Senin, 25 Maret 2019

Seminar Parenting: Membangun Kemandirian dan Disiplin Pada Anak

Baiklah,  sebetulnya agak nggak yakin juga mau menuliskan judulnya: Khawatir disangka notulensi acara nih saya.  Tapi saya rasa bahasan kemarin yang saya dapat cukup menarik untuk ditulis dan dibagikan.

Topik membangun kemandirian dan disiplin ini mungkin bagi sebagian orang mudah dilakukan ya,  tapi bagi saya yang nggak disiplin sungguh sulit mengimplementasikannya (ketawa). Bagaimana enggak?  Disaat bukibuk yang lain sudah membangun rutinitas, mengenalkan jadwal bangun pagi,  makan tepat waktu,  saya setiap pagi malah berdoa sambil harap-harap cemas si bocah bangun agak siangan, biar sempat masak buat siang sekalian. Kalau nggak ya apakabar jadwal makan siang tepat waktu.. Hihi.. Byebyeee..

Kembali lagi ke seminar,  pemateri nya adalah Emak Safithrie Sutrisno. Seorang ibu dari 3 orang putri, founder komunitas Rumah Emak,  praktisi parenting sekaligus seorang parents coach, juga pengamat masalah anak dan keluarga (khusunya terkait narkoba dan pornografi).  Mantab kan profilnya? 

Lalu apa yang di dapat?  Buanyak!

Saya tarik ke awal dulu ya sebelum masuk ke materi. Apa sih yang sebenarnya membuat saya tertarik mengikuti seminar? 

Saya selalu merasa kurang disiplin dalam menjalankan pengasuhan dan pendidikan. Saya ni sering bingung harus dari mana dulu,  dan ikut-ikutan tetangga sebelah kalau 'kayanya' anaknya 'lebih pinter' jadi coba bisa nggak sih Atha kaya gitu? Yang.. Dari lubuk hati terdalam pun saya tahu itu salah. Lalu tanpa sadar muncullah judgement-judgement di dalam pikiran saya terhadap Atha: kok begini kok begitu?

Ah.. Rasanya begitu fakir ilmunya saya dalam menapaki dunia pengasuhan ini.  Begitu ada kesempatan mengikuti seminar,  langsung saya gercep daftar.  Ternyata memang beda ya kalau bisa mendengarkan langsung,  diskusi langusng dibandingkan hanya menyerap ilmu dari buku-buku.  Metode parenting kurang lebih sama saja, tetapi begitu diucapkan di depan muka kita.. Rasanya.. Seperti ditampar. Ya Allah.. Amanah yang luar biasa ya seorang anak itu. Baru seorang padahal,  bagaimana kalau sudah ditambah lagi?

Kembali lagi pada membangun disiplin pada Anak,  ada 4 hal yang diperlukan untuk mencapainya:

1. Komunikasi
2. Disiplin
3. Negosiasi
4. Unconditional love

Diskusi selama kurang lebih 4 jam rasanya kurang kalau sudah 'curhat' tentang anak.  Tetapi dari kesemua pembicaraan,  memang ke 4 hal di atas yang harus dilakukan secara konsisten.

Untuk berkomunikasi dengan anak,  ada 3 hal yang harus diperhatikan: Nada suara,  pilihan kata,  dan bahasa tubuh. Gunakan bahasa yang dimengerti anak,  dan yang paling penting adalah lihat kebaikan anak, jangan hanya terfokus pada kekurangannya. Yang penting dipahami adalah,  perilaku anak didorong oleh perasaan/emosi daripada pemikiran (ya kita berharap anak mau 'mikir' gimana juga ya?) dan yang terpenting jadikan momen berkomunikasi dengan anak itu sebuah hal yang menyenangkan!  Perhatikan apa yang dikatakan anak,  berikan tanggapan yang sesuai,  kurangi kritik dan judgment biar anak nggak males ngobrol sama kita.

Ada pertanyaan,  kalau misal anak saya berbuat sesuatu misal berlarian atau bermain-main sehingga membuat orang lain 'merasa' terganggu. Apa yang harus saya lakukan?

Dan jawabannya mencengangkan bukibuk!  Pikiran orang lain itu bukan urusan kita,  jadi cuek aja dan fokus pada perasaan anak. Well noted.

Lalu, bagaimana dengan menanamkan disiplin?

Kuncinya adalah dengan menumbuhkan dari dalam diri anak. Karena jika sudah tertanam maka akan muncul pengendalian diri,  bahkan membentuk kepribadian. Caranya gimana?  Apalagi bocah baru 2 tahun?

Ada tahapannya lho ternyata!
Untuk anak 1- 2 th gunakan konsep role model.
Untuk anak 3-5 tahun bangun kebiasaan baik sesuai umurnya
6-7 th lakukan dengan rutin dan jika luoa ingatkan dengan lembut
8 th ke atas, diharapkan anak sudah memiliki disiplin yang baik dan sudah melakukan secara otomatis tanpa diperintah.

Saya fokus pada rentang usia Atha,  metode yang paling cocok adalah dengan memberikan contoh,  dan Emak memberikan tips: Lakukan sambil sebutkan apa yang sedang kita lakukan.  Ajak dia untuk mengikuti!

Langsung dicoba ya kemarin sepulang ngaji,  saya contohkan melepas sepatu sambil berkata: "Umi melepas sepatu,  kemudian menaruhnya di tempat sepatu. Ayo,  Atha juga ikut yaa!  Atha lepas sepatu,  sudah?  Lalu taruh di tempat sepatu! " dan berhasil!  Anaknya senang,  emaknya apalagi :'D.

Yang terpenting dari membangun disiplin ini adalah menetapkan tujuan,  batasan yang logis sesuai umur dan tentu saja rutinitas. Dan yang perlu digaris bawahi dalam menjalankan disiplin ini adalah justru penguasaan diri kita yang utama lho!  Kita harus mampu menyampaikan dengan kata-kata yang baik sehingga midah dimengerti hingga akhirnya dilakukan oleh anak.

Selanjutnya adalah Negosiasi. Siapa yang anaknya sedang dalam fase 'ngebantah terus apa yang emaknya bilang'? *ngacung paling tinggi.  Ternyata memang masa-masa golden age ini anak 'diprogram' untuk penasaran agar bosa mengeksplorasi lingkungan dengan maksimal yang akhirnya terkesan rebel.
Jadi selama bisa dinegosiasikan,  ajak anak diskusi.  Jika sudah ada kesepakatan dan ternyata anak masih melanggar (biasanya gitu sih)  dare to say no!  Konsisten meskipun anak menangis,  gunakan intonasi datar dan katakan apa yang ibu inginkan hingga emosi anak reda.  Selain membantu meregulasi emosi,  juga bantu anak mengenali bentuk emosinya. Yang ini sungguh berat untuk dijalani ya buk. Ada kalanya ingin menyerah saja demi berhentinya tangisan yang menyayat hati itu,  tapi sayangnya bocil juga harus belajar. Kita harus membantunya menghadapi kenyataan hidup *tsahh.

Dan yang terakhir adalah Unconditional love. Saya rasa ini adalah fitrah setiap ibu ya,  menyayangi anaknya tanpa memerlukan alasan apapun,  memafkan semuaaa kesalahannya bahkan sebelum minta maaf,  juga tidak ingin menekan atau meyakiti.  Kasih sayang kita,  cinta kita dan tentunya kesabaran kita adalah kunci. Bahwa setiap anak dilahirkan dari ibu yang juga diberikan kemampuan oleh Allah untuk mengasuh dan mendidiknya. Anak adalahtitipan yang kelak dimintai pertanggungjawaban. Maka,  bagaimanapun sabar dan sabar adalah kunci kedua dalam menjalankan proses pengasuhan. Dengan cinta tak bersyarat, muncullah kekuatan dari diri kita untuk terus bertekad mendidik anak agar menjadi sebaik-baik generasi.

Setelah mengikuti seminar tersebut rasaya saya seperti di refresh kembali.  Stress level menurun,  tuntutan menurun. Belakangan saya memang sedikit 'perfeksionis' ingin segala sesuatu berjalan sesuai keinginan. Dan hal tersebut rupanya juga berdampak kepada Atha. Sulit diajak bekerja sama,  merajuk,  membuat emosi,  itulah yang saya lihat karena saya berfokus pada kekurangan.
Akhirnya saya mencoba untuk melihat kelebihan,  bahwa Atha ingin selalu dekat dengan saya adalah salah satu indikator bahwa dia nyaman bersama saya. Saya mencoba menanamkan perkataan Emak bahwa diri ibu itu terbuat dari kesabaran,  jadi tidak akan ada istilah habis kesabaran. MasyaaAllah.. Sebuah PR yang berat untuk dikerjakan bagi saya.

Mendidik seorang anak adalah amanah,  langkah awal dari membangun peradaban. Saya hanya ingin berikhtiar agar kelak Atha mampu menjalankan misi hidupnya dengan maksimal,  bahkan jika Allah mengijinkan mampu membuat Atha seorang yang menebar manfaat bagi sekitar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar