongkol. Saya sudah bertekad, mereka berangkat atau tidak saya akan tetap berangkat. Kengawuran saya kambuh.
Ancaman tersebut berhasil. Akhirnya formasi rombongan terbentuk. Imon dan ibunya menjadi tamu istimewa jauh-jauh dari Surabaya. Yang lain tentunya penghuni wilayah barat: Emon, Ocha, Niken dan saya sendiri. Sampai hari H, saya dan Niken sudah siap sedia menunggu travel yang ternyata telat hampir dua jam karena perbaikan jalan tol. Rencana sampai sebelum gelap otomatis batal. Yang lebih parah lagi, rupanya Ocha juga berangkat dari Bandung selesai dinas luar. Hampir menjelang jum'atan bahkan dia belum memastikan apakah bisa menyusul.

Dalam situasi yang semakin tidak terduga, saya dan Niken bersikeras menggunakan bus transjakarta menuju Sunter, pos pertama tempat menginap malam ini yang tidak lain adalah rumah budhe Imon. Dan rupanya, rute yang harus kami tempuh luar biasa panjang. Akhirnya hampir pukul 22.00 kami sampai di Sunter, disusul Emon 15 menit kemudian yang berjalan kaki, lalu Ocha yang masih menyeret koper dengan setelan rapi. Anggota lengkap. Siap berangkat esok pagi.

Adzan subuh belum lagi terdengar, Imon sudah semangat 45 membangunkan kami. Setelah bersiap, jam 5 pagi kami berangkat menuju Muara Angke. Sesampainya di sana, wangi khas pasar ikan menusuk hidung. Kapal-kapal yang hendak memuat penumpang menuju kepulauan seribu sudah siap berjajar. Langit sempurna abu-abu. Hujan turun gerimis. Kami sibuk foto-foto norak.
Bagi saya dan Niken yang memang menjadikan perjalanan ini misi akhir tahun tentu saja luar biasa. Saya menatap puas ke lautan yang semakin lama berubah menjadi hijau-biru. Cuaca cukup menyenangkan, kami melewatkan setengah jam perjalanan pertama dengan membicarakan banyak hal. Maklum, ini semacam reuni kecil. Hampir satu tahun kami tidak bertemu satu sama lain.

Reuni syahdu kami terhenti mendadak. Tiba-tiba hujan turun gerimis. Laut yang semula tenang mulai bergolak. Saya terpaksa mengungsi ke lambung kapal karena goncangan yang semakin kuat. Saya masih sok cool dan sok asyik. Berdiri menjaga keseimbangan lama-lama membuat saya pusing juga. Cuaca tak kunjung membaik, padahal sudah hampir satu setengah jam perjalan. Nahkoda kapal akhirnya memutuskan untuk berhenti sejenak menunggu cuaca membaik, kapal ditambat di dekat pulau Burung. Saya yang sedari tadi bosan dan mual berada di bawah menyusul Emon dan Ocha yang sekarang basah kuyup karena tadi sok keren tidak bergeming di bagian depan. Kami akhirnya berpindah ke sisi samping hingga kapal kembali diberangkatkan.

Cuaca rupanya memang tidak bisa diajak kompromi. Gelombang kembali meninggi, kapal berkali-kali dihantam ombak dari samping hingga oleng. Saya, Emon dan Niken yang semula di luar sekarang mulai mlipir ke dalam kabin nahkoda. Suasana di kabin nahkoda ternyata lebih horor, terdapat penumpang ibu-ibu yang sudah mulai merapal doa-doa. Nahkoda tampak gugup, berkali kali menyalakan rokok dan membuangnya ketika masih separuh. Saya juga tidak kalah panik dalam hati. Membisu sambil berdoa dalam hati adalah satu-satunya hal yang saya bisa. Nahkoda kembali menghentikan kapal, kali ini rupanya beliau kehilangan arah. Rute yang diambilnya memang berbeda dari biasanya, apalagi kalau bukan demi mengakali gelombang besar. Perjalanan baru separuhnya ketika asisten nahkoda berteriak knalpot kapal meleleh, situasi semakin tidak menentu sepertinya. Nahkoda sudah berkali kali berterial kesal, dia kehilangan arah petunjuk menuju pulau. Dari jauh sebenarnya pulau Tidung sudah tampak, tapi tetap saja, kapal belum bisa melanjutkan perjalanan karena gelombang besar. Kabin semakin riuh oleh surat-surat pendek. Niken tetdiam pucat, saya dan Emon sesekali berpandangan, Ocha masih bertahan di luar. Saya merapal doa apapun yang saya bisa ketika ombak kembali menghantam kapal, Emon tampak membaca kutipan dari Al Kitab. Waktu itu pikiran saya sudah kemana-mana. Antara takut dan pasrah. Kalau kapal ini terbalik, saya akan berakhir di sini. Apalagi yang bisa saya harapkan, pelampung jauh di bawah sana, berenang saya tidak bisa. Ah..saya bahkan tidak pamit bapak dan ibu sebelum pergi, saya tidak akan sempat mengucapkan selamat tinggal.

Nahkoda sekuat tenaga menyesuaikan arah kapal dengan gerakan ombak. Sesekali kami masih di hantam gelombang. Tapi rupanya badai berhasil dilalui, kami sampai setelah 5 jam terombang ambing di tengah laut. Tepat sebelum pukul dua belas siang waktu Tidung. Kami beriringan menuju penginapan dengan perasaan lega luar biasa. Tuhan memberikan kesempatan untuk sampai di pulau kecil yang ternyata ramai ini.

Penginapan kami tepat di pinggir laut. Dari teras terlihat lautan lepas biru toska. Subhanallah sangat indaaaah! saya sempat menuntaskan satu juz sembari menikmati semilir angin laut. Menghadap ke hamparan biru toska. Menjelang sore kami bersiap menuju area snorkling. Saya tidak sabar menunggu- nunggu bagian ini. Saya ingin membuktikan perkataan teman-teman saya: Siapapun bisa snorkling!. Benarkah? saya ingin membuktikannya.

Peralatan lengkap sudah terpasang. Ocha, Emon, Niken, sudah lebih dulu loncat ke laut. Tinggal saya yang dipaksa-paksa Imon untuk segera turun. Waittt!!! saya takut setengah mati, tapi masa sudah jauh-jauh kesini saya melewatkan kesempatan untuk snorkling? bulankah saya sudah pakai pelampung? bukankah semua orang pasti bisa mengambang? baiklah saya loncat!dan apa yang terjadi? saya rupanya tidak bisa snorkling saudara saudaraaa...penonton kecewa, saya juga kecewa dan memilih segera naik ke perahu. Menikmati angin sore sembari menatap iri semua teman saya yang asyik memandangi ikan dan karang. Tapi Niken dengan bijak menghibur: "Seenggaknya kamu udah nyoba kan, Ko. Bahkan aku nggak nyangka kamu mau ikutan nyebur," . Oke, cukup menghibur.
Sisa sore setelah bermain air kami diajak bersepeda menuju pantai dengan agenda melihat matahari terbenam. Kami menyusuri jalanan perkampungan yang hampir semuanya dijadikan homestay menuju lokasi. Perjalanan yang cukup mengasyikkan kecuali kenyataan bahwa matahati terbenam tidak terlihat karena tertutup mendung.

Keesokan paginya hujan sudah mengguyur pulau sejak subuh. Padahal masih ada satu agenda lagi sebelum meninggalkan pulau jam sepuluh pagi: mengunjungi jembatan cinta. Akhirnya di bawah gerimis kami mengayuh sepeda menuju jembatan cinta. Saya penasaran dengan namanya, ada apa sih di sana kok disebut sebagai jembatan cinta?. Kami memarkir sepeda di tepi pantai dan dilanjutkan berjalan kaki menuju jembatan cinta. Jadi ini toh jembatan cinta yang tersohor itu. Jembatan melengkung berwarna merah muda disambung jembatan panjang yang mebentang di antara Pulau Tidung dan Pulau Tidung Kecil. Dibeberapa tepiannya terdapat beberapa shelter dengan atap, hujan yang semakin deras tetap saja membuat kami basah meskipun di bawah shelter yang padahal sudah mirip payung raksasa. Angin kencang menusuk-nusuk badan saya yang waktu itu masih kurus hingga ke tulang.

Akhirnya setelah hampir satu jam terjebak hujan kami memutuskan untuk kembali ke pantai. Hujan tidak kunjung reda hingga kami kembali ke jembatan merah muda. Ocha, emon dan mbak Anin malah menyempatkan diri loncat dari jembatan cinta tanpa pelampung, saya yang sejak tadi sudah kedinginan semakinembeku bergidik ngeri setengah pengen melihat kelakuan mereka. Iri hati lagi.
Hampir pukul sembilan kami kembali ke penginapan dengan baju basah kuyup. Satu jam lagi kami sudah harus meninggalkan penginapan. Kami terburu buru mandi dan berkemas sebelum menuju pelabuhan.

Pukul 10 lewat sedikit kami akhirnya angkat kaki. Kapal sudah berjajar rapi. Pihak biro menjanjikan kapal dengan tempat duduk untuk kali ini, bukan seperti kapal yang kemarin kami tumpangi. Saya yang sebenarnya masih agak ngeri diam-diam menyiapkan mental. Semoga kali ini perjalanan lancar.
Pukul 12 kapal akhirnya berangkat. Saya meringkuk menahan mual di lambung kapal. Orang-orang sudah mengambil posisi bergelimpangan memenuhi lantai. Lho, katanya kapalnya berkursi??, good question. Tadi kami disuruh pindah kapal tanpa alasan yang jelas, sepertinya ada oknum yang tidak bertanggung jawab. Imon sudah berkali-kali komplain tentang hal ini, tapi apa daya. Toh kapal sudah berangkat sekarang. Kami kembali menuju Muara Angke. Di luar dugaan laut hari ini cukup tenang, biarpun gerimis sepanjang siang. Saya bisa tidur nyenyak nyaris bermimpi ketika di kapal. Pukul empat sore kami sudah kembali berada di Sunter.

What a relief. Akhirnya saya kembali ke daratan. Ocha dan Emon berpisah dengan kami dari Sunter. Emon kembali ke kosan, Ocha ke Cilegon. Saya, Niken, Imon, tante dan mbak Anin akan melanjutkan perjalana ke Bandung esok harinya. Akhirnya perjalanan ke Tidung berakhir. Dan saya punya cerita seru tentang banyak hal baru. Tepat di penghujung tahun, di bulan Desember.