Kami berkumpul menikmati sepiring banana pancake dan segelas teh hangat di pelataran Baleku. Ransel-ransel sudah terpacking rapi. Hari ini hari terakhir kami berada di Pulau seribu masjid.
Tujuan terakhir sebelum pulang hari ini tentu saja adalah 3 gili: Gili Trawangan, Gili Meno dan Gili Air. Seharusnya kami sudah harus check out dan meninggalkan penginapan pagi-pagi. Tapi setelah pembicaraan antara Fajar dan pemilik penginapan, kami diperkenankan untuk menggunakan satu kamar untuk menaruh seluruh barang dan untuk mandi sepulangnya dari tiga gili nanti. Setelah urusan titp menitip ini selesai, Fajar meminta kami bersiap di depan.
Rupanya di depan kejutan sudah menunggu. Bukannya Pak Imam yang siap sedia dengan travel, kami dikejutkan dengan sebuah mobil macho berwarna merah, tanpa atap. Awalnya saya kira hanya numpang parkir, dan Jojo ini ngapain pede banget udah stand by aja di jok depan? yang lebih mengejutkannya lagi, ternyata mobil itulah yang akan mengangkut kami semua menuju Senggigi! Man, 8 orang dalam sebuah mobil sejeni Jeep kecil itu sesuatu banget. Err..sebenarnya saya setngah kesenangan karena penasaran sih! ahaha.
Mobil melaju kencang di jalanan menurun yang ternyata berada tepat di tepi pantai Senggigi. Saya sih dari kemarin nggak nyadar, haha. Tidak lama kemudian kami sampai di pantai untuk menyeberang. Di Pantai ini, Fajar membeli makan siang dan menyewa snorkle dan fin. Setelah deal dengan salah satu pemilik kapal, kami segera berangkat menuju Gili Trawangan, destinasi pertama kami.
Perjalanan mengarungi laut sekitar dua jam kami tempuh sebelum akhirnya kapal berhenti di Gili Trawangan. Di luar bayangan saya tentang sebuah pulau sepi penghuni lengkap dengan spot snorkling cantik, Gili Trawangan ini lebih mirip dengan 'dunia lain'. Bagaimana tidak, pulau kecil ini dipenuhi dengan cafe, bar, diving center, lengkap dengan bule di segala penjuru pulau. Cottage-cottage cantik, musik yang berdentum-dentum membuat suasana semakin nggak Indonesia banget. Baiklah, ada ATM Mand*iri sih setidaknya, yang membuat Gili Trawangan masih terlihat Indonesia. Siang semakin panas, lagipula kami tidak bisa berlama lama. Saya bersama Niken, Imon, Supri dan Ocha menyewa sepeda untuk berkeliling sedangkan Ina dan Jojo menyusuri jalanan untuk berburu foto.
Sekitar 45 menit akhirnya kami menyudahi acara berkeliling. Saatnya kembali ke kapal yang..sama sekali tidak terlihat di tepian. Dari jauh kapal kami malah terlihat semakin menjauh. Kami kebingungan mengikuti arah kapal. Belum lagi gelombang di tepi laut cukup besar, berkali-kali kami harus meloncat dan mencari tempat yang lebih tinggi agar tidak terseret arus. Saya sendiri sudah hampir basah kuyup mengejar sandal yang hampir terbawa ombak. Kan nggak keren nanti saya nyeker di bandara kak..
Akhirnya setelah cukup lama terombang-ambing kapal berhasil menepi. Kami bergegas melanjutkan perjalana ke Gili Air. Ya, kami sepakat untuk tidak mampir ke Gili Meno karena waktu yang semakin sempit, jam 3 nanti kami harus segera bertolak ke bandara. Kapal segera mengarah menuju Gili air, dan kembali kesulitan menemukan tempat melempar jangkar. Ombak cukup besar, mendung mulai datang. Sepertinya bukan ide bagus untuk snorkling di saat seperti itu. Tapi bagaimanalah sudah di Gili Air masa nggak nyemplung?? Sikat lah gaaas!
Satu persatu kami mulai nyemplung. Benar saja, gelombang cukup besar dan sempat membuat saya gentar. Duh, berani nggak ya, setelah kemarin saya pun gagal snorkling mandiri. Supri sudah terlebih dahulu mengurungkan niat snorkling, tapi akhirnya saya nekat. Pokoknya harus snorkling di Gili Air! Saya mengikuti pergerakan Ina, entah kemana pokoknya saya ngikut. Kali ini saya sudah nggak nebeng, melainkan berenang sendiri karena pakai fin juga, hehe. Berkali-kali saya masih harus mengeluarkan air dari goggle, juga melakukan mask clearing. Pemandangan bawah lautnya juga belum tampak jelas. Akibat gelombang yang besar juga saya dan Ina malah memutuskan untuk menepi, disusul jojo dengan insiden tangan berdarah-darah.
Ada apa dengan insiden berdarah? rupanya Jojo tidak sadar terantuk besi di salah satu bagian kapal hingga terluka. Dan doi sama sekali tidak ssadar sampai melihat air disekitarnya memerah. Ocha yang memang paling jagoan berenang diantara kami bolak-balik ke kapal untuk mengambil hansaplast dan pelampung. Sementara itu saya nebeng Ocha juga untuk ikutan slulup-slulup ke tengah. Ocha mengkode saya, memastikan nggak akan jauh-jauh dan memberi isyarat untuk mengikuti arah berenangnya. Saya sempat was-was karena tadi ketika lewat bersama ini terdapat bagian yang cukup dalam, tapi ternyata di dekat situ terdapat rangka besi yang sengaja diletakkan untuk rumah ikan. Ocha menebar roti yang sengaja dibawa daaaan.....ikannya berdatangan! cantik-cantik, macem-macem, unyu-unyu! saya terpana sekaligus rempong karena berkali-kali harus mengeluarkan air dari masker.
Acara slulup dilanjut hingga kembali ke dekat perahu di jangkar. Rupanya pemandangan di bawah perahu nggak kalah bagusnya! Nggak perlu jauh-jauh ke tepian, ikannya sudah banyak. Saya lanjut slulup sambil sesekali bergelantungan pada bagian kapal. Ocha yang masih membawa sisa roti kembali memancing ikan berdatangan. Rasanya saya nggak rela gitu mau mentas, masih pengen melihat ikan-ikan berenang. Maklum ya, justru di hari terakhir itu saya menikmati acara snorkling. Sebelum-sebelumnya saya nggak rilek blas. Tapi apa mau dikata, waktu juga yang memaksa kami untuk segera mengakhiri acara slulup.
Perjalanan pulang selama dua jam kembali kami tempuh dalam keadaan lapar, lelah, ngantuk dan lunglai. Untuk mengusir bosan bahkan saya sudah menyanyi-nyanyi random segala macam lagu dari S07 hingga Tanah Airku. Lumayan membunuh waktu sih, diselingi dengan obrolan ringan. Seperti biasa, Supri dan Ini memilih terlelap daripada nggeje bersama kami.
***
Kami kembali ke Senggigi sedikit terlambat. Akibatnya acara bersih-bersih dan makan siang harus dirapel dan dilaksanakan seefektif dan secepat mungkin. Setibanya di Baleku, kami langsung membagi giliran siapa yang makan dulu siapa yang mandi dulu. Semuanya dilakukan cepat, kilat dan rusuh. Sekitar pukul 15.30 akhirnya kami kembali berkumpul dan kembali memasukkan ransel yang bertambah berat ke dalam mobil. Setelah mengucapkan terimakasih kepada pemilik penginapan, kami diantar Pak Imam dan Fajar menuju bandara Lombok Praya.
Perjalanan darat sekitar dua jam kami tempuh kembali. Pesawat rombongan madiun akan terbang pukul 18.00 WITA. Segera setelah sampai di bandara, Jojo segera bergegas mengambil tas dan mempersiapkan keperluan untuk check in. Setelah selesai dengan urusan bawaan, kami berpisah di ruang tunggu dengan dadah-dadah dan cipika-cipiki *yang cewe-cewe aja tentunya. Dan tepat sesuai jadwal, pesawat yang kami tumpangi tinggal landas, melintasi langit menuju Surabaya. (Selesai)
Gili Trawangan, rasa mancanegara (keliatan sepi karena memang cari spot yang sepi) |
Slulup asik pakai fin dan pelampung |
Perjalanan memang selalu melelahkan. Tapi bukankah dengan menempuh perjalanan kita memaknai arti pulang? Bukankah dalam berperjalanan kita memberhentikan waktu untuk saling mendengar satu sama lain, melihat lebih lekat satu sama lain?
Dan saya gagal move on dari segala hal tentang perjalanan. Tertambat pada lelah dan semangatnya, dalam hal baru dan asingnya.
Sampai jumpa lagi di perjalanan berikutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar