Senin, 30 Maret 2015

Photoset: Matahari Terbit di Pulau Kenawa

"Kamera membidik ke ufuk timur. Menyambut pertanda dari semburat merah saga. Jika waktu bisa dibuat beku, bisakah terhenti pada saat itu? Ketika awan berarak tersapu cahaya keemasan, ketika rumput menghijau tersibak terang. Kami menyambut pagi, mengucap selamat datang pada mentari."
 

Matahari terbit, diabadikan oleh Yohanda Mandala, Flickr account: jokidz90

Bukan Travelogue: Mengejar Matahari Terbit di Pulau Kenawa (3)


Dalam pelukan sujud di sebuah pulau di tengah lautan, aku menitipkan sebuah doa yang panjang. Agar kelak, Tuhan mengijinkan kita untuk kembali berperjalanan bersama. Mencari apa yang seharusnya kita temukan, dan merelakan apa yang harus kita tinggalkan. Selamat pagi, Pulau Kenawa.

Semburat merah saga sudah mulai terlihat di ufuk timur. Kami semua sudah terjaga sejak lama. Saya sendiri pagi ini akan melaksanakan misi pribadi saya: mengabadikan matahari terbit di Pulau Kenawa. Berbekal kamera handphone (nggak niat banget ya, padahal katanya misi besar-.-) karena tidak berhasil mendapat pinjaman kamera sedang kamera pocket saya rusak, saya bersiap menghadap ke timur. Kami semua duduk berjejer untuk menikmati matahari terbit.

Mendung hitam di ufuk timur rupanya tak kunjung bergeser. Saya dengan kamera seadanya kesulitan menangkap dengan jelas perubahan warna langit. Puluhan gambar saya jepret sejak tadi. Rasanya sudah sangat lama dan matahari belum juga beranjak naik. Ah, sepertinya, pagi ini saya tidak akan bisa menangkap matahari pagi dengan sempurna. Tapi berkat bantuan Jojo, akhirnya saya mendapatkan pemandangan matahari terbit yang sangat cantik di Pulau Kenawa! Pengen nangis rasanya lihat hasil foto Jojo, Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?

Langit gelap berubah warna menjadi merah, lalu disusul semburat kuning yang semakin lama berubah menjadi keemasan. Padang rumput perlahan menghijau diterpa cahaya pagi. Lautan berkilau cantik memantulkan nyala oranye seperti minyak. Awan berarak dari abu-abu hingga putih di ufuk timur, menyelimuti barisan gunung di kejauhan. Sepotong pemandangan pagi yang sempurna untuk dinikmati dari puncak bukit kecil.

Jika bisa, saya ingin memotongnya dan menjadikannya kartu pos, memasukkannya ke dalam saku seperti ulah Seno Gumira yang mencuri senja untuk Alina. Tapi ituk tidak mungkin saya lakukan bukan? saya hanya bisa menyimpannya rapat-rapat dalam ingatan, untuk kembali diceritakan suatu saat nanti.

Saatnya menjelajahi Pulau Kenawa! Niken, Imon dan Supri sudah terlebih dahulu menyusuri jalan setapak di bawah, menuju bukit yang lebih tinggi. Dari kejauhan tampak tubuh mereka yang semakin mengecil di antara rerumputan hijau yang tinggi. Saya, Jojo, Ina, Ocha dan Fajar menyusul menuju bukit yang sama. Jojo masih terus berburu foto landscape sedangkan saya dan Ina berjalan pelan ditinggalkan Ocha dan Fajar. Bukit di depan kami rupanya sangat curam, jalan setapaknya juga cukup licin meskipun sedikit berbatu. Saya yang hanya memakai sepatu plastik sempat gentar, tidak yakin bisa naik hingga ke puncak. Ina dan Jojo sudah lebih dahulu berhenti dan berbalik, tapi saya penasaran. Dengan ekstra hati-hati saya mendaki bukit dengan sesekali berpegangan pada akar rumput. Akhirnyaa, saya berhasil sampai ke atas meskipun dengan susah payah! dan pemandangan dari atas memang indah! dan selanjutnya saya pusing memikirkan bagaimana caranya turun dari sini.

Jalanan menurun semakin sulit dilalui, saya terpaksa ngesot menuruni bukit. Beberapa kali sempat terpeleset membuat saya semakin selektif memilih pijakan. Meskipun tidak selicin Ijen, tapi tetap saja kalau jatuh ini sakit pak, maka saya istiqomah untuk berjalan perlahan-campur ngesot-agar bisa sampai di bawah dengan selamat. Yay! berhasil juga turun dan saatnya mengeksplor perairan!

Kami berjalan beriringan dengan riang gembira, agenda pertama nyemplung di laut sejak tiba di Sumbawa nih! Fajar sudah menyiapkan beberapa goggle dan fin untuk kami. Saya mencari cari yang pas dan langsung nyebur ke lautan. Setelah beberapa saat nyemplung, saya agak kecewa karena ternyata tidak banyak yang bisa dilihat. Hanya ada ikan-ikan kecil, tidak tampak karang warna-warni. Sepertinya kami sedikit salah spot. Tapi yasudahlah, bagi kami yang setiap hari melihat motor berlalu lalang, bisa slulup di laut ramean kaya gini sudah sangat bahagia. Akhirnya kami hanya bermain-main air saja, hitung-hitung pemanasan. 

Matahari sudah semakin tinggi, Fajar mengkode kami agar segera kembali ke tenda untuk berkemas. Disela-sela merapikan tas dan peralatan, Fajar menyempatkan diri memasak sarapan dan milo hangat. Milonya, enak bangeeeet! Pasti ini efek kelaparan. Setelah sarapan, kami segera membongkar tenda, foto berkali-kali dalam berbagai pose lalu berjalan menuju dermaga untuk menunggu kapal. Kami berjalan menyusuri padang rumput yang terik, dari kejauhan tongkang penjemput kami sudah terlihat. Ransel-ransel segera dipindahkan, satu persatu kami melompat dari dermaga. Perlahan tapi pasti, kami meninggalkan Pulau Kenawa. (Bersambung)

Bersiap menyambut matahari terbit

Liburan!
Pulau Kenawa
*Foto oleh Yohanda Mandala, Flickr account: jokidz90, dan dokumentasi pribadi



Bukan Travelogue: Mengejar Matahari Terbit di Pulau Kenawa (2)



Setiap perjalanan memiliki ceritanya sendiri. Setiap pengembara memiliki tujuannya sendiri. Ada yang rindu akan kenangan masa silam, ada juga yang gegap gempita menyambut masa depan. Semua terangkum dalam sebuah perjalanan, yang hanya akan usai bersama masa.

Dua jam perjalanan laut menuju Pelabuhan Poto Tano mempertemukan saya dengan seorang ibu. Ah, sayang sekali saya melupakan nama beliau. Saya mendengar ceritanya dengan seksama. Mengenai Sumbawa di tahun 80-an, ketika Ia dan suaminya masih mengabdi sebagai pengajar di pulau yang seperti tak memiliki gairah hidup. Sang ibu bertanya-tanya, mengapa Sumbawa tidak memiliki greget untuk berkembang. Ia terheran-heran, padahal tanah subur, air berlimpah, hanya saja mereka terlalu nrimo katanya. Tidak mau berusaha lebih keras untuk menggali potensi. Hingga puluhan tahun berlalu, Sumbawa seperti terlindas zaman. Kini, laju perkembangannya tertinggal jauh oleh Lombok, tetangganya.

Saya yang memang belum pernah ke Sumbawa sebelumnya hanya ber-ooh ria mendengar cerita beliau. Beliau bertanya kami hendak kemana. Saya bercerita tentang Kenawa, sebuah pulau kosong yang kini sedang ramai menjadi tujuan wisata. Di akhir percakapan menjelang merapatnya kapal ke dermaga, beliau berpesan: "Selamat berlibur, dijaga ya aqidahnya" dan saya terbengong-bengong tidak tahu harus menjawab seperti apa. Ahhh..mungkin karena tadi saya bilang, kami bersama tiga orang lelaki di rombongan, dan akan menginap di pulau kosong! Oh, men..kita nggak akan ngapa-ngapain kok bu, selain ribut karena digigit nyamuk dan berburu foto Bima Sakti.

Sekitar pukul 17.00 WITA kami tiba di Pelabuhan Poto Tano. Dari sini, kami harus menumpang sebuah perahu tongkang menuju Pulau Kenawa selama sekitar 15 menit. Hari sudah sore, sebentar lagi matahari tenggelam sedangkan kami masih harus membuat tenda. Sebuah jembatan kayu menyambut kami. Air laut biru jernih kehijauan diatas pasir coklat muda mengelilingi pulau yang sedang hijau-hijaunya. Kami bergegas menurunkan barang menuju dermaga dan mencari spot terbaik untuk mendirikan tenda. Akhirnya Fajar memilih  sebuah bukit kecil di tengah pulau, sempurna untuk melihat bintang. Meskipun sempat khawatir dinginnya padang rumput di malam hari, tapi sangat saya rekomendasikan deh bagi yang ingin camping dan mendapatkan pemandangan langit yang oke :D

Di tepi Pulau kenawa sebenarnya sudah banyak saung-saung yang bisa digunakan untuk menginap darurat. Memang kondisinya tidak terawat, tapi lumayan bagi para backpacker yang tidak membawa tenda. Kami yang sebenarnya sudah sangat terlambat karena insiden penundaan penerbangan harus berjuang keras membuat tenda di kegelapan magrib. Idealnya, kami sampai di Kenawa pagi hari agar sempat mengeksplore pulau. Tapi apa daya, nasib berkata lain. Setelah sekitar  satu jam merangkai kerangka dan pasak akhirnya tenda berdiri. Kami segera menggelar ponco untuk shalat. Ohya, selama di Kenawa, air bersih harus dibawa dari Poto Tano karena memang tidak ada kamar mandi atau sumber air tawar. Jadi kami harus hemat air untuk wudhu, minum, masak dan buang hajat.

Kenawa gelap total di malam hari. Hanya tampak kerlip lampu di kejauhan dari pulau-pulau seberang. Malam ini agak mendung, bintang hanya terlihat satu dua hingga sekitar pukul 21.00 WITA. Makan malam ala anak kosan, a.k.a mi instan rebus plus sosis s* nice menjadi pengganjal perut yang sedari tadi keroncongan. Diluar dugaan, angin sama sekali tidak bertiup, akibatnya nyamuk berlalu lalang di sekitar kami dan menggigiti pipi kurus saya. Gerah, nyamuk, dan pikiran mencekam membuat saya terjaga hampir sepanjang malam. 

Sekitar tengah malam, saya dan Imon terbangun karena gerah dan..dengkuran Supri! luar biasaaaa...Supri tidur sangat nyenyak dalam sleeping bag, meninggalkan kami yang glibak glibuk karena nyamuk. Saya dan Imon sempat bertukar posisi, hingga tak lama kemudian tenda cewek kembali senyap. Saya masih terjaga dengan perut lapar, mi rebus topping s* nice? huh, mana cukup..
Tiba-tiba saya mendapati Jojo men set up kamera, yay! saatnya berburu Bimasakti!

Saya krauk-krauk makan oreo memperhatikan Jojo menjepret-jepret langit dalam gelap. Sesekali mengintip hasilnya di layar display, dan Waooooow! Subhanallaaahh!! langit yang memang semakin penuh bintang di tengah malam tertangkap cantik oleh kamera. Galaksi Bima Sakti meskipun belum sempurna bisa tertangkap kamera, jadilah saya, Jojo dan Ocha -yang akhirnya ikut terbangun karena keributan saya dan Jojo- foto-foto ceria dengan berlatar belakang Bima Sakti. Perjuangan banget ini fotonya, harus menahan pose selama puluhan detik. Berkat keahlian setting Jojo, dan kesabaran Ocha dalam berhitung akhirnyaaa, terpotretlah kami bersama The Milky Way! Ah, saya selalu tidak bisa move on dari langit, apalagi yang penuh bintang!

Capek foto-foto akhirnya saya mencoba tidur. Masih dengan oreo di genggaman, saya berbaring menatap langit malam. Terdengar suara-suara aneh di sekitar tenda, mungkin saja serangga. Tepatnya saya memaksa diri saya percaya itu serangga biasa, karena kami semua lupa tidak membawa garam untuk menghalau ular. Saya mulai berpikir bagaimana kalau tiba-tiba ada perampok, yang menghabisi kami semua ditengah malam? atau binatang buas? Selain nggak bisa lari kemana-mana, teriak pun nggak akan ada yang dengar, ini pulau tak berpenghuni saudara-saudaara! Untung saja kekhawatiran saya terhenti setelah suapan oreo terakhir tandas. Saya jatuh tertidur hingga dibangunkan oleh kegaduhan yang sama, Jojo, dan kameranya yang kali ini bersama Niken, menjelang adzan subuh yang sayup-sayup terdengar dari kejauhan.

Bima Sakti tertangkap sempurna oleh kamera Jojo sekitar pukul 03.30 WITA tadi, bergegas saya bergabung dengan Jojo-Niken untuk melihat hasil jepretan Jojo. Tak lama kemudian semua orang terbangun dan bergabung menikmati Gugusan Bima Sakti. Langit Kenawa pagi itu sangat indah! Meskipun bintangnya masih kalah dengan yang saya lihat di langit Garut, tapi menyaksikan bintang bersama mereka tentu saja sebuah kesempatan luar biasa. Subuh yang syahdu di sebuah pulau di tengah lautan, sebentar lagi saya akan bersiap menjemput pagi. Menyaksikan matahari terbit di Pulau Kenawa. (Bersambung)

Pelabuhan Poto Tano yang lengang
Gerbang Pulau Kenawa
Dermaga di Pulau Kenawa, warna pasir dan air lautnya 'ngawe -ngawe'
Bintang di Langit Pulau Kenawa pukul 00.00 WITA
Kapan lagi foto di bawah bintang kelap kelip! bersama potograper dan asisten pencet flash
Galaksi Bima Sakti tertangkap sempurna pada pukul 03.30 WITA

*Foto-foto langit diambil dan diedit oleh Yohanda Mandala, Flickr account : jokidz90

Sabtu, 28 Maret 2015

Bukan Travelogue: Mengejar Matahari Terbit di Pulau Kenawa (1)



Kabar penundaan kembali keberangkatan pesawat di grup membuat saya kembali merapatkan selimut. Di grup yang lain, Niken mengajukan usul untuk berangkat esok subuh karena pesawat kami baru akan berangkat pukul 09.30 WIB. Tapi pembicaraan berakhir lain, kami memutuskan berangkat malam itu juga menyusuri jalanan bersama gerimis menuju Surabaya.

Seperti yang sudah direncankan, malam itu saya bertugas menyetir sepanjang Madiun-Surabaya. Dengan riang saya memacu gas yang semula tersendat melaju kencang di jalanan antar kota. Hujan sejak sore tadi tak kunjung reda, memunculkan kilat menemani perjalanan kami. Di malam hari, jalanan memang relatif sepi dari kendaraan pribadi. Namun bukan berarti jalanan lengang begitu saja, truk-truk besar bergantian menyalip sedan ceper kami. Sempat berhenti di beberapa pom bensin, kami memasuki Sidoarjo sekitar tengah malam. Jalanan yang gelap dan penuh genangan air membuat saya harus ekstra waspada. Mobil yang kami tumpangi sudah berkali kali terguncang melindas lubang menganga. Sekitar pukul 02.00 dini hari kami memasuki pelataran parkir D3 Mesin ITS untuk menjemput Bima, adik Jojo yang besok pagi akan mengantarkan kami ke bandara.

Dini hari akhirnya kami sampai di kosan Bima, adik Jojo yang sekian lama baru saya temui kembali. Agak kaget sih karena profilnya jauhhh berbeda dengan Jojo. Bima ini kurus, gondrong, khas mas-mas teknik yang garang, tapi wajahnya di mata saya tetap saja adik-adik! haha. Skip cerita tentang Bima, kembali pada nasib kami trio kwek-kwek yang harus rela tidur di mobil hingga subuh. Selepas subuh di masjid terdekat rombongan bergegas melaju, agaknya perut keroncongan kami harus diisi terlebih dahulu. 

Setengah porsi nasi kuning saya tandaskan. Hah? setengah?? iya! haha, masih ya dalam rangka kontrol berat badan saya mengurangi asupan karbohidrat termasuk nasi. Karena masih belum masuk inti utama liburan jadi acara diet ini masih berlaku dong. Nanti, ketika sampai di Lombok, dadah babai deh ya dieeet! Perjalanan kami lanjutkan hingga Bandara Juanda. Masih tersisa sekitar 3.5 jam menuju jadwal keberangkatan kami. Check in dan seluruh rangkaian pemeriksaan yang singkat menyisakan banyak waktu bagi kami untuk luntang-lantung. Jojo dan Niken sempat melanjutkan tidur, saya dan Imon menuntaskan jatah harian ODOJ kami di ruang tunggu sebelum akhirnya kami bergantian cuci muka dan merapikan diri di toilet. Kami menerima kabar bahwa rombongan dari Jakarta sudah terbang pada pukul 07.00 WIB. Heuu, jam 7 kita masih lula di ruang tunggu, ucek mata sambil nguap ngantuk berat.

Setelah penantian yang melelahkan #tsahhh...akhirnya pesawat siap terbang! Ini pengalaman pertama saya naik pesawat lho, jadi agak nerves gimana gitu, haha. Norak ya, tapi ya bagaimanalah..saya berjalan dibelakang Jojo agar tidak tertinggal. Sampai di dalam kabin peswat, saya masih sibuk mencermati sana-sini. Prosedur keamanan standar, sabuk pengaman, pelampung, saya amati dengan antusias. Hingga akhirnya pesawat tinggal landas dan saya..mulai mengantuk! haha.

Satu jam berikutnya kami mendarat di Praya dengan selamat. Rombongan Jakarta yang sudah sejak pagi menunggu sudah mengirimkan berbagai macam komentar di grup. Segera Jojo mengabarkan kedatangan dan meminta informasi lokasi keberadaan mereka. Seharusnya, Fajar, pemandu perjalanan kami selama 4 hari ke depan sudah tiba dan menjemput mereka. Tapi sayang, Fajar yang berangkat dari Bali juga terlambat datang! hahaha, ya nasiiib.

Dengan ransel besar di punggung masing-masing, kami bergegas menuju pintu keluar dan mencari rombongan Jakarta. Dari jauh saya melihat Ocha, Ina dan Supri seperti pengungsian sok kece. Duduk di antara barang berserakan sambil foto-foto selfie, membuat mereka mudah ditemukan, hahaha. Untung saja, tak lama Fajar mengabarkan telah sampai di Bandara. Sekitar pukul 11.30 kami bertolak menuju destinasi pertama: Restoran. Kami semua mulai lapar.

Kuliner lombok pertama kami adalah nasi ayam. Saya lupa namanya nasi apa, yang jelas ada ayam suwir berbumbu pedas, ayam goreng, kering tempe dan sambal. Saya yang tidak bisa makan pedas langsung sigap mencicip ayam bumbu untuk cek level kepedasan: Pedaaaas! mundur teratur, nggak bisa makan ayam bumbunya *nangis nelangsa.

Setelah makan, perjalanan dilanjutkan menuju Pelabuhan Kayangan yang terletak di Desa Kayangan, Labuhan Lombok, Pringgabaya, Kabupaten Lombok Timur. Pelabuhan ini berjarak sekitar 2 jam perjalanan dari Bandara Lombok Praya. Sepanjang jalan, kami tentu saja sibuk melepas rindu dengan ngobrol ngalor ngidul, maklum terakhir kami bertemu full team adalah ketika Idul Fitri kemarin. Mobil yang semula ramai perlahan sepi karena beberapa akhirnya mulai tertidur. Imon berkali-kali takjub membenarkan bahwa Lombok memang pulau dengan 1000 masjid. Memang, masjid begitu mudah ditemui sejak tadi. Tidak hanya banyak, ukurannya juga besar dan megah! Konon, bagi masyarakat lombok Masjid adalah lambang kebanggan. Maka tidak heran kalau semuanya besar dan indah-indah. Pemandangan kiri-kanan mulai berganti. Langit siang meredup karena mendung, kami sempat khawatir malam ini turun hujan. Maklum saja, acara malam ini adalah camping di Pulau Kenawa, apa jadinya jika hujan deras mengguyur? bisa gagal total saudara-saudaraa...

Pegunungan membujur di sisi kiri kanan sepanjang perjalanan menuju Kayangan. Ada satu buah bukit yang mencuri perhatian kami. Bentuknya seperti tumpeng, lancip, satu gundukan, berwarna hijau gelap. Sepanjang perjalanan, Jojo, Ocha, Imon dan Niken bertukar cerita hingga mengarang cerita mengenai bukit tersebut. Tidak terasa, setelah obrolan absurd (yang akan selalu absurd apapun topiknya) tersebut berakhir akhirnya kami sampai di Pelabuhan Kayangan. Dari sinilah kami menumpang kapal feri menuju pelabuhan Poto Tano yang terletak di Sumbawa Barat.

Sesampainya di Kayangan, Pak Imam dengan sigap membantu kami menurunkan barang. Sleeping bag, tenda dan perlengkapan camping kami bagi rata sesuai kemampuan. Tas keril supri yang besarnya lebay kebagian menampung tambahan beban 2 sleeping bag yang akhirnya dibawa oleh Ocha -setelah adu mulut sebentar tentang siapa yang harusnya membawa keril segede gaban itu-. Dipandu Fajar, kami beriringan menuju dermaga menuju kapal yang sudah menunggu. Fajar membawa kami ke lantai 2 yang cukup sepi sehingga bisa memilih tempat duduk. Ransel-ransel telah diturunkan, saya segera mengambil posisi di tepi dinding kapal untuk melihat lautan.

Udara laut menerpa wajah saya, ahh..akhirnya hari ini tiba! Perairan biru gelap yang sayangnya dipenuhi oleh sampah mengambang perlahan tersibak memunculkan buih. Saya menghayati dalam diam hamparan biru di depan mata sambil sesekali berbincang kecil bersama Ina, Imon atau Supri. Jojo asik mengambil gambar kami dan lautan tentu saja. Di barisan kursi depan sana, Fajar yang tampaknya mulai bosan bergabung bersama awak kapal berkaraoke ria. Sejenak, saya membiarkan diri saya terhanyut dalam pikiran kemana-mana. Laut, saya beberapa kali menerawang mencoba menembus birunya yang semakin pekat. Laut selalu membuat saya lebih rileks sekaligus gelisah, sebuah kombinasi yang aneh bukan? apalagi perjalanan kali ini bersama mereka. Seharusnya perjalanan ini akan sangat luar biasa.. (Bersambung)

Di atas kapal Feri menuju Poto Tano


*Foto oleh Yohanda Mandala, Flickr account: jokidz90, our amazing photographer, hurrayyy!!! :D

Jumat, 27 Maret 2015

Bukan Travelogue: Piknik!

 Ransel-ransel sudah tertumpuk di bagasi belakang. Hujan tak kunjung reda masih ditemani kilat petir. Tersendat-sendat saya menginjak pedal gas. Kami berangkat, menuntaskan pertengkaran beberapa bulan terakhir, menunaikan janji perjalanan menuju timur: Lombok!

OKTOBER 2014

Mari kita mundur sebentar, kembali ke titik mula semua kehebohan ini dimulai. Awalnya, Saya, Niken, Imon dan Jojo yang selanjutnya akan disebut dengan geng Madiun berencana untuk trip ke Banyuwangi. Idealnya, rombongan kecil kami akan lebih mudah ditangani dan direalisasikan hingga entah karena apa..rencana perjalanan bocor ke telinga geng kelas bunga. Rencana seketika berubah, jumlah peserta bertambah. Destinasi dialihkan. Lombok, kami memilih satu pulau. 2015 adalah waktu yang sama-sama kami sepakati untuk berperjalan bersama.

DESEMBER 2015

Banyak hal terjadi dalam jeda hingga Desember 2014. Mulai dari perubahan destinasi hingga tanggal yang tiba-tiba berubah. Tidak cukup sampai disitu, kenaikan harga BBM di akhir tahun juga sempat meresahkan. Kami belum mendapatkan kepastian dari agen hingga awal tahun dikarenakan harga-harga yang belum stabil. Tapi yang paling absurd adalah kami sudah mebooking 8 tiket pesawat PP: 3 Jakarta-Lombok dan 5 Surabaya-Lombok. Tidak ada kata mundur untuk liburan kali ini.

JANUARI 2015

Wacana untuk berperjalanan selalu menimbulkan sensasi berbeda. Kami menunggu dan menunggu dalam kesibukan masing-masing. Seperti nunggu jodoh deh rasanya, haha. Saya Niken Imon intensif berlatih berenang karena tidak mau melewatkan pemandangan bawah air nantinya. Waktu seperti berjalan lambat-lambat. Tahu banget kalau kami sedang menunggu-nunggu bulan Maret. Ya, akhirnya di awal tahun kami mulai memastikan satu persatu bagian dari perjalanan ini. Tiket bertanggal 19 Maret, juga agen perjalanan untuk 4 hari 3 malam. Tinggal printilan kecil lah nantinya yang harus diurus mendekati hari-H. Untungnya, Sebuah trip mendadak ke Banyuwangi mampu mengalihkan perhatian saya. Meskipun tidak ke Baluran, agenda ke Banyuwangi malah lebih dahulu tercapai!  (Klik di sini untuk tulisan tentang perjalanan singkat ke Banyuwangi)

MARET 2015

Bulan Maret dibuka dengan sebuah kabar mengejutkan: Etis, salah satu peserta piknik salah memprediksi jatah cuti. Kehebohan kembali terjadi karena seluruh biaya perjalanan sudah lunas dibayarkan. Pilihannya sama-sama sulit, mencari pengganti dalam waktu beberapa minggu saja, atau merelakan tiket dan biaya perjalanan hangus. Hingga H-7, upaya lobi untuk mendapatkan cuti masih saja gagal. Begitu pula dengan pencarian pengganti, tidak membuahkan hasil. Dengan berat hati, Etis memilih untuk tidak ikut dalam perjalanan, pertaruhannya karir.

Tahu apa yang lebih mengejutan di bulan Maret? H-2 perjalanan, Ocha menerima pesan singkat dari maskapai penerbangan yang nantinya kami tumpangi bahwa penerbangan dari Surabaya menuju Lombok akan mengalami keterlambatan. Telatnya nggak tanggung-tanggung, dari jadwal semula pukul 07.00 WIB, ditunda hingga pukul 15.30! Nggak jadi liburan pak kalau gini caranya sih *Nangis panik.

Kehebohan kembali terjadi, upaya pembatalan, dan keterangan kemungkinan refund tiket masih simpang siur. Hawa di grup seketika panas karena Jojo dan Imon panik. Saya yang masih disibukkan dengan deadline yang harus tuntas sebelum berangkat tidak sempat ikut bingung. Yang jelas, akhirnya kami memesan tiket baru *Sigh. Berat pak hidup ini, mau liburan aja ribet.

18 MARET 2015, D-DAY

Saya sengaja pulang lebih awal karena sangat mengantuk. Nanti malam, saya akan menjajal rute Madiun-Surabaya secara penuh tanpa disubstitusi. Jujur saya sangat menanti-nanti malam ini! haha, nggak penting sih misinya..tapi saya kepengin banget nyetir Madiun-Surabaya. Kami berencana untuk berangkat jam 20.00 WIB setelah Jojo menyelesaikan pekerjaannya. Hujan masih saja tidak berhenti sejak sore, menemani saya yang masih berusaha merem tapi gagal. Hingga kabar di grup kembali membuat saya lemes: Pesawat kembali mengalami penundaan keberangkatan. Ahhh...seketika pengen krubutan slimut dan tidur sampai pagi. (Bersambung)

Sabtu, 14 Maret 2015

Cantik!


Akibat ngoprek blog mbak Leija dan menemukan ini,saya jadi kepingin nulis, hehehe. Jangan serius-serius ya bacanya, hahaha

Bicara tentang make up, saya ini apalah, nggak mudheng sama sekali. Padahal seharusnya kaum hawa identik dan gandrung ya dengan 'senjata' yang satu ini, tapi saya..emm..sebenarnya suka juga, tapi biasa aja, haha. Dibandingkan dengan teman-teman saya yang sudah biasa ber make-up dalam keseharian, saya tipe orang yang cenderung 'polos'. Cukup dengan pelembab, macam krim siang gitu lah..bedak tipis puk-puk dan lip gloss saya sih sudah pede saja ke mana-mana. Ibu saya bahkan sering komentar: "Kamu nggak bedakan ya?" saking nggak niatnya nempelin bedak ke muka.

Beneran nggak pernah make up-an? Eyeliner dan eyebrow? hmm..kadang pakai sih di acara tertentu, tapi beresinnya itu alamaaak..malesi. Makin cantik sih, (pede banget) tapi nggak tahan repot bersihinnya. Lipstick? pakai yang warna bibir jadi nggak kelihatan, haha..nggak guna tapi ya sudahlah. Saya punya lho lipstick warna pink gitu, dulu beli karena pengen aja beli. Hasilnya, nganggur sampai sekarang. Abis, saya selalu merasa aneh dan nggak saya banget pakai lipstick pink, nggak cuma pink sih sebenarnya..semua lipstick. Kaya nggak saya banget gitu.

Dari dulu memang citra saya (citraa..body lotion kali) mbak-mbak tomboy, slebor, dan natural (suka ke laut, ke gunung, yang nature nature gitu ;p).  Yang mainnya kebanyakan sama cowok-cowok, low maintenance, yang setiap saya dandan pasti menjadi buah bibir, haha. Jadi kesannya anti make-up, padahal enggak lho! seslebor-slebornya wanita, tidak ada yang bisa lepas sama sekali tanpa make up, ya kecuali karena alasan kesehatan seperti tulisan pada link yang saya tulis di atas. Suka kok dandan, tapi ya dandan ala saya. Kalau kalian berharap (ditujukan untuk teman-teman sepermainan saya yang kadang guyon:" Mbok ya kamu ini dandan biar cantik") saya pas hangout dengan kalian full make up, sepertinya akan sulit terpenuhi. Karena saya sangat tahu dengan pasti, kalian juga tahu saya dengan pasti, aslinya saya bagaimana. Percuma kan dandan pas bareng kalian, buang-buang stock, bedak mahal heyy, hahaha!

Untunglah dan untungnya, teman-teman saya ini demokratis sekali. Mau saya pas pakai kaos belel jaketan dan bergo-an pas jalan bareng juga nggak masalah. Sebenernya pernah sih berusaha sedikit niat dandan apa gitu pas jadwal main bareng mereka, tapi ujung-ujungnya: hapusin make up, ganti baju sama kaos. Enakan gitu sih, daripada diledekin kaya lenong ntar, hahaha. Lagipula, saya yakin mereka nggak akan ninggalin saya atau pura-pura nggak kenal saya pas di mall gara-gara muka saya 'polos' (nggak tahu ya kalau dalam hati sebenarnya mereka nggak pengen mengakui saya sebagai teman, ahh, nggak mungkin!)

Balik lagi, apa sih definisi cantik? dan perlu nggak sih make up?
Cantik menurut saya (yang sudah terkontaminasi kata orang), atau dirubah saya merasa cantik ketika..
1. Ketika nggak ada jerawat merah merona di pipi kanan, kiri, kening atau dagu. Untungnya saya nggak terlalu berjerawat, jadi setiap hari merasa cantik, haha.
2. Ketika pakai baju baru! hahaha, meski cuma tigapuluh rebu harganya, udah pede banget merasa paling cantik sedunia. Boros dong!beli baju terus? baru bukan berarti baru beli banget, saya sering excited sendiri ketika memakai baju dengan mix and match baru. Dalam hati selalu bilang: "huahhhh..ternyata bisa juga ini di mix sama ini!", lalu girang, dan dipakai terus-terusan.
3. Ketika sedang bahagia. Otomatis banyak senyum, dan ketika saya senyum dengan ikhlas saya merasa cantik banget. Kenapa saya tuliskan senyum ikhlas? karena kadang saya juga memiliki dan melakukan senyum bisnis. Apa itu senyum bisnis? senyum bisnis adalah senyum sekedarnya, formalitas dan tanpa hati. Jadi yang seperti itu bukannya membuat merasa cantik tapi merasa eneg.
4. Ketika selesai pakai masker dan sticker komedo. Rasanya menyenangkan, dan orang senang pasti senyum, dan senyum pasti bikin cantik!

Itu aja sih sepertinya,momen-momen dimana saya merasa cantik. Dikit ya? lack of confident banget? hahaha. Enggak kok! itu nggak dikit, momen-momen itu datang silih berganti, lagipula kalau untuk bersama-teman-teman saya saja saya tidak perlu merasa cantik. Since they're my comfort zone, otomatis saya jadi bahagia, dan jadi cantik kan? *maksa,  jadi saya nggak pernah pusing mikirin semua variabel untuk jadi cantik.

Udah ah, cukup curcol tentang make up dan cantik. Perlu digaris bawahi bahwa saya bukan orang yang anti make-up atau nggak mementingkan cantik. Nanti saya didemo karena pakai produk kecantikan padahal sok anti dandan. Make up, bedak, pembersih muka, sunscreen atau apapun itu sejatinya tetap kita perlukan. Tapi karena semua amalan dikembalikan pada niatnya, mari kita sama-sama ingat mengingatkan untuk kembali pada niatan yang benar. Bukan untuk tabarruj, menarik perhatian khalayak, tapi untuk menghargai diri kita sendiri. Menghargai kecantikan yang ditakdirkan oleh Tuhan kepada kita. Menjaga agar tetap sehat terawat kan nggak ada salahnya, jaga makanan, rajin membersihkan dari kotoran, toh kebersihan juga sebagian dari iman. Jadi cantik bagi saya adalah bagian dari menyayangi diri sendiri, dan menjaga pemberian Allah, hehe. Gimana? pingin cantik juga nggak? *langsung pengen  maskeran.