Sabtu, 09 Juni 2012

Kau, Aku dan Sepucuk Angpau Merah


Baru kali ini saya membaca novel Darwis Tere Liye tanpa mata sembab sepanjang hari. Bukannya buku ini tidak menyentuh, tapi rupanya saya dibuat lebih banyak tertawa daripada meneteskan air mata. Secara keseluruhan..buku ini, juga luar biasa!

Mengangkat kisah Borno yang memiliki profesi yang belum pernah diceritakan di novel manapun, kisah sederhana ini mampu menyuguhkan kisah yang luar biasa. Tepian sungai Kapuas di Pulau Borneo menjadi latar belakang cerita yang begitu unik. Entah bagaimana aslinya, pikiran saya memberikan gambaran sendiri rumah-rumah panggung di tepian sungai besar dengan fenomena kehidupan sehari-hari. 

Konon, Borno adalah bujang berhati paling lurus di sepanjang aliran Kapuas. Mengharukan sekali membayangkan di zaman seperti ini masih ada seorang lelaki yang begitu menghargai seorang perempuan. Meskipun, Borno masih belum bisa berhenti memikirkan Mei dalam setiap malam-malamnya. Yah..ini adalah satu pertanda hati Borno tidak lurus sebenarnya ;p.

Tapi secara keseluruhan, cerita yang disuguhkan Darwis Tere Liye kali ini sangat menarik. Tanpa kita sadari, beragai realitas seperti ini sering sekali terjadi dalam kehidupa kita. Lingkaran-lingkaran tak kasat mata yang manghubungkan kita satu sama lain, seringkali muncul secara ajaib tanpa pernah diduga. Pernahkah Anda menyadari bahwa ada bangyak benang merah yang muncul terlalu tiba-tiba ketika kita mengenal sesorang. Dan benang-benang itulah yang membangun kisah antara Borno dan Mei, melalu sepucuk Angpau Merah yang terlambat disadari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar