Senin, 25 Maret 2019

Parentsharing: Masjid Sebagai Bagian dari Penanaman Keislaman

Disclaimer: Parentsharing insyaaAllah akan menjadi hastag terbaru saya mengenai sharing dan cerita terkait dunia pengasuhan anak.  Banyak tulisan akan bersumber dari buku yang saya baca dan pengalaman yang saya alami :)

Dunia pendidikan anak adalah 'hal baru' bagi saya. Dan puji syukur Allah telah membukakan hati saya untuk menyadari bahwa pendidikan anak adalah sebuah hal pentung yang harus sangat diperhatikan terutama dari dalam rumah dan tentunya sangat memerlukan keterlibatan penuh orang tua.  Semenjak menjadi ibu,  saya mulai mencari tahu banyak hal tentang dunia pengasuhan anak baik yang berkiblat pada pendapat barat maupun yang bersumber dari sunnah nabi (parenting nabawiyah). Sudah selesaikah proses belajar saya?  Oh tentu masih jauh sekali.. Hihi..
Tapi setidaknya dengan memulai menulisakan topik #parentsharing ini saya bisa sedikit berbagi cerita.

Pada tulisan pertama ini saya ingin bercerita sedikit tentang masjid.  Dan sebuah kekecewaan yang sempat terbersit beberapa hari yang lalu. Sebetulnya bukan hal yang baru, Atha sejak bayi sudah sering kami ajak ke masjid.  Selain karena ketika dalam perjalanan,  juga memang dalam rangka kami sangat ingin membuat anak laki-laki mengenal dan mencintai masjid. Tetapi,  nggak semua orang sepaham ya dengan konsep 'anak-anak di masjid' ini.  Bagi beberapa orang,  kehadiran anak di masjid merupakan hal yang sangaaat mengganggu. Sehingga kalau bisa masjid steril dari anak-anak agar para jamaah bisa khusyuk beribadah. Sama sekali nggak salah sih.. Tapi bagi seseorang yang punya anak balita agak bingung juga kalau bocahnya g boleh diajak ke masjid trus gimana saya sholatnya??

Sama seperti beberapa hari lalu.  Pada waktu sholat dhuhur berjamaah,  kebetulan kami sedang berada dijalan.  Seperti biasa,  suami langsung mencari masjid terdekat untuk bergabung dengan sholat jamaah. Atha adalah yang pertama bertanya: Sholat dimana kita?  (MasyaaAllah, semoga Allah menjaga kecintaanmu untul beribadah kepadaNya ya nak :)) mampir lah kami ke sebuah masjid di sebuah perumahan.  Seperti biasa juga Atha setelah wudhu lebih memilih ikut saya di barisan jamaah wanita. Kebetulan siang itu jamaah perempuan tidak terlalu ramai.  Hanya ada 3 orang nenek dan beberapa anak-anak,  ditambah saya dan Atha. Sejak masuk ke dalam ruangan,  seorang nenek terlihat mewanti-wanti para anak-anak agar tidak berisik.  Ya wajar,  juga ketika beliau melihat ke arah Atha dan saya mengisyaratkan hal yang sama. Sepanjang shalat berlangsung Atha berperilaku baik,  sesekali menirukan gerakan dan bacaan shalat. Menurut saya sama sekali tidak mengganggu dan wajar. Hanya saja, ketika saatnya berdoa atha sedikit merengek, entah karena apa saya lupa.  Saya membiarkannya hingga imam selesai membaca doa lalu lanjut bersalaman dengan ketiga nenek tersebut.  Tapi ada yang aneh,  di akhir doa kedua nenek sibuk berbicara seperti menenangkan salah seorang nenek, sayup saya mendengar: "namanya juga anak kecil". Saya yang merasa tidak terjadi apa-apa pun mengulurkan tangan untuk menyalami beliau yang ternyata.. Dicuekin sembari menggerundel yang tidak bisa saya dengar dengan jelas.  Oh ternyata,  rupanya perilaku Atha barusan sangat tidak berkenan di hati beliau sehingga bahkan beliau enggan menerima jabat tangan saya.  Baiklah, tak papa.. Meskipun sebenarnya dalam hati saya sedih banget lho. Dalam hati saya mengulang ngulang mantra dari emak safithrie bahwa ' respon orang lain terhadap aktivitas anak kita sama sekali bukan urusan kita dan kita sama sekali nggak perlu memikirkannya'. Pasti akan ada orang yang nggak sependapat dan itu sepeenuhnya hak mereka dan kita sama sekali tidak berurusan dengan hal tersebut.  Berkali kali saya mengulang-ulang hal tersebut dalam hati agar kekecewaan saya segera reda. Jadi sebenarnya point nya apa?  Lama ya muternya?  Hehehe..

Cerita tersebut hanya mukaddimah dari pentingnya kembali menumbuhkan kesadaran bahwa pendidikan anak muslim itu selain dari rumah adalah dari masjid.  Bahwa seharusnya masjid adalah 'rumah kedua' bagi anak-anak, dimana mereka bebas mengenal,  mengeksplorasi tempat yang nanti harus mereka cintai tersebut (terlebih untuk anak laki-laki) . Dan kitalah,  para orang tua yang harus menciptakan kenyamanan bagi anak-anak di dalam masjid,  tanpa menafikan pengenalan adab-adab di dalam masjid. Ya gimana mau cinta masjid kalau dia 'dilarang' ke masjid sejak kecil? Seperti yang dikatakan Khalid as-Syantut dalam bukunya "Mendidik Anak Laki-laki" bahwa seharusnya masjid adalah menjadi tempat yang paling dicintai anak-anak kita. Karena disitulah pusat kegiatan masyarakat muslim seharusnya berlangsung. Untuk mewujudkan 'impian' tersebut memang diperlukan pemahaman dan dukungan dari banyak pihak. 

Berbicara mengenai masjid ramah anak,  rasanya rindu sekali dengan Masjid Salman.  Dulu saya belum sepenuhnya paham kenapa banyak sekali unit-unit yang dibuat YPM Salman untuk mewadahi berbagai aktivitas dari pendidikan anak,  perpustakaan,  pendidikan remaja,  aktivitas sosial bahkan pendidikan pra nikah.  Ternyata memang itulah misi besar masjid, bahwa memang sudah seharusnya masjid menjadi pusat kegiatan pendidikan umat. Hal ini seringkali tidak kita dapati dalam masjid kebanyakan, yang programnya merangkul anak dan remaja. Ah semoga semakin banyak masjid yang 'membuka diri' kepada anak dan remaja. Kalau tidak kita dekatkan ke masjid,  maka harus kemana mereka mendekat?  Dikhawatirkan malah lebih mencintai bilik-bilik game online bukan?  Naudzubillah.. Semoga kita dimampukan untuk menjaga anak anak kita kelak dari segala macam fenomena akhir zaman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar