Kamis, 22 Oktober 2020

Surat Untuk Mas Atha: Terimakasih Sudah Mengajari Umi

Assalammualaikum mas Atha, 
Semoga ketika kelak mas Atha mampu membaca surat ini Mas Atha selalu dalam kondisi sehat dan bahagia, kapanpun, dimanapun, dan dengan siapapun itu.

Sayang, mungkin belakangan mas Atha menganggap umi menyebalkan? Mungkin mas Atha bertanya-tanya kenapa tiba-tiba tidak ada angin ataupun hujan, umi memaksa mas Atha untuk belajar makan sendiri? Membereskan mainan sendiri? Juga memakai pakaian sendiri?

Umi mengerti, pada awalnya terasa berat ya nak? Apalagi umi selalu menambah dengan marah-marah. Maafkan umi nak, sejatinya umi sama sekali yidak ingin menambahkan bagian marah-marah dalam proses belajar kita setiap hari. 

Tahukah mas Atha, umi takjub. Sebelumnya tidak terpikir oleh umi hanya kurang dari dua pekan mas Atha sudah terbiasa mau untuk makan sendiri dan memebereskan mainan sendiri. Meskipun terkadang, masih merajuk meminta bantuan umi. Berpindah dari zona nyaman menuju kemandirian melelahkan ya nak? Mas Atha merasa umi tidak sayang lagi kah dengan menolak membantu mas Atha?

Sesungguhnya sama sekali tidak, Nak.

Umi hanya ingin mas Atha menyadari bahwa mas Atha bisa melakukan banyak hal hebat tanpa selalu umi bantu.
Lihat saja, sekarang mas Atha sudah pandai mengerjakan banyak hal sendiri. Tak lagi harus menunggu umi selesai menggendong Ruby agar bisa membantu kebutuhan mas Atha. 

Dalam proses belajar ini sesungguhnya bukan hanya mas Atha yang belajar. Melainkan umi yang banyak belajar. Belajar bersabar, menghargai, mengapresiasi, dan tidak memaksakan. Yang mana kesemuanya sungguh sulit untuk umi lakukan karena dalam pikiran umi, seringkali selalu imgin cepat, segera, dan mudah. Padahal tak ada yang seperti itu dalam proses belajar bukan?

Umi harus banyak-banyak berkata pada diri umi bahwa proses belajar memerlukan waktu. Untuk terbiasa, harus diulangi berkali-kali. Untuk terbiasa harus diingatkan berkali-kali. Jika bagi umi begitu, apalagi bagimu ya sayang ..ketika bermain adalah duniamu. Maafkan umi yang seringkali kurang bijak dan mengabaikan perasaanmu. Maafkan umi yang terkadang kurang sabar menemani prosesmu. Maafkan umi, yang seringkali marah..kepdamu dan terlebih kepada diri umi sendiri.

Jika umi katakan bahwa sesungguhnya ada cinta dalam kemarahan itu maka umi berbohong. Karena cinta ridak akan pernah menyakiti hati orang yang kita cintai, nak. Hanya umi yang kurang bersabar untuk menerima segala kerepotan proses belajar ini. 
Maafkan umi yang terkadang membuatmu menangis untuk mencapai harapan dalam angan-angan umi. 
Meskipun setelahnya, setelah kamu tertidur umi melakukan hal yang sama: menangisi perbuatan umi yang membuatmu menangis.
Semoga kita berhasil melalui proses belajar seumur hidup ini ya, Nak.

Semoga kita selalu menyayangi hingga kapanpun nanti. Cinta umi kepadamu tidak akan pernah terganti, sulungku. Pelita hatiku, guru pertamaku dalam menjadi orang tua. Semoga dirimu selalu dalam lindungan Allah SWT. 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar