Sabtu, 06 Juli 2013

Merantau

Sudah hampir lima ramadhan saya tidak berada di kampung halaman. Sebentar lagi, insyaAllah jika masih berkesempatan bertemu lagi dengan ramadhan yang tinggal beberapa hari, ramadhan kali ini menjadi ramadhan ke lima di perantauan. Masih di Bandung, yang berjarak kurang lebih 9 jam dengan kereta api dari rumah. Dulu belajar sekarang bekerja. Merantau, istilah kerennya. Mencoba menjemput rezeki dari Allah demi masa depan yang lebih baik *tsaaah....

Bapak dan ibu di rumah sudah berulangkali bertanya: kapan 'pulang'? pulang yang bukan dalam artian Sabtu pagi sampai rumah dan Minggu malam sudah duduk manis di kereta lagi. Yang ditanya hanya bisa senyam-senyum kecut dan menjawab dalam hati  
"Nanti dulu pak, bu. Saya belum siap meninggalkan bandung yang kacau balau ini".
Tidak, saya bukannya mau nyalon jadi walikota dan mengkudeta Pak Ridwan Kamil yang baru saja terpilih, lantas saya dengan sok pahlawan menyingsingkan lengan baju memperbaiki kota Bandung. Yang masih kacau balau adalah peta hidup saya kedepannya. Merantau jauh ke kota orang dan tak pulang-pulang. Itulah status saya saat ini. Jika ditanya mencari apa, saya hanya akan senyam-senyum dan mlipir kabur sembunyi-sembunyi.

Bapak dan ibu saya tentu saja berharap anak semata wayangnya ini lekas pulang, nggak usah pergi-pergi. Tapi yang disuruh pulang masih belum ingin pulang. Ada yang harus dimulai dari perantauan, tentunya untuk bekal pulang. Menjelang ramadhan seperti ini sebenarnya adalah momen menggalaukan bagi perantau. Saya pribadi terkenang-kenang santap sahur dan buka bersama bapak dan ibu di meja makan. Saya akan berada di ujung meja, bapak di sisi kiri dan ibu di sisi kanan. Formasi di meja makan yang tidak pernah berubah, maka kursi di ujung meja akan selalu kosong jika saya tidak ada. Merindukan suara tadarusan dari langgar-langgar hingga menjelang tengah malam. 

Merantau. Pergi untuk pulang ataukah pergi untuk tak pulang? tapi insyaAllah saya akan pulang,minimal memendekkan jarak Madiun-Bandung menjadi Madiun-Yogyakarta misalnya. Tentunya agar bisa lebih sering 'pulang'. Bagaimanapun, perantau akan selalu merindulan asalnya. Aroma pagi dan malamnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar