Sabtu, 24 September 2011

#2 Dari Punclut hingga Asia Afrika

Seperti kebanyakan warga Bandung yang memaksimalkan waktu weekend untuk mencari hiburan, saya sok-sok an ikutan meramaikan...mumpung sekarang saya masih sempat merasakan jadi "warga Bandung", maksimalkaaaaan!

Berawal dari sebuah ajakan dari teman lama di sebuah jejaring sosial, akhirnya kami membuat acara "reuni" kecil-kecilan yang seperti biasa diputuskan di detik-detik terakhir.  Selepas adzan maghrib dikumandangkan saya bergegas meninggalkan kampus, memacu sepeda motor menyusuri jalan Suci yang masih saja ramai. Tujuan saya adalah jalan Melania, tepatnya sebuah kosan yang tidak jauh dari ujung jalan.

Seorang teman, sebut saja Bebe tergesa membukakan pintu. Setelah memarkir sepeda motor saya menyusulnya masuk ke dalam kosan. Sampai lupa bersalaman Bebe tampak segera bersiap, saya santai saja menonton serial Sponge Bob yang kebetulan sedang ditayangkan. Bebe sudah siap, saya masih belum beranjak dari toples cemilan yang tadi saya buka karena lapar. Hmm..sebenarnya masih belum jelas kemana tujuan malam ini, belum ada kabar dari tiga orang oknum pencetus gagasan jalan-jalan super random 2011 ini.

Sudah hampir satu jam kami menunggu kabar, akhirnya diputuskan juga mau kemana, Braga Festival. Kabar baiknya..ada mobil yang bisa dipakai jalan-jalan! Horree..! segera saya putar balik ke kosan, memarkir motor dan tak lupa mengajak tambahan anggota. 

Hampir satu jam Saya dan Niken menunggu di teras rumah sebelum akhirnya rombongan Pandu, Cahyo, Bebe dan Dito muncul di depan pintu pagar. Kami segera meluncur menuju Punclut! ya..rencana ternyata berubah, berdasarkan rapat terakhir diputuskanlah tujuan pertama adalah berwisata kuliner. Mobil yang dikemudikan Pandu berjalan pelan menyusuri jalanan, Semakin ke atas kerlip lampu tampak semakin indah. Setibanya di Punclut, kami memilih sebuah tempat makan yang cukup sepi, di lantai dua kami langsung mengambil spot untuk berfoto sebelum menghabiskan ayam bakar, usus goreng, belut dan satu bakul penuh nasi. 

Punclut semakin dingin, kami memutuskan melanjutkan perjalanan ke Braga. Jalan cukup sepi, hanya ada satu mobil di depan kami yang berjalan lambat-lambat membuat Pandu sedikit mengomel tidak sabar. obrolan kami semakin ngalor ngidul di dalam mobil, dari cerita zaman SD sampai cerita hantu di radio. Puas berhaha-hihi tidak terasa sampai juga di Braga. Ramai juga Braga malam itu, mobil pun diparkir di jalan Asia Afrika sedikit di sebelah kiri Museum legendaris di kota Bandung, Museum Konperensi Asia-Afrika. Kami berjalan kaki menuju Braga, rupanya meskipun hari sudah malam keramaiannya masih terasa. Disepanjang jalan dipampang foto-foto menarik seputar kota Bandung. Dari gedung sate hingga masjid Agung Bandung, ditampilkan dalam frame menarik oleh masing-masing fotografernya. Jalan Braga malam ini menjadi sebuah venue pameran, diramaikan dengan sebuah acara wayang yang dikerumuni para pengunjung.

Dari kejauhan tampak sebuah gerbang yang terbuat dari jalinan ranting, dihiasi lampu-lampu berwarna kuning. Laris manis, spot ini menjadi background narsis para pengunjung. Tidak mau kalah kami juga mengambil beberapa gambar, minta difoto sebenarnya, hehehe. Sebuah pertunjukkan wayang menghentikan arus pengunjung di tengah-tengah area festival. Setelah berhenti sejenak di ikut menonton di kerumunan kami melanjutkan perjalanan. Saya mengeluarkan kamera digital dan mulai menjepret beberapa objek yang tampak menarik. Yahh..gambar yang tertangkap tidak sebagus aslinya, maklumlah..kamera pocket biasa. Beberapa gambar tampak buram karena sedikitnya cahaya. 
Jalan Braga 


Pameran Foto 
Disepanjang jalan Braga berjajar berbagai tempat hiburan. Dari tempat karaoke, bar, Tato booth, hingga restoran ada di daerah ini. Bisa dibilang daerah ini adalah salah satu favorit para turis mancanegara. Tak heran, dengan mudah saya bisa menemukan seorang bule cantik yang duduk galau di depan bar yang sedang memutar musik ajeb-ajeb dengan suara penyanyi yang bisa dibilang sumbang. Beberapa tempat hiburan menampilkan acara live music, tampak juga beberapa atraksi di sudut jalan. Kami berjalan sambil sesekali berhenti membaca deskripsi foto-foto yang dipamerkan, menikmati suasana Braga yang tidak biasanya bebas dari kemacetan kendaraan. Jejeran motor gede dari Brotherhood sesaat menarik perhatian. Pandu sejenak berhenti mengambil gambar dan minta diambil gambarnya bersama motor tersebut. 

Kami beristirahat sebentar di depan sebuah restoran yang didominasi lampu berwarna merah, entah apa namanya. Duduk melihat Cahyo asyik memotret saya tertarik mencoba kamera Pandu. Weks..ketauan cupunya! Cahyo mencoba mengajari saya bagaimana mengatur-atur agar bisa mendapat gambar yang bagus. Sayangnya..meskipun beberapa kali mencoba tetap saja gagal! haha..mahasiswa desain macam apa ini, buta fotografi ;p.

saung dan sawah artifisial di pinggir jalan


Perjalanan dilanjutkan di bagian jalan Braga yang lain. Disini banyak dipasang figur-figur yang menurut saya cukup menyeramkan. Ada juga sebuah miniatur sawah lengkap dengan saungnya, mengingatkan saya pada pasar seni tahun lalu. Acara "Sok hunting foto" pun kembali dilanjutkan. Kami memasang beberapa pose di depan saung lengkap dengan sawah buatan yang dibangun di tepi jalan raya. Di ujung jalan, foto-foto super besar orang-orang gila dipampang berjejer membuat saya sedikit bergidik ngeri. Satu hal baru yang saya tahu hari itu, ternyata bangunan tua diujung jalan braga itu kini dijadikan sebuah bank, menarik sekali sebenarnya detail arsitekturnya. Sayangnya, di emperan terlihat beberapa tunawisma yang bergelung di bawah kain lusuh. Entah harus miris atau trenyuh, Bandung masih punya banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Selamat ulang tahun kota Parahyangan, saya lupa menyebutkan bahwa acara-acara tersebut digelar dalam rangakaian ulang tahun Kota Bandung. Perjalanan kami di Braga hari itu pun berakhir. 







Tidak ada komentar:

Posting Komentar