Hampir tiga bulan sejak saya resmi menggugurkan gelar mahasiswa terhitung sejak 14 Juli lalu. Feel free? Yes, absolutely!, selanjutnya pandai-pandai saja bersilat lidah menjawab pertanyaan yang bertubi-tubi seputar keprofesian: "Sudah kerja di mana sekarang?", "Rencana kedepannya mau ngapain?", pertanyaan yang cukup wajar sebenarnya. Hanya saja, lama-lama kecut juga memikirkan jawaban terbaik ;p.
Pada dasarnya saya sangat ingin menjadi jobmaker, bukannya jobseeker. Guess why, tentu saja karena itu pasti akan terdengar sangat keren bukan? haha, bercanda. Tapi nyatanya, atas pertimbangan banyak hal, akhirnya saya mencoba menghalalkan upaya mencari kerja sembari terus berusaha menjadi jobmaker. Menjadi jobmaker itu benar-benar sangat tidak mudah, bold and underlined. Lantas apakah saya berarti telah menyerah? oh..tunggu dulu, ini hanya langkah yang cukup bijak untuk mendulang modal dari sektor lain. Hati saya sudah tertambat pada cerita lain saudara-saudara..
Dan..yang paling penting bagi seorang desainer untuk mendapatkan perkerjaan tentu saja adalah portfolio, P-O-R-T-F-O-L-I-O. Kumpulan karya ini bisa dibilang merupakan rekam jejak dari sepak terjang seseorang di dunia per-desain-an. Terus gue mesti koprol sambil bilang "Wow" gitu?
ya tentu saja tidak, yang harus dilakukan adalah harus membuat porto (portfolio.red) dengan baik dan benar. Oh wait, BAIK DAN BENAR?
Nah, ini masalahnya. Ketika kembali dibenturkan dengan kata sifat baik dan benar, muncullah sedikit kebingungan di kepala saya. Ya, memang porto harus dibuat sebagus dan sejelas mungkin. Ada patokan dasar tentang apa yang harus ditampilkan dan apa yang sebaiknya tidak ditampilkan. Tapi mengenai gaya penyusunan, posisi gambar dan printilan lainnya ya bolehlah dimainkan sedikit. Belakangan saya mendapat sedikit kritikan dari seorang senior. Katanya porto saya kurang bermain, cenderung cari aman, tampak kurang percaya diri dan monoton. Errr...OK, terimakasih, masukan yang sangat bagus. Dalam hati saya berkata "WOW, benar sekali tebakan mas ini," karena memang pada dasarnya saya tidak cukup percaya diri dengan porto saya, yang seharusnya merupakan cermin dari diri saya sebagai (calon?) desainer. Selama ini saya selalu merasa tidak cukup keren jika disebut sebagai mantan mahasiswa jurusan desain-mendesain. Boleh dibilang ini standar dan yaudah sih, mungkin rupanya salah jurusan, meskipun tidak bisa dipungkiri, kuliah saya sangat mengasyikkan. Tapi pelajaran penting yang bisa dipetik dari kisah porto ini adalah :
Your Portfolio is YOU.
Portfolio menjadi bagian penting untuk bisa mendapatkan pekerjaan sebagai desainer, siapapun butuh bukti nyata apa saja yang telah kita lakukan bukan? bukan hanya racauan konsep tertulis yang bisa betah saya karang hingga dua lembar halaman folio. Porto akan memaparkan secara gamblang karakter seseorang, karakter desain seseorang, seberapa besar passionnya dalam desain dan banyak lagi yang saya tidak tahu sebenarnya, hehe. Hal ini merupakan kenyataan yang tidak bisa diingkari oleh siapapun, termasuk pemalas ambisius yang selalu mimpi jadi bos seperti saya ;p.
Yeahh..saatnya kembali membenarkan porto untuk bisa menaikkan harga jual. Setidaknya harus diusahakan sepenuh hati, kalaupun harus disesuaikan dengan keinginan calon perusahaan, semoga saja saya tidak kehilangan jati diri.
My Portfolio is Me, and no one can asked me to be someone else. But, I can do better, and make it better. Semangat!! :D
Semangat pikoooo, gue jadi deg-deg-an kalo nanti sudah lulus. hehehehe
BalasHapushaha, terimakasih mitaaa :D. Santai mit, ga seserem itu kok..sisi positufnya setelah lulus bisa punya "never ending holiday", hehe. sekarang mah fokus di Boul aja doloo ;p
BalasHapus