Selasa, 27 September 2011

Matahari Sore dan Aston Tropicana

Tunggu..biarkan sejenak saya mengingat kembali fragmen memori sore tadi yang hampir terhapus oleh hujan. Ini dia..matahari tampak bulat penuh berlatarbelakang langit biru bersih. Semburat cahayanya oranye keemasan semakin berpendar lemah mengiringi senja yang beranjak turun. Bulat penuh, jelas terlihat. Jarang sekali saya bisa mengamati bentuknya tanpa harus memicingkan mata. Ini adalah secuil romantisme yang sering saya nikmati ketika sore hari, warna senja dan pendar tulisan "Aston Tropicana" di kejauhan. Ini adalah fragmen deskriptif tentang Kebon Bibit...

Jalanannya naik turun, beraspal bopeng yang tidak rata. Polisi tidur yang dibuat entah berdasarkan standar siapa, tingginya menyiksa vega saya yang sudah tua. Tapi, diluar itu semua jalanan ini bisa dibilang menjadi saksi tidak hidup kegalauan dan keluh kesah saya, hahaha.

Dahulu, saya pernah menangis terisak sepanjang jalan di bawah rintik gerimis. Saya pernah menerawang kosong menatap jalanannya. Saya pernah menerawang jauh ke langit di atas Aston Tropicana. Dan saya selalu menyadari jika salah satu lampu hotel itu mati sehingga tulisan yang terbaca "AST N TROPICANA".

Saya seringkali merasa takut jika harus berjalan sendirian melewati jalanan ini. Bukannya apa-apa..jalanannya sepi dan gelap. Apalagi bawah jembatan pasupati yang meskipun mulus jalannya, tapi miskin penerangan. Terkadang hanya terlihat nyala puntung rokok yang dihisap segerombolan ABG labil di bawah pilarnya yang menjulang. Jika terpaksa pulang sendirian tengah malam tanpa kendaraan, saya pasti mempercepat langkah..meningkatkan kewaspadaan 3 kali lipat.

Masih di jalanan Kebon Bibit dengan pemandangan Aston Tropicana di ujungnya. Di sini ada penjual batagor yang selalu ramai. Anak-anak SD Pertiwi selalu mengajak saya saingan mengantri. Sering sekali si Mang ini membuat saya berlalu dengan kecewa, kehabisan batagor di siang bolong. Terkadang, saya sengaja melalui jalur ini hanya untuk sekedar mampir membeli batagor, sebelum berangkat kuliah..setelah pulang kuliah..sesempatnya lah. Bahkan sepertinya secara tidak langsung saya sukses jadi agen promosi. Teman-teman saya ketagihan batagor ini juga setiap kali mampir ke kosan.

Masih di Kebon Bibit. Kali ini di pertigaan di depan pos jaga. Tidak jarang anjing berbulu keemasan itu muncul mengagetkan. Pagi hari..siang hari..malam hari...tak tahu juga sebenarnya kapan jadwal pastinya. Ia terlihat berlari-lari atau menggeletak malas di tengah jalan ketika saya melintas. Berjingkat-jingkat saya memelankan langkah, mencari rute paling jauh dari keberadaannya. Bukannya saya takut, tapi saya malas kalau dikejar dan sampai terjilat! tujuh kali campur pasir hey bersihinnya...malas sekali.

Hmm..masih belum beranjak dari Kebon Bibit. Setelah  pertigaan, jalanan akan kembali berbelok ke kanan. Memunculkan lagi sisa pemandangan Aston Tropicana dengan pendar lampu biru-merah nya. Dulu di sini ada warung kecil. Ingat sekali saya berteduh dari hujan sambil membeli beberapa snack ala anak SD ketika membantu Kak Rani pindahan. Di jalanan ini juga mobil tragedi mobil Arum terjadi, membuat kami semua kalang kabut dan batal datang presentasi. Berujung di sebuah pertigaan lagi yang semakin dekat dengan kosan.

Jalanan mulai menurun, satu tahun pertama saya selalu berhenti di gerbang atas, membuka satu persatu kunci dua lapis pintu sebelum masuk ke dalam. Tapi tidak sia-sia, taman hijau milik ibu Tati selalu bagai oasis di padang pasir yang seolah berbisik "Nyampe kosan, Kasur heeeey!"
Dan dengan langkat satu-satu menaiki anak tangga hingga berakhir dengan putaran kunci yang mengakhiri perjalanan sepanjang hari. Dan perjalanan melintasi Kebon Bibit dan bercengkrama bersama Aston Tropicana pun kembali berakhir.

Sabtu, 24 September 2011

#3 Here We Go Again!

Perjalanan ini dimulai dari stasiun Bandung, bersama seorang pendatang dari Surabaya saya menyusuri track menuju Taman Hutan Raya Juanda. Tidak lagi berjalan kaki seperti dua tahun yang lalu, saya kembali menyusuri jalan setapak beraspal di tengah hutan konservasi. Seekor burung yang terbang rendah membuat saya sesaat terkejut. Subhanallah sekali ya...

Awalnya saya sama sekali tidak yakin Vega kesayangan saya ini mampu mengantarkan kami hingga ke atas. Namun akhirnya kami sampai dengan selamat, tanpa ada adegan -dorong motor- yang menghiasi lembar perjalanan ke THR Juanda. 

THR Juanda, Dago Pakar
Berbekal sekantong cemilan dan sebotol air putih saya bersiap menjajaki medan. Bayangan saya akan jalanan setapak dengan semak rimbun di kiri kanan jalan ternyata salah. Begitu melewati loket, saya menemukan sebuah peta dipampang di sisi kiri, sesuatu yang tidak saya jumpai 2 tahun lalu. "Waaah.." seru saya pelan, ternyata ada petanya. Mungkin terdengar norak, tapi dua tahun lalu jangankan peta, penunjuk jalannya saja susah ditemukan. Memang, kali ini track-nya berbeda, tapi lumayan bikin pangling.

Kami melanjutkan perjalanan. Tidak lama kemudian sebuah penunjuk bertuliskan "SELAMAT DATANG DI GOA JEPANG 100 M" membentang diantara dua batang pohon. 
"Lho, udah nyampe aja???"
Makin bingung saya, padahal dulu sepertinya saya harus berjalan cukup lama untuk mencapai lokasi ini. Huaahh...track pejalan kaki ternyata memang lebih panjang rupanya. Kami mengikuti jalanan berbatu hingga menemukan mulut gua Jepang, disambut adek-adek yang menyewakan senter. Segera kami segera memasuki lorong gua yang gelap. Dingin dan lembab, menyergap sesaat setelah kami memasuki lorong gua. Dulu saya takut-takut memasuki gua ini akibat cerita seram kakak kos sepanjang perjalanan. Kali ini, saya mencoba rileks menikmati cerita pemandu yang belakangan ternyata minta bayaran 25 ribu sebagai upah komentar. Huaaah..mahal, dengan menggunakan alasan mahasiswa, saya menawar uang guide menjadi 10 ribu dan..BERHASIL!:p

Kami menamatkan gua jepang yang memang tidak terlalu panjang. Kami melanjutkan perjalanan ke Gua Belanda. Jaraknya tidak terlalu jauh dari lokasi pertama, konon gua Belanda ini kalau diikuti tembus hingga Lembang. Jaraknya sekitar 5 km, 2 jam waktu tempuh jika berjalan kaki. Weitsss...kami mikir-mikir, kalau tembusnya Lembang..berarti mesti balik lagi 2 jam ke sini buat ngambil motor! 4 jam saudara-saudaraaa..itu bolak-balik Jakarta-Bandung via tol Cipularang. Oh No! kami mengurungkan niat.
Pemandangan di depan goa Belanda
Sebenarnya cukup penasaran dengan air terjun yang konon jaraknya 5 km lagi itu. Kami pun memutuskan mencoba berjalan sambil mengobrol ringan. Pemandangan di sini semakin lama semakin indah, suara serangga menggema bersahut-sahutan. Sesekali burung-burung terbang rendah mengeluarkan suara-suara yang membuat saya sedikit terkejut. Wusss...seekor burung terbang cukup rendah hingga membuat saya reflek merunduk. Subhanallah..

Kami sempat beristirahat sambil ngemil bekal, ngobrol ngalor-ngidul-seru. Cuaca hari ini memang agak labil, dominasi terik matahari membuat saya malas beranjak dari bayangan pohon. Sesekali mendung, sesekali panas, cepat sekali berubah. 

Jam setengah dua. Kami bergegas kembali, mencari mushola untuk sholat dhuhur. Seusai sholat kami memutuskan untuk menuju track "EXIT". Random saja kami memilih jalan, ada yang naik ada yang turun. Dari jauh tampak sebuah gerbang, kami bersemangat mempercepat langkah. Namun sayang sekali! bukan ini pintu masuk yang tadi kami lewati. Kami pun kembali menyusuri jalan, memutar langkah hingga tanpa sengaja menemukan patung setengah badan Ir. Djuanda. Yah..lumayanlah, ada objek lagi yang bisa diabadikan. Tak jauh dari sana juga ada sebuah batu semacam prasasti. Ternyata..ada kolam juga di sini, satu hal lagi yang baru saya tahu.


Setelah puas foto-foto, kami kembali mencari jalan keluar. Sudah satu putaran kami tidak juga menemukannya! hmm..mm..akhirnya demi mengamalkan kata pepatah "malu bertanya sesat di jalan" kami pun bertanya pada bapak-bapak di sekitar TKP. Ternyata...jalan yang kami ambil emang salah, hahaha..yang seharusnya belok ke kanan malah turun. Pantas saja nggak ketemu juga jalan keluarnya!

Setelah beberapa menit berjalan kami menemukan juga pintu keluar. Perjalanan hari ini pun akan segera berakhir. Masih ada semangkok lomie dan segelas es teh jumbo yang menutup perjalan kami hari ini. 

#2 Dari Punclut hingga Asia Afrika

Seperti kebanyakan warga Bandung yang memaksimalkan waktu weekend untuk mencari hiburan, saya sok-sok an ikutan meramaikan...mumpung sekarang saya masih sempat merasakan jadi "warga Bandung", maksimalkaaaaan!

Berawal dari sebuah ajakan dari teman lama di sebuah jejaring sosial, akhirnya kami membuat acara "reuni" kecil-kecilan yang seperti biasa diputuskan di detik-detik terakhir.  Selepas adzan maghrib dikumandangkan saya bergegas meninggalkan kampus, memacu sepeda motor menyusuri jalan Suci yang masih saja ramai. Tujuan saya adalah jalan Melania, tepatnya sebuah kosan yang tidak jauh dari ujung jalan.

Seorang teman, sebut saja Bebe tergesa membukakan pintu. Setelah memarkir sepeda motor saya menyusulnya masuk ke dalam kosan. Sampai lupa bersalaman Bebe tampak segera bersiap, saya santai saja menonton serial Sponge Bob yang kebetulan sedang ditayangkan. Bebe sudah siap, saya masih belum beranjak dari toples cemilan yang tadi saya buka karena lapar. Hmm..sebenarnya masih belum jelas kemana tujuan malam ini, belum ada kabar dari tiga orang oknum pencetus gagasan jalan-jalan super random 2011 ini.

Sudah hampir satu jam kami menunggu kabar, akhirnya diputuskan juga mau kemana, Braga Festival. Kabar baiknya..ada mobil yang bisa dipakai jalan-jalan! Horree..! segera saya putar balik ke kosan, memarkir motor dan tak lupa mengajak tambahan anggota. 

Hampir satu jam Saya dan Niken menunggu di teras rumah sebelum akhirnya rombongan Pandu, Cahyo, Bebe dan Dito muncul di depan pintu pagar. Kami segera meluncur menuju Punclut! ya..rencana ternyata berubah, berdasarkan rapat terakhir diputuskanlah tujuan pertama adalah berwisata kuliner. Mobil yang dikemudikan Pandu berjalan pelan menyusuri jalanan, Semakin ke atas kerlip lampu tampak semakin indah. Setibanya di Punclut, kami memilih sebuah tempat makan yang cukup sepi, di lantai dua kami langsung mengambil spot untuk berfoto sebelum menghabiskan ayam bakar, usus goreng, belut dan satu bakul penuh nasi. 

Punclut semakin dingin, kami memutuskan melanjutkan perjalanan ke Braga. Jalan cukup sepi, hanya ada satu mobil di depan kami yang berjalan lambat-lambat membuat Pandu sedikit mengomel tidak sabar. obrolan kami semakin ngalor ngidul di dalam mobil, dari cerita zaman SD sampai cerita hantu di radio. Puas berhaha-hihi tidak terasa sampai juga di Braga. Ramai juga Braga malam itu, mobil pun diparkir di jalan Asia Afrika sedikit di sebelah kiri Museum legendaris di kota Bandung, Museum Konperensi Asia-Afrika. Kami berjalan kaki menuju Braga, rupanya meskipun hari sudah malam keramaiannya masih terasa. Disepanjang jalan dipampang foto-foto menarik seputar kota Bandung. Dari gedung sate hingga masjid Agung Bandung, ditampilkan dalam frame menarik oleh masing-masing fotografernya. Jalan Braga malam ini menjadi sebuah venue pameran, diramaikan dengan sebuah acara wayang yang dikerumuni para pengunjung.

Dari kejauhan tampak sebuah gerbang yang terbuat dari jalinan ranting, dihiasi lampu-lampu berwarna kuning. Laris manis, spot ini menjadi background narsis para pengunjung. Tidak mau kalah kami juga mengambil beberapa gambar, minta difoto sebenarnya, hehehe. Sebuah pertunjukkan wayang menghentikan arus pengunjung di tengah-tengah area festival. Setelah berhenti sejenak di ikut menonton di kerumunan kami melanjutkan perjalanan. Saya mengeluarkan kamera digital dan mulai menjepret beberapa objek yang tampak menarik. Yahh..gambar yang tertangkap tidak sebagus aslinya, maklumlah..kamera pocket biasa. Beberapa gambar tampak buram karena sedikitnya cahaya. 
Jalan Braga 


Pameran Foto 
Disepanjang jalan Braga berjajar berbagai tempat hiburan. Dari tempat karaoke, bar, Tato booth, hingga restoran ada di daerah ini. Bisa dibilang daerah ini adalah salah satu favorit para turis mancanegara. Tak heran, dengan mudah saya bisa menemukan seorang bule cantik yang duduk galau di depan bar yang sedang memutar musik ajeb-ajeb dengan suara penyanyi yang bisa dibilang sumbang. Beberapa tempat hiburan menampilkan acara live music, tampak juga beberapa atraksi di sudut jalan. Kami berjalan sambil sesekali berhenti membaca deskripsi foto-foto yang dipamerkan, menikmati suasana Braga yang tidak biasanya bebas dari kemacetan kendaraan. Jejeran motor gede dari Brotherhood sesaat menarik perhatian. Pandu sejenak berhenti mengambil gambar dan minta diambil gambarnya bersama motor tersebut. 

Kami beristirahat sebentar di depan sebuah restoran yang didominasi lampu berwarna merah, entah apa namanya. Duduk melihat Cahyo asyik memotret saya tertarik mencoba kamera Pandu. Weks..ketauan cupunya! Cahyo mencoba mengajari saya bagaimana mengatur-atur agar bisa mendapat gambar yang bagus. Sayangnya..meskipun beberapa kali mencoba tetap saja gagal! haha..mahasiswa desain macam apa ini, buta fotografi ;p.

saung dan sawah artifisial di pinggir jalan


Perjalanan dilanjutkan di bagian jalan Braga yang lain. Disini banyak dipasang figur-figur yang menurut saya cukup menyeramkan. Ada juga sebuah miniatur sawah lengkap dengan saungnya, mengingatkan saya pada pasar seni tahun lalu. Acara "Sok hunting foto" pun kembali dilanjutkan. Kami memasang beberapa pose di depan saung lengkap dengan sawah buatan yang dibangun di tepi jalan raya. Di ujung jalan, foto-foto super besar orang-orang gila dipampang berjejer membuat saya sedikit bergidik ngeri. Satu hal baru yang saya tahu hari itu, ternyata bangunan tua diujung jalan braga itu kini dijadikan sebuah bank, menarik sekali sebenarnya detail arsitekturnya. Sayangnya, di emperan terlihat beberapa tunawisma yang bergelung di bawah kain lusuh. Entah harus miris atau trenyuh, Bandung masih punya banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Selamat ulang tahun kota Parahyangan, saya lupa menyebutkan bahwa acara-acara tersebut digelar dalam rangakaian ulang tahun Kota Bandung. Perjalanan kami di Braga hari itu pun berakhir. 







Kamis, 22 September 2011

#1 HARI ITU 17 AGUSTUS 2011...

Ya..Hari itu 17 Agustus 2011. Bertepatan dengan hari kemerdekaan tanah air tercinta, bukannya upacara kami malah berhura hura! lalalalala...

17 Ramadhan, 17 Agustus..hari itu sungguh penuh dengan berbagai macam peringatan. Dan saat itulah, setelah sekian lama kami kembali berkumpul. Loedroek angkatan 2008, cerita lama yang ditulis kembali. Dan beginilah hari itu dimulai.....

Sepakat kami menuruti usaha ketua angkatan untuk kembali berkumpul, mumpung hari libur ceritanya. Yah..kapan lagi, sudah tahun keempat. Dan entah seberapa lama kami mulai tidak saling tahu kabar masing masing, entah sibuk di himpunan lah..entah sibuk di unit lain lah..entah sibuk di KM lah..dan entahlah..ada juga yang tetap tanpa kabar.

Rencana besar hari ini adalah  "LD ONE DAY" Loedrok satu hari? yah..bisa dibilang begitu. Dimulai dengan belanja bersama di simpang, dan berakhir di rumah nunu. Kami menyusuri trotoar simpang yang penuh sesak, membawa kantong-kantong belanjaan, terhenti sejenak di beberapa kios dan sukses membawa pulang peralatan perang untuk membuat ta'jil nanti sore. Perjalanan diteruskan menyusuri jalanan cisitu lama, pertama kalinya sepanjang tiga tahun ini saya menyambangi kosan sang ketua angkatan dkk. Tetap saja, saya tidak bisa mengingat tepatnya di sebelah mana. Sembari menunggu kegiatan (kegiatan...) selanjutnya, saya transit di kosan Apin yang juga kosan Ragil. Lumayan, cukup untuk ngobrol haha hihi sampai jam 2 siang sebelum berpindah ke GOR Cisitu. Yak, kami berencana untuk main badminton..dipuncak waktu kelaparan di bulan Ramadhan. Ide bagus bukan?

Pukul 2 siang. Aisha dan Sang ketua angkatan akhirnya muncul untuk membawa kami ke GOR. Pertama kalinya juga saya kesampaian main badminton di GOR ini. Biasanya, janji-janji itu hanya terbang bersama angin, entah karena telat memesan, ataulah yang seharusnya memesan GOR ternyata ketiduran. Sungguh..ternyata Allah menghendaki saya menjejakkan kaki di GOR Cisitu..hehehe.

Saya pikir bermain badminton itu gampang. Segampang makan nasi pakai sendok. Lempar cock, pukul pakai raket, beres! Ternyata..kenangan saya bermain badminton sejak masa SMP itu amat sangat berbeda dengan masa sekarang. Begini realisasinya, lempar cock, ayunkan raket ..dan tuk! ternyata nyangkut di net, lempar lagi ternyata out, lempar lagi ternyata mleset dari raket! MasyaAllah...satu jam pertama saya dipermainkan badminton, bukan bermain badminton. Kegagalan yang bertubi-tubi tidak menyurutkan keinginan bermain saya. Diiringi teriakan-teriakan penuh kekecewaan dan sesekali seruan girang, tanpa sadar saya meloncat tinggi-tinggi ketika berhasil mencetak poin pertama. Sangat menyenangkan kawaaaan!
Satu jam berlalu, saya sudah kalah entah berapa set hingga memutuskan rehat dan menonton di pinggir lapangan. Teman-teman masih asyik memukulkan raket dengan sekuat tenaga, entah terlalu bersemangat atau sedang melampiaskan amarah yang harus ditahan karena puasa. Ya..puasa, kami harus bergegas mengakhiri olah raga tengah hari ini. Dengan bersimbah peluh dan badan pegal kami meninggalkan GOR Cisitu. Kami harus bersiap untuk agenda selanjutnya.

Pukul 16.30, setelah puas membanting diri di kasur Apin kami mulai berbenah. Agenda selanjutnya adalah buka bersama, di rumah Nunu. Dengan menaiki scoopy baru Momon kami beranjak, menenteng kresek berisi agar-agar yang akan dijadikan campuran es buah. Bertiga kami mengendarai Scoopy Momon, yak..satu motor untuk tiga orang. Nekat juga kami tanpa helm, tanpa sabuk pengaman, meluncur riang di jalanan Cisitu, menuju tujuan yang memang tidak seberapa jauh jaraknya. Saya menyetir dengan santai di jalanan dengan sesekali bertanya "belok kanan atau kiri?" karena memang ingatan saya yang cukup buruk mengenai rute perjalanan. Awalnya semua berjalan mulus, hingga kami melintasi pagar perumahan dengan kontur jalan yang menukik curam. Saya tidak yakin bagaimana ceritanya, setengah melamun saya meluncur cepat di turunan curam. Saya panik sekali! bagaimana saya harus menghentikan laju motor ini, dengan beban 3 orang, motor Momon melaju tak tertahan di jalanan. Saya berpikir kemungkinan terburuk saat itu...haruskah kami berakhir dengan menabrak pagar? Alhamdulillah...akhirnya saya mampu mengerem, TEPAT DI DEPAN RUMAH NUNU, hampir menabrak sebuah sepeda motor hitam yang terparkim manis di depannya, dan sedikit lagi kami terperosok ke selokan. DEG..DEG..DEG..pias muka saya waktu itu, Momon dan Apin sudah lebih dulu berteriak teriak sebelum saya mampu mengucap sepatah katapun. Lutut saya lemas...

Rumah Nunu hari ini dipenuhi perusak-perusak yang telah terbukti sepak terjangnya. Kami beramai-ramai mengupas semangka, pepaya dan beberapa buah lain untuk ta'jil. Kami sukses meracik minuman yang entah apa namanya, tertawa-tawa kami saling mencemooh berkata tidak akan ada yang sudi meminum ramuan buah yang kami buat. Tapi akhirnya..ketika Adzan berkumandang, sebaskom besar es buah yang tadi disangsikan kualitasnya ludes tanpa sisa. Dasar pembohong kalian semua..hahaha

Foto bersama di atas kasur Nunu yang beberapa detik kemudian," Glookkkk!" besinya melengkung. Jatuhlah satu korban 17 Agustus.

Selepas maghrib kami membuka forum bersama, saling menanyakan kabar, saling bercerita. Memang, angkatan kami sudah lama sekali tidak berkumpul seramai ini, paling pol biasanya 10 orang dengan formasi yang bisa dibilang..tidak pernah berubah. Kami dilantik sebanyak 28 orang, hari itu kami berkumpul 21 orang minus niken yang masih KP, Mbak Dini yang baru lulus dan masih di Tuban, Mbak Emi yang sedang dalam masa pemulihan pasca operasi, serta Areka dan juan yang entah tanpa kabar. Tapi..sungguh super sekali! Kami berkumpul lagi setelah sekian lama, bertukar cerita satu sama lain, untuk menjawab pertanyaan 

"Nang ndi ae kon, reeeeek?!"

Bertindak sebagai moderator Nunu memiliki otoritas untuk membully kami semua. Pertanyaan demi pertanyaan berlanjut, jawaban muncul bersahutan. Ternyata, banyak dari kami menjadi 'seseorang' di luar sana. Dari Kahim hingga anggota Kabinet, dari yang buka usaha sampai yang sebentar lagi berangkat ke Jepang. Semua punya ceritanya masing masing..hingga salah satu dari kami mengucapkan kalimat itu, "Aku sayang kalian semua..."

Kami masih saling menghargai dalam bingkai yang mungkin berbeda satu sama lain. Kami saling menguatkan dengan jalan yang mungkin tidak sama. Kami saling mengingat dengan cara yang mungkin kami pun tidak akan memahaminya. Tapi kami satu angkatan, Loedroek 2008. Dari sini kami saling mengenal, kita tidak bisa tiba-tiba lupa bukan? kecuali kalau amnesia akut atau memang benar sudah termakan usia. Kami memang mengambil jalan yang berbeda, tetapi masih ada persimpangan dan pemberhentian yang membuat kami bertemu kembali. Sungguh satu hari yang sangat menyenangkan, berjanji menjelang "hari itu" entah 2012 nanti, entah bersama sama ataukah hanya menjemput di depan sabuga. Semoga adek-adek kita berhasil menyelundupkan minyak tanah, hehehe. Dan momen itu..tidak akan terlewatkan begitu saja.



Farewell party Aisha dan Kodir, sebelum harus terbang ke Jepang

P.S Satu yang lupa belum disebut, Nana sekarang pindah ke UI :),
btw Makasih mas Pees, makasih mbak Odit. I know how difficult you face that hard time, hehe

* Kenapa tidak ada muka saya? -nasib juru foto-






Rabu, 21 September 2011

SPECIAL EPISODE IN PROGRESS


Jika buku sejarah mengabadikan kisah patriotik pahlawan, dan kitab suci menceritakan seluruh rahasia alam semesta maka tulisan ini mungkin hanya sebuah potongan rekam jejak mahasiswa tingkat empat. Tidaklah semenarik kisah trinity yang menjejakkan kaki di tempat-tempat spektakuler di dunia. Namun mungkin hanya lewat inilah saya bisa bercerita, menyusun sebuah rekam jejak singkat mengenai satu tahun perkuliahan yang tersisa. Entah masih berada di sini, ataukah berhijrah di tanah lain, hanya Allah yang Maha Tahu. Hanya saja, tidak ingin melewatkan kesempatan yang ada. Special episode in Progress..Bismillah!