Senin, 25 Maret 2019

Parentsharing: Masjid Sebagai Bagian dari Penanaman Keislaman

Disclaimer: Parentsharing insyaaAllah akan menjadi hastag terbaru saya mengenai sharing dan cerita terkait dunia pengasuhan anak.  Banyak tulisan akan bersumber dari buku yang saya baca dan pengalaman yang saya alami :)

Dunia pendidikan anak adalah 'hal baru' bagi saya. Dan puji syukur Allah telah membukakan hati saya untuk menyadari bahwa pendidikan anak adalah sebuah hal pentung yang harus sangat diperhatikan terutama dari dalam rumah dan tentunya sangat memerlukan keterlibatan penuh orang tua.  Semenjak menjadi ibu,  saya mulai mencari tahu banyak hal tentang dunia pengasuhan anak baik yang berkiblat pada pendapat barat maupun yang bersumber dari sunnah nabi (parenting nabawiyah). Sudah selesaikah proses belajar saya?  Oh tentu masih jauh sekali.. Hihi..
Tapi setidaknya dengan memulai menulisakan topik #parentsharing ini saya bisa sedikit berbagi cerita.

Pada tulisan pertama ini saya ingin bercerita sedikit tentang masjid.  Dan sebuah kekecewaan yang sempat terbersit beberapa hari yang lalu. Sebetulnya bukan hal yang baru, Atha sejak bayi sudah sering kami ajak ke masjid.  Selain karena ketika dalam perjalanan,  juga memang dalam rangka kami sangat ingin membuat anak laki-laki mengenal dan mencintai masjid. Tetapi,  nggak semua orang sepaham ya dengan konsep 'anak-anak di masjid' ini.  Bagi beberapa orang,  kehadiran anak di masjid merupakan hal yang sangaaat mengganggu. Sehingga kalau bisa masjid steril dari anak-anak agar para jamaah bisa khusyuk beribadah. Sama sekali nggak salah sih.. Tapi bagi seseorang yang punya anak balita agak bingung juga kalau bocahnya g boleh diajak ke masjid trus gimana saya sholatnya??

Sama seperti beberapa hari lalu.  Pada waktu sholat dhuhur berjamaah,  kebetulan kami sedang berada dijalan.  Seperti biasa,  suami langsung mencari masjid terdekat untuk bergabung dengan sholat jamaah. Atha adalah yang pertama bertanya: Sholat dimana kita?  (MasyaaAllah, semoga Allah menjaga kecintaanmu untul beribadah kepadaNya ya nak :)) mampir lah kami ke sebuah masjid di sebuah perumahan.  Seperti biasa juga Atha setelah wudhu lebih memilih ikut saya di barisan jamaah wanita. Kebetulan siang itu jamaah perempuan tidak terlalu ramai.  Hanya ada 3 orang nenek dan beberapa anak-anak,  ditambah saya dan Atha. Sejak masuk ke dalam ruangan,  seorang nenek terlihat mewanti-wanti para anak-anak agar tidak berisik.  Ya wajar,  juga ketika beliau melihat ke arah Atha dan saya mengisyaratkan hal yang sama. Sepanjang shalat berlangsung Atha berperilaku baik,  sesekali menirukan gerakan dan bacaan shalat. Menurut saya sama sekali tidak mengganggu dan wajar. Hanya saja, ketika saatnya berdoa atha sedikit merengek, entah karena apa saya lupa.  Saya membiarkannya hingga imam selesai membaca doa lalu lanjut bersalaman dengan ketiga nenek tersebut.  Tapi ada yang aneh,  di akhir doa kedua nenek sibuk berbicara seperti menenangkan salah seorang nenek, sayup saya mendengar: "namanya juga anak kecil". Saya yang merasa tidak terjadi apa-apa pun mengulurkan tangan untuk menyalami beliau yang ternyata.. Dicuekin sembari menggerundel yang tidak bisa saya dengar dengan jelas.  Oh ternyata,  rupanya perilaku Atha barusan sangat tidak berkenan di hati beliau sehingga bahkan beliau enggan menerima jabat tangan saya.  Baiklah, tak papa.. Meskipun sebenarnya dalam hati saya sedih banget lho. Dalam hati saya mengulang ngulang mantra dari emak safithrie bahwa ' respon orang lain terhadap aktivitas anak kita sama sekali bukan urusan kita dan kita sama sekali nggak perlu memikirkannya'. Pasti akan ada orang yang nggak sependapat dan itu sepeenuhnya hak mereka dan kita sama sekali tidak berurusan dengan hal tersebut.  Berkali kali saya mengulang-ulang hal tersebut dalam hati agar kekecewaan saya segera reda. Jadi sebenarnya point nya apa?  Lama ya muternya?  Hehehe..

Cerita tersebut hanya mukaddimah dari pentingnya kembali menumbuhkan kesadaran bahwa pendidikan anak muslim itu selain dari rumah adalah dari masjid.  Bahwa seharusnya masjid adalah 'rumah kedua' bagi anak-anak, dimana mereka bebas mengenal,  mengeksplorasi tempat yang nanti harus mereka cintai tersebut (terlebih untuk anak laki-laki) . Dan kitalah,  para orang tua yang harus menciptakan kenyamanan bagi anak-anak di dalam masjid,  tanpa menafikan pengenalan adab-adab di dalam masjid. Ya gimana mau cinta masjid kalau dia 'dilarang' ke masjid sejak kecil? Seperti yang dikatakan Khalid as-Syantut dalam bukunya "Mendidik Anak Laki-laki" bahwa seharusnya masjid adalah menjadi tempat yang paling dicintai anak-anak kita. Karena disitulah pusat kegiatan masyarakat muslim seharusnya berlangsung. Untuk mewujudkan 'impian' tersebut memang diperlukan pemahaman dan dukungan dari banyak pihak. 

Berbicara mengenai masjid ramah anak,  rasanya rindu sekali dengan Masjid Salman.  Dulu saya belum sepenuhnya paham kenapa banyak sekali unit-unit yang dibuat YPM Salman untuk mewadahi berbagai aktivitas dari pendidikan anak,  perpustakaan,  pendidikan remaja,  aktivitas sosial bahkan pendidikan pra nikah.  Ternyata memang itulah misi besar masjid, bahwa memang sudah seharusnya masjid menjadi pusat kegiatan pendidikan umat. Hal ini seringkali tidak kita dapati dalam masjid kebanyakan, yang programnya merangkul anak dan remaja. Ah semoga semakin banyak masjid yang 'membuka diri' kepada anak dan remaja. Kalau tidak kita dekatkan ke masjid,  maka harus kemana mereka mendekat?  Dikhawatirkan malah lebih mencintai bilik-bilik game online bukan?  Naudzubillah.. Semoga kita dimampukan untuk menjaga anak anak kita kelak dari segala macam fenomena akhir zaman.

Seminar Parenting: Membangun Kemandirian dan Disiplin Pada Anak

Baiklah,  sebetulnya agak nggak yakin juga mau menuliskan judulnya: Khawatir disangka notulensi acara nih saya.  Tapi saya rasa bahasan kemarin yang saya dapat cukup menarik untuk ditulis dan dibagikan.

Topik membangun kemandirian dan disiplin ini mungkin bagi sebagian orang mudah dilakukan ya,  tapi bagi saya yang nggak disiplin sungguh sulit mengimplementasikannya (ketawa). Bagaimana enggak?  Disaat bukibuk yang lain sudah membangun rutinitas, mengenalkan jadwal bangun pagi,  makan tepat waktu,  saya setiap pagi malah berdoa sambil harap-harap cemas si bocah bangun agak siangan, biar sempat masak buat siang sekalian. Kalau nggak ya apakabar jadwal makan siang tepat waktu.. Hihi.. Byebyeee..

Kembali lagi ke seminar,  pemateri nya adalah Emak Safithrie Sutrisno. Seorang ibu dari 3 orang putri, founder komunitas Rumah Emak,  praktisi parenting sekaligus seorang parents coach, juga pengamat masalah anak dan keluarga (khusunya terkait narkoba dan pornografi).  Mantab kan profilnya? 

Lalu apa yang di dapat?  Buanyak!

Saya tarik ke awal dulu ya sebelum masuk ke materi. Apa sih yang sebenarnya membuat saya tertarik mengikuti seminar? 

Saya selalu merasa kurang disiplin dalam menjalankan pengasuhan dan pendidikan. Saya ni sering bingung harus dari mana dulu,  dan ikut-ikutan tetangga sebelah kalau 'kayanya' anaknya 'lebih pinter' jadi coba bisa nggak sih Atha kaya gitu? Yang.. Dari lubuk hati terdalam pun saya tahu itu salah. Lalu tanpa sadar muncullah judgement-judgement di dalam pikiran saya terhadap Atha: kok begini kok begitu?

Ah.. Rasanya begitu fakir ilmunya saya dalam menapaki dunia pengasuhan ini.  Begitu ada kesempatan mengikuti seminar,  langsung saya gercep daftar.  Ternyata memang beda ya kalau bisa mendengarkan langsung,  diskusi langusng dibandingkan hanya menyerap ilmu dari buku-buku.  Metode parenting kurang lebih sama saja, tetapi begitu diucapkan di depan muka kita.. Rasanya.. Seperti ditampar. Ya Allah.. Amanah yang luar biasa ya seorang anak itu. Baru seorang padahal,  bagaimana kalau sudah ditambah lagi?

Kembali lagi pada membangun disiplin pada Anak,  ada 4 hal yang diperlukan untuk mencapainya:

1. Komunikasi
2. Disiplin
3. Negosiasi
4. Unconditional love

Diskusi selama kurang lebih 4 jam rasanya kurang kalau sudah 'curhat' tentang anak.  Tetapi dari kesemua pembicaraan,  memang ke 4 hal di atas yang harus dilakukan secara konsisten.

Untuk berkomunikasi dengan anak,  ada 3 hal yang harus diperhatikan: Nada suara,  pilihan kata,  dan bahasa tubuh. Gunakan bahasa yang dimengerti anak,  dan yang paling penting adalah lihat kebaikan anak, jangan hanya terfokus pada kekurangannya. Yang penting dipahami adalah,  perilaku anak didorong oleh perasaan/emosi daripada pemikiran (ya kita berharap anak mau 'mikir' gimana juga ya?) dan yang terpenting jadikan momen berkomunikasi dengan anak itu sebuah hal yang menyenangkan!  Perhatikan apa yang dikatakan anak,  berikan tanggapan yang sesuai,  kurangi kritik dan judgment biar anak nggak males ngobrol sama kita.

Ada pertanyaan,  kalau misal anak saya berbuat sesuatu misal berlarian atau bermain-main sehingga membuat orang lain 'merasa' terganggu. Apa yang harus saya lakukan?

Dan jawabannya mencengangkan bukibuk!  Pikiran orang lain itu bukan urusan kita,  jadi cuek aja dan fokus pada perasaan anak. Well noted.

Lalu, bagaimana dengan menanamkan disiplin?

Kuncinya adalah dengan menumbuhkan dari dalam diri anak. Karena jika sudah tertanam maka akan muncul pengendalian diri,  bahkan membentuk kepribadian. Caranya gimana?  Apalagi bocah baru 2 tahun?

Ada tahapannya lho ternyata!
Untuk anak 1- 2 th gunakan konsep role model.
Untuk anak 3-5 tahun bangun kebiasaan baik sesuai umurnya
6-7 th lakukan dengan rutin dan jika luoa ingatkan dengan lembut
8 th ke atas, diharapkan anak sudah memiliki disiplin yang baik dan sudah melakukan secara otomatis tanpa diperintah.

Saya fokus pada rentang usia Atha,  metode yang paling cocok adalah dengan memberikan contoh,  dan Emak memberikan tips: Lakukan sambil sebutkan apa yang sedang kita lakukan.  Ajak dia untuk mengikuti!

Langsung dicoba ya kemarin sepulang ngaji,  saya contohkan melepas sepatu sambil berkata: "Umi melepas sepatu,  kemudian menaruhnya di tempat sepatu. Ayo,  Atha juga ikut yaa!  Atha lepas sepatu,  sudah?  Lalu taruh di tempat sepatu! " dan berhasil!  Anaknya senang,  emaknya apalagi :'D.

Yang terpenting dari membangun disiplin ini adalah menetapkan tujuan,  batasan yang logis sesuai umur dan tentu saja rutinitas. Dan yang perlu digaris bawahi dalam menjalankan disiplin ini adalah justru penguasaan diri kita yang utama lho!  Kita harus mampu menyampaikan dengan kata-kata yang baik sehingga midah dimengerti hingga akhirnya dilakukan oleh anak.

Selanjutnya adalah Negosiasi. Siapa yang anaknya sedang dalam fase 'ngebantah terus apa yang emaknya bilang'? *ngacung paling tinggi.  Ternyata memang masa-masa golden age ini anak 'diprogram' untuk penasaran agar bosa mengeksplorasi lingkungan dengan maksimal yang akhirnya terkesan rebel.
Jadi selama bisa dinegosiasikan,  ajak anak diskusi.  Jika sudah ada kesepakatan dan ternyata anak masih melanggar (biasanya gitu sih)  dare to say no!  Konsisten meskipun anak menangis,  gunakan intonasi datar dan katakan apa yang ibu inginkan hingga emosi anak reda.  Selain membantu meregulasi emosi,  juga bantu anak mengenali bentuk emosinya. Yang ini sungguh berat untuk dijalani ya buk. Ada kalanya ingin menyerah saja demi berhentinya tangisan yang menyayat hati itu,  tapi sayangnya bocil juga harus belajar. Kita harus membantunya menghadapi kenyataan hidup *tsahh.

Dan yang terakhir adalah Unconditional love. Saya rasa ini adalah fitrah setiap ibu ya,  menyayangi anaknya tanpa memerlukan alasan apapun,  memafkan semuaaa kesalahannya bahkan sebelum minta maaf,  juga tidak ingin menekan atau meyakiti.  Kasih sayang kita,  cinta kita dan tentunya kesabaran kita adalah kunci. Bahwa setiap anak dilahirkan dari ibu yang juga diberikan kemampuan oleh Allah untuk mengasuh dan mendidiknya. Anak adalahtitipan yang kelak dimintai pertanggungjawaban. Maka,  bagaimanapun sabar dan sabar adalah kunci kedua dalam menjalankan proses pengasuhan. Dengan cinta tak bersyarat, muncullah kekuatan dari diri kita untuk terus bertekad mendidik anak agar menjadi sebaik-baik generasi.

Setelah mengikuti seminar tersebut rasaya saya seperti di refresh kembali.  Stress level menurun,  tuntutan menurun. Belakangan saya memang sedikit 'perfeksionis' ingin segala sesuatu berjalan sesuai keinginan. Dan hal tersebut rupanya juga berdampak kepada Atha. Sulit diajak bekerja sama,  merajuk,  membuat emosi,  itulah yang saya lihat karena saya berfokus pada kekurangan.
Akhirnya saya mencoba untuk melihat kelebihan,  bahwa Atha ingin selalu dekat dengan saya adalah salah satu indikator bahwa dia nyaman bersama saya. Saya mencoba menanamkan perkataan Emak bahwa diri ibu itu terbuat dari kesabaran,  jadi tidak akan ada istilah habis kesabaran. MasyaaAllah.. Sebuah PR yang berat untuk dikerjakan bagi saya.

Mendidik seorang anak adalah amanah,  langkah awal dari membangun peradaban. Saya hanya ingin berikhtiar agar kelak Atha mampu menjalankan misi hidupnya dengan maksimal,  bahkan jika Allah mengijinkan mampu membuat Atha seorang yang menebar manfaat bagi sekitar.

Jumat, 08 Maret 2019

Rindu Serindu Rindunya

Days are long,  but years are short.

Barusan tanpa sengaja saya membaca salah satu tulisan saya beberapa tahun lalu tentang perjalanan ke Prau. Selanjutnya saya kembali membuka-buka beberapa tulisan lama,  ke Ijen,  juga Lombok.  Rasa-rasanya sudah lama sekali,  membaca tulisan tulisan tersebut membawa saya kembali mengingat sahabat-sahabat lama yang salah seorangnya kini entah apa kabarnya.

Waktu itu sekitar satu hingga dua tahun sebelum akhirnya saya menikah.  Sudah ada cukup pegangan untuk berperjalanan ke beberapa tempat.  Teman ada,  kendaraan (yang bisa dipinjam)  ada,  waktu bisa diatur. Jadilah hampir satu bulan sekali ada 'agenda'.  Mendaki ini,  ke pantai itu. Lagi semangat-semangatnya menjadi turis kesana kemari.

Rasanya sudah lupa, sensasi menjelajah. Mengira-ngira tempat baru seperti apa. Padahal di Batam pak suami juga rajin mengajak kesana kemari,  pantai ini pantai itu.  Nggak ke gunung sih,  karena memang nggak ada gunung di sini.. Wkwk. Cuma ya.. Karena sekarang ada tanggungan anak,  jadi sepertinya ngga sempat merenung,  mengamati situasi sesyahdu dulu #ceile. 

Kalau dulu selalu ada hikmah yang bisa dipetik sepanjang perjalanan panjang,  sekarang ada cucian dan badan pegal di akhir perjalanan.. Hahaha.  Dulu,  kami pernah berangan akan berlibur bersama-sama sembari membawa keluarga. Tapi kalau dilihat kondisi sekarang..sepertinya akan susah diwujudkan >.<. Terbayang betapa rempongnya ngurusin balita-balita, dan akomodasinya juga nggak bisa asal ngeteng seperti yang sudah-sudah. Wallahualam.. Apakah akan terwujud cita-cita trip bersama.

Akhir kata,  sejatinya di dalam hati terasa ada rindu setengah mati.  Rindu obrolan 'kosong' juga topik-topik berat yang sesekali terlempar. Rindu duduk bersama berebut cemilan hingga sore menjelang. Ah,  hidup harus terus berjalan. Sekarang kami masing-masing sedang berlakon menjalani kehidupan.  Semoga semua selalu sehat dalam perlindungan.

Rabu, 06 Maret 2019

Sampai Jumpa Lagi Sayang

Awal bulan kemarin sebuah kabar bahagia menghampiri kami sebentuk dua garis merah muda di alat tes kehamilan.

Selamat datang sayang,  umi,  abi dan mas Atha tidak sabar ingin bertemu denganmu...

Berbeda dengan kehamilan sebelumnya yang dihiasi dengan mornimg sickness parah, kehamilan kedua ini saya segar bugar.  Hanya sesekali ada mual muntah ketika kecapekan. Rasanya hepiii.. Bisa tetap kesana kemari. Tentunya karena kehamilan ini saya tetap bisa momong Atha seharian penuh tanpa harus tepar karena mual muntah :D

Umi senang sekali bisa tetap beraktivitas dengan nyaman sembari mengasuh mas Atha nak,  kamu sama sekali tidak merepotkan umi

Minggu berikutnya akhirnya kami menjadwalkan pertemuan dengan dokter.Qadarullah,  kami saya mendapat kabar dari klinik bahwa dokter langganan sedang cuti. Jadilah kami mencari dokter permpuan lain yang praktek pada hari itu juga.

Kami tidak sabar ingin segera mengetahui kabarmu di dalam sana sayang..

Seperti biasa,  dokter memeriksa menggunakan USG.  Tiba-tiba dengan sedikit mengerutkan kening dokter bertanya apakah saya mengingat tanggal terakhir menstruasi dengan benar.  Saya mantap menjawab bahwa saya tidak salah mengingat. Kemudian dokter berkata bahwa terdapat perbedaan usia janin dan usia kehamilan,  janin juga belum terlihat.  Hanya saja saya positif dinyatakan hamil karena memang sudah terdapat kantong kehamilan.  Kami diresepkan obat penguat kandungan dan vitamin,  juga diminta datang kembali setelah 2 minggu untuk observasi lanjutan.

Tiba-tiba umi merasa takut sayang. Umi berpikir mencari second opinion di pemeriksaan selanjutnya.  Umi juga mulai mencari tau tentang hal serupa di internet. Umi hanya terus berharap kamu sehat dan berkembang dengan baik di dalam perut umi..

Sejak malam itu saya mulai mencari informasi di forum juga di situs-situs terpercaya tentang adanya selisih usia kehamilan dan kandungan.  Tentunya yang saya dapatkan bukan membuat tenang malah membuat was-was. Saya mulai berkenalan dengan kehamilan kosong (Blighted Ovum /BO), kehamilan di luar rahim,  hingga janin yang tidak berkembang. Entah mengapa hati kecil saya berkata bahwa saya harus bersiap apapun yang terjadi.

Umi selalu berdoa agar kamu berkembang dengan baik hingga nanti bertemu dengan kami semua sayang. 

Satu minggu sudah berlalu,  obat penguat kehamilan juga sudah habis. Kondisi saya baik,  kekhawatiran saya tidak terbukti. Hingga pada Kamis malam,  ketika terbangun tengah malam hendak sholat isya saya tersentak melihat bercak kecoklatan di celana dalam. Saya berkata kepada suami bahwa saya sepertinya mengalami flek, dan takut takut berkata bahwa tadi siang saya menyikat kamar mandi dan membersihkan lantai jemuran.
Suami saya hanya berkata besok besok tak usah lagi. Lalu kembali melanjutkan aktivitas.  Alarm saya terpacu,  perasaan saya mulai tidak enak. Saya mulai mencari info lagi tentang flek di awal kehamilan. Kebanyakan yang saya dapatkan terkait perlekatan janin dalam rahim,  tapi saya rasa ini bukan.  Sontak hampir sampai pagi saya tidak bisa tidur,  sempat tertidur tapu tidak nyenyak.  Esoknya saya kembali menemukan bercak serupa meskipun tidak banyak. Pertanda,  flek ini keluar terus menerus.

Saat itu umi mau tidak mau bersiap sayang. Dalam sholat subuh dan dhuha umi berdoa agar umi dikuatkan apapun yang terjadi.. Tentu saja,  umi masih sangat berharap kamu hadir dalam keluarga kita dengan selamat 7 bulan yang akan datang nak..

Akhirnya kami memutuskan untuk segera memngecek kondisi kehamilan pagi itu juga.  Saya mencari cari dokter perempuan yang praktek di pagi hari dan akhirnya menemukan yang pas di sebuah klinik di dekat rumah mertua. Alhamdulillah.. Sekalian bisa nitip Atha di sana.

Saya menunggu nomor antrian dengan perasaan campur aduk. Tibalah saat saya dipanggil untuk masuk ke dalam ruangan. Setelah menyampaikan hasil pemeriksaan sebelumnya dan yang terjadi semalam,  dokter meminta saya berbaring lalu mulai memeriksa.  Pada layar,  saya melihat janin sudah terlihat. Ukurannya juga sudah lebih besar.

Saat itu umi senang sekali sayang,  kamu sudah tambah besar!  Rasanya deg-degan bahkan hingga saat ini ketika umi mengingat waktu melihatmu di layar monitor masih sama deg-degan nya :))

Hingga dokter berkata bahwa detak jantungmu sudah tidak terdengar.

Rasanya tiba-tiba lemas badan saya.  Saya segera mencoba konsentrasi dengan perkataan dokter. Bahwa janin sudah tidak ada detak jantung,  harus dikeluarkan. Lagipula janin juga tidak berkembang sesuai usia kehamilan. Saya sempat bertanya apakah karena saya kelelahan?  Dokter berkata tidak. Janin yang tidak berkembang disebabkan karena kualitas sel telur atau sperma yang kurang baik.  Sehingga menghasilkan janin yang tidak sempurna. Jika dipertahankan bisa jadi anak akan terlahir cacat dikarenakan ada kelainan kromosom. Untuk mendapatkan penjelasan ini bahkan saya sempat kembali meminta izin perawat untuk masuk ke dalam ruang pemeriksaan karena sebelumnya blank.

Dokter meresepkan obat untuk mengeluarkan janin di dalam perut.  Menurutnya,  jika menggunakan obat sudah bersih tidak perlu lagi dilakukan tindakan kuretase.

Sepanjang perjalanan pulang umi dan abi berbincang.  Kami mengikhlaskan kepergianmu nak.. Meskipun umi sesekali tidak bisa menahan butir air mata yang meleleh di pipi umi. Rasanya sungguh tidak dapat dipercaya nak..

Setelah meminum obat perlahan tapi pasti saya mulai mengalami pendarahan seperti halnya menstruasi. Jumat malam, menjelang sholat isya saya merasakan nyeri hebat di perut yang ternyata itu adalah kontraksi. Tak lama kemudian saya merasa ada 'sesuatu' yang keluar.  Saya bergegas ke kamar mandi dan menemukan sebentuk jaringan. 

Rupanya itu kamu nak,  badan mungilmu yang sama sekali belum terbentuk di dalam bola berisi cairan.  Kamu sudah tidak lagi di badan umi nak..

Saya kembali ke dokter di hari selasa untuk melakukan pengecekan. Melalui hasil USG dokter menyimpulkan rahim sudah bersih meskipun pendarahan akan masih berlangsung selama dua minggu.

Maka berakgirlah sudah satu babak di awal Maret ini.  Sebuah fase kehidupan yang bahkan tidak terbayangkan akan saya lalui.  Sungguh Allah benar-benar hanya menitipkan.. Semoga hal ini dapat memberikan hikmah besar bagi diri saya. InsyaaAllah saya masih bersemangat menunggu titipan selanjutnya :)

Sampai jumpa sayang,  malaikat kecil umi.  Seperti kata mas Atha,  baby sudah pulang ke rumah Allah. Rumah kita semua kelak,  semoga nanti kita bisa berkumpul di bersama di surgaNya ya nak.. Salam kecup kami untukmu dari sini..