Menunggu dalam diam selalu saja tidak menyenangkan. Kadang percakapan di dalam kepala terlalu riuh dan melelahkan. Begitupula menunggu dalam artian sebenarnya tanpa melakukan apapun seperti pagi itu membuat tangan dan kaki mati rasa. Dingin menembus jaket, dan sarung tangan yang sudah sejak tadi membungkus rapat. Kami menunggu dan terus menunggu.
Ufuk timur semakin terang. Sekitaran saya yang tadi lengang kini sudah dipenuhi manusia yang berebut tempat terbaik untuk menunggu matahari terbit muncul. Dikejauhan langit memang sudah mulai memerah, tapi kabut cukup tebal membuat tidak banyak pemandangan terlihat. Sudah cukup lama kami menunggu. Langit juga sudah hampir terang sepenuhnya, ah rupanya pagi ini matahari memang tidak sempurna terlihat. Meskipun begitu orang-orang tetap saja asyik berfoto, juga saya sendiri yang sibuk jeprat-jepret dengan kamera ala kadarnya.
Tak lama ketika pagi semakin terang, beberapa saat kabut mulai tersingkap. Didepan kami tampak bukit-bukit berjejer yang diselimuti kabut putih tipis. Tampak beberapa tenda warna-warni menyembul di ujungnya. Disisi kanan, jika cuaca cerah seharusnya akan tampak Gunung Sumbing dan Gunung Sindoro berjajar dalam satu tarikan garis. Tapi pagi itu kami hanya mendapatkan sepotong pemandangan puncak gunung yang tertutup kabut. Tapi tetap saja sih, meskipun terdistraksi oleh lautan manusia, pemandangan pagi itu adalah salah satu breath-taking scenery. Kami seperti berada di tengah lautan awan putih. Ketinggian selalu menciptakan pemandangan yang luar biasa.
Disekeliling mulai terlihat hamparan bunga Daisy berwarna putih yang tumbuh bergerombol hampir di setiap sudut lokasi. Yuni dan Imon sejak tadi sudah disibukkan oleh kamera sedang Mas Fajar dan Rijal duduk-duduk santai dan berjalan di sekitar lokasi kami meninggalkan ransel. Saya sendiri sebenarnya salting, nggak tau mau ngapain, mau foto juga susah nyari tempat longgar, mau tidur ya gimanalah, hahah.
Akhirnya Rijal, Zainul dan Niken mulai menyalakan kompor untuk memasak sarapan ala anak kosan: mi instan rebus rasa soto plus sosis siap makan. Kayanya mi rebus rasa soto selalu hadir di tengah perjalanan liburan saya deh *terharu. Urusan masak teratasi, yang menjadi masalah baru adalah: makan pakai apa? dan kok ya kami nggak kepikiran buat bawa alat makan, *failed. Akhirnya, mi rebus disantap bergantian dengan pisau serbaguna milik rijal, sedangkan Rijal sendiri memilih untuk membuat supit dari batang tanaman sebelum akhirnya niken membuat sendok dari botol minum bekas. Rasanya, mi rebus soto kali ini begitu lezat, baiklah ini pasti efek kelaparan. (Bersambung)
Ramai! |
Menunggu dan menunggu |
Sumbing dan Sindoro ganteng banget di kejauhan |
Sunrise! itu yang kecil-kecil di puncak adalah tenda |
Sunrise camp |
Deretan perbukitan |
** Weekend yang sesuatu banget yang bertepatan dengan momen yang sesuatu banget. What a sweet escape lah ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar