Sabtu, 17 Januari 2015

Baca, Baca, Baca!

Tahun lalu, menulis bagi saya adalah hal yang sangat berat untuk dilakukan. Kenapa? karena setahun belakangan saya nomaden, tidak memiliki kamar tetap yang bisa digunakan untuk menyepi. Sedangkan saya sama sekali tidak bisa menulis jika dalam kondisi ramai, rasanya nggak bisa lepas bebas. Padahal sebenarnya juga tidak ada yang mengintip sih..

Jadi setahun belakangan, saya menyebut diri saya sedang 'kehilangan kesaktian'. Tidak bisa menulis di Tumblr, apalagi di blog. Rasanya was-was dan khawatir, nanti kalau dibaca ini tulisan nyampah banget deh ya. Tapi tahun ini saya memutuskan untuk kembali menulis. Ah, biarkan saja orang berkata apa. Saya akan menulis, bahkan hal-hal yang random sekalipun.

Sebenarnya saat-saat ini, tidak ada kejadian berkesan apa gitu sih. Jadi untuk menulis seperti kehabisan bahan. Biasanya membaca merupakan jurus ampuh untuk memancing ide sehingga banyak ide bisa mengalir. Tapi beginilah, buku yang sedang saya baca inspiratif sebenarnya, sangat inspiratif malah. Tapi entah kenapa saya merasa topiknya agak berat, bahkan untuk mengikuti nya saja saya harus pelan-pelan. Efek lama tidak belajar juga berpengaruh mungkin ya. Ingin tahu buku apa yang saya anggap berat ini? Jangan tertawa kalau sebenarnya bukunya nggak 'seberat' itu. Saya sedang berusaha menikmati, 'Habis Galau Terbitlah Move On' karya J. Sumardianta. Bahkan tidak jarang saya harus mencari penjelasan tentang istilah-istilah bahasa indonesia dalam kbbi, atau sekedar wikipedia selama membacanya. 

J. Sumardianta memiliki kosa kata yang kaya, referensi cerita yang beragam, dan sumber yang luar biasa banyak pula. Beliau ini seorang pendidik, wajar memang ya seorang pendidik harus pandai, berwawasan luas, dan tepat sasaran. Tapi beliau agaknya 'di atas rata-rata'. Saya selalu senang dan kagum kepada orang-orang yang berwawasan luas, dan pada penulis yang 'berisi', bukan hanya menjual rangkaian kata indah tapi miskin makna. Terlebih humor seronok dangkal yang banyak beredar di pasaran.

Beberapa kali saya membaca buku, novel sih tepatnya, yang nggak jelas banget apa isinya. Ya memang buku murah, diskonan gitu, tapi saya tidak habis pikir kenapa ada penerbit yang mau menerbitkan. Ceritanya absurd, bahasanya saru, dan setelah selesai membaca pun, sepertinya saya malah kehilangan setengah akal karena jengkel. Kisah cinta memang menjadi topik yang tidak habis untuk ditulis, tapi ya mbok ya jangan gitu-gitu banget sih seperti di dunia ini tidak ada hal yang perlu diurus selain masalah cinta. 

Berbeda dengan 'penulis beneran', yang kalau membaca tulisannya kita mendapatkan sensasi yang lain. Gaya bahasanya akan sangat terasa berbeda. Kandungan informasi yang lebih bergizi juga sering didapat dari para penulis bagus. Karya favorit yang bisa membuat saya ternganga dan nagis bahagia, karena masih ada penulis yang se-oke ini adalah Supernova, Selimut Debu, Bumi Manusia, dan Negeri Para Bedebah. Saya pernah mencoba membaca karya penulis kawakan macam Buya Hamka dan N.H Dini, bahasanya bagus, ceritanya simple dan mengena. Tapi untuk yang N.H Dini ini temponya lambat. Mungkin karena yang saya baca adalah memoir. Ah, apalah saya ini berani mengomentari tulisan N.H Dini? coba, tulisan saya terlihat dibuat oleh 'orang yang membaca' tidak? *toyor kepala sendiri.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar