Mengenali jalan yang harus dilalui ketika bepergian jauh itu nggak asik. Saya tahu pasti ketika jam 3 baru sampai Ngawi, Wonosobo masih nun jauh entah di mana. Hujan terlalu setia menemani dengan debit maksimalnya. Tengah malam, kami akhirnya tiba di pelataran parkir super ajaib. Selamat datang di Dieng.
Jadi ceritanya saya tetiba pengen nulis karena tadi siang habis diceritain mbak Euryka, seorang teman di KI Madiun yang desember kemarin habis muncak ke Semeru. Gilanya lagi, itu pendakian pertamanya brur, Semeru! yang bayanginnya saja saya merinding disko, pengen sih, pengen..mana ada yang selalu pamer-pamerin pulak itu semeru cakep banget. Hih, ntar deh ya..suatu hari nanti..
Lanjut ke cerita pendakian gunung Prau, dengan persiapan lari pagi ala kadarnya karena sempat nggak fit, akhirnya kesampaian juga acara weekend ceria ke Wonosobo. Perkenalkan anggota perjalanan kali ini: Saya, Imon, Niken, Zainul, Rijal, Mas Firman dan Yuni. Tiga terakhir yang saya sebut tentu saja kenalan baru yang baru hari ini saya temui. Nggak masalah, lanjut!
Malam sudah berubah menjadi super dingin ketika kami keluar dari mobil. Kami menyiapkan perlengkapan dan segera menuju pos pemberangkatan. Pos ini kabarnya sudah berpindah tempat setelah sempat ada perbaikan, yang semula di depan kantor desa, sekarang berpindah agak ke dalam. Tapi selow, banyak banget yang bisa ditanyain, nggak akan nyasar, pasti ketemu kok. Dari pos tersebut, kami mendapatkan peta jalur pendakian yang menginformasikan posisi pos pertama kedua dan seterusnya. Yasudahlah ya, rombongan kami segera berangkat karena sudah mulai dini hari, rencana membuat tenda pun sudah batal sejak beberapa jam lalu. Lha mau bikin tenda buat apa? masak sarapan?
Kami mengambil jalur Patak Banteng, yang terkenal sulit tetapi memiliki waktu tempuh lebih singkat dibandingkan jalur desa Dieng, yang memiliki medan landai tapi waktu tempuhnya sekitar 5 jam berjalan kaki. Baru saja berjalan beberapa langkah di kegelapan, tiba-tiba saja kami disambut dengan anak tangga yang membuat lutut gemetar. Baru juga 15 menit-an lah padahal..track menuju pos 1 rupanya memang intinya adalah anak tangga ini. Saya langsung ngos-ngosan, tapi masak iya mau langsung berhenti akhirnya saya sok asik sampai menemukan jalan yang kembali 'normal'. Setelah track tangga seribu tadi, kami disambut oleh pengecekan jumlah anggota dan himbauan untuk tidak meninggalkan sampah di gunung.
Perjalanan kembali diteruskan ke pos 2 (Canggal Walangan). Kami melewati ladang. Asik lah ya lihat lampu-lampu. Sampai pada pos berikutnya, jalanan sudah mulai tidak bersahabat. Track semakin menanjak ditambah lagi bekas hujan membuat jalur semakin licin. Sepertinya di perjalanan menuju pos 2 ini Niken sempat berhenti karena pusing, begitu juga Mas Firman yang letih dan lemas. Akhirnya perbekalan dibongkar dan Zainul memasak air untuk membuat minuman hangat, setelah bistirahat sejenak perjalanan kembali dilanjutkan.
Kami kembali berjalan beriringan sembari sesekali berbincang ringan. Jalanan gelap, apalagi saya tidak membawa senter karena rupanya senter kepala yang saya bawa tiba-tiba mati entah kenapa. Sejak tadi kami sudah aktif saling mengingatkan "jangan minggir-minggir' karena memang track berbatasan langsung dengan jurang. Karena kondisi yang gelap, kami juga tidak ada yang tahu pasti sedalam apa tebing yang menunggu di sisi kanan dan kiri. Enak-enak berjalan sambil mengobrol, tiba-tiba saja sesuatu terjadi. Dalam hitungan detik tubuh saya merosot ke bawah, "Sraak, brukk" Eh, ucap saya dalam hati, rupanya saya terperosok ke bawah, di bibir tebing! belum sempat panik sabil meraba-raba apa yang bisa saya jadikan pegangan, Niken, Zainul dan Mas Firman sudah terlebih dahulu berteriak untuk meminta saya mempertahankan posisi. Saya sempat bingung harus bagaimana, mencoba melompat tapi kok ya gagal, berat pak badan ditambah tas ransel isi cemilan. Akhirnya saya fokus ke instruksi: Diam aja di tempat. Oke, saya diam, trus apa? rupanya mas Firman dan Zainul kompak menarik badan saya ke atas, sedangkan imon membantu dengan penerangan. Yes, alhamdulillah, saya sudah sampai kembali ke jalan yang benar dengan celana dan baju belepotan tanah lempung. Terimakasih kakak-kakaak :D
Perjalanan kembali diteruskan. Pos 3 (Cacingan) yang kami tuju belum juga tampak. Rijal bersama Niken dan Yuni sudah jauh di depan meskipun sesekali berhenti untuk beristirahat. Jalanan semakin licin dan terjal. Beberapa kali kami dilewati atau melewati rombongan lain. Sempat untuk waktu yang lama kami sama sekali tidak bertemu dengan satu orang pun. Malam di tengah hutan, gelap, sepi, nggak berpikir ada dedemit sih udah untung saya, apalagi berpikir tentang cacing beneran -hororr. Saya melewati setiap tanjakan dengan berhati-hati. Sebisa mungkin memilih pijakan dan mengatur langkah, Ngos-ngosan, keringetan, dan kaki sudah mulai pegal tapi pos 3 belum juga terlihat. Zainul sih asik-asik aja loncat sana-sini, mas Firman terlihat sangat 'ngoyo' di belakang saya sembari mengikuti cahaya senter. Tapi di luar dugaan, tingkat ngos-ngosan ketika mendaki gunung Prau ini tidak sehebat ketika menyusuri tanjakan ijen. Perbedaan tersebut sangat dipengaruhi oleh keberadaan belerang, ijen yang merupakan gunung belerang memiliki tingkat oksigen yang jauh lebih tipis daripada Prau, sehingga lebih mudah menguras nafas.
Dijalur yang terjalnya membuat saya nggak habis pikir, tiba-tiba saya mendengar Imon berseru, "Ada talinya lhoo", wah, rupanya ada tali yang sengaja ditinggalkan untuk membantu pendaki. Bergiliran Yuni, Niken dan Imon melanjutkan ke atas. Giliran saya tiba, sebenarnya pikiran saya sudah nggak enak, Iki tali kok posisine gak asik sih. Ah, yowislah..coba saja. Saya mencoba berpindah posisi agar bisa naik dengan pewe, berhasil, dan seharusnya saya melanjutkan mengayun langkah. Saya sempat berpikir sejenak Ini talinya udah beneran lepas nggak sih? karena memang tadi sempat tersangkut di matras yang tergantung di sisi kiri ransel saya. Karena sudah males mikir, akhirnya saya melanjutkan mengangkat badan untuk mencari pijakan. "Bukk" yehh..saya terjatuh lagi. Benar saja, rupanya tali tambang tadi masih tersangkut di gulungan matras, mas Fajar reflek meneriaki saya agar berhati-hati, secara doi pas dibelakang saya banget, kalau sampai beneran terjadi, epic failed pasti.
Jalanan masih belum terlihat ujungnya. Rijal di depan mulai tidak yakin apakah jalur ini benar? belum lagi kami tidak bertemu satu rombongan pun selama beberapa lama. Kami istirahat sembari membongkar cemilan. Malam cerah, untung saja hujan sudah tidak lagi turun. Langit berbintang terhalang oleh dedaunan yang cukup lebat. Saya masih berusaha menikmati perjalanan, tapi pikiran saya tetap tentang puncak: Seperti apa, dan bagaimana rasanya berada di puncak. (Bersambung ah, ngantuk)
*Nggak ada foto di postingan ini, karena sepanjang perjalanan beneran deh saya nggak kepikiran buat foto-foto. Saya sebenernya nyari 'starry sky' tapi nggak nemu yang oke, dikepung tanah dan pohon, dipayungi rerimbunan daun.
**Saya beneran sempat kepikiran "gimana kalau saya megang cacing", tapi bisa ditepis beberapa kali karena fokus tersita pada medan jalan yang licin.
*** Detail rute dari Madiun menuju Wonosobo tidak saya tulis karena panjang. Karena kami mengandalkan GPS, kami dilewatkan jalan alternatif. Sekedar informasi, jalan alternatif dari Madiun (belokannya sekitar daerah Sragen) menuju Wonosobo jalannya sempit dan bergelombang. Sehingga jalanan penuh dan perjalanan bukannya semakin singkat malah melambat. Saran saya, lewat jalur dalam kota saja lebih jelas petunjuk arahnya, dan jika ingin bertanya maka tanyalah kepada penduduk sekitar (dan jangan lupa meminta petunjuk pada Allah).
*** Detail rute dari Madiun menuju Wonosobo tidak saya tulis karena panjang. Karena kami mengandalkan GPS, kami dilewatkan jalan alternatif. Sekedar informasi, jalan alternatif dari Madiun (belokannya sekitar daerah Sragen) menuju Wonosobo jalannya sempit dan bergelombang. Sehingga jalanan penuh dan perjalanan bukannya semakin singkat malah melambat. Saran saya, lewat jalur dalam kota saja lebih jelas petunjuk arahnya, dan jika ingin bertanya maka tanyalah kepada penduduk sekitar (dan jangan lupa meminta petunjuk pada Allah).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar