Mungkin sudah bukan zamannya anak-anak akrab dengan kelereng atau untaian karet gelang, congklak? apa pula itu. Bukan zamannya lagi anak-anak berkeliaran di ladang, bersembunyi rapat di semak-semak, atau berlarian menghindari bola kasti. Kampungan katanya, jika anak-anak hanya bermain mobil-mobilan atau tembak-tembakan dari pelepah pisang. Kenapa mesti repot-repot kepanasan? sekarang, dalam satu genggaman layar, anak-anak sibuk bermain. Apakah ini era keemasan atau malah justru kehancuran?
Saya belum pula menjadi seorang ibu. Jadi seorang anak pun, tidak sangat baik juga. Tapi rasanya di dalam hati saya yang terdalam miris rasanya melihat anak-anak zaman sekarang. Mungkin ini adalah pendapat anak era 90-an semata. Yang seringkali dibilang gaptek dan nggak gaul, tapi apakah harus menjadi gaul kalo itu berarti hanya menuju ambang jurang kehancuran?
Sudah hampir tiga tahun terakhir saya tinggal di Bandung. Kota besar yang bagaimanapun sama sekali berbeda dengan kota kelahiran saya nun jauh di Jawa Timur sana. Apalagi saya tinggal di desa, sudah di kota kecil, di desa pula..hahaha. Namun rupanya waktu tiga tahun sama sekali tidak bisa meredam culture shock saya terhadap banyak hal di kota ini, apalagi tentang anak muda-nya. Kosan saya yang berada dekat dengan komplek perumahan padat penduduk cukup ramai oleh anak-anak remaja tanggung usia belasan tahun. Kalau dilihat dari seragamnya, masih antara biru tua dan abu-abu. Tapi kelakuannya, selalu membuat saya ternganga. Adegan mesra pemuda-pemudi yang tidak jarang masih berseragam tersebut membuat geleng-geleng kepala. Belum lagi acara merokok berjamaah, sudah hampir tiga tahun, dan pemandangan perempuan dengan rokok ditangannya masih saja potongan adegan yang mencengangkan. Dasar kota besar, saya hanya bisa mengelus dada.
Dulu, di era 90-an, siang hari seringkali disibukkan oleh karet-karet gelang atau kelereng. Batang kayu bahkan menjadi mainan seru, sepeda adalah harta yang mewah. Sekarang, lihat saja, mainan dalam kepala anak zaman sekarang adalah teknologi. Tapi teknologi yang tidak tepat guna. Buat apa anak SMP sudah punya Android, Blackberry, masih minta iPhone segala? "buat gahul dongs tante," mungkin adalah jawaban yang akan meluncur cepat dari muluk adik-adik saya yang lebih betah di depan layar daripada berpanas-panasan bertemu dalam dunia nyata dengan teman-teman sebayanya. Buat apa?, toh di jejaring sosial mereka bisa berbincang dan bercanda akrab. berlama-lama, tanpa membuang tenaga, apalagi tanpa kepanasan pula. Adakah tawaran yang lebih menarik?
Permainan bagi anak-anak zaman sekarang begitu beragam tersedia. Tinggal colek-colek layar, mau apa juga ada. Ingin berdiskusi? ada grup di jejaring sosial, hiburan juga tersedia banyak di layar televisi. Mau cerita yang seperti apa? anak SMP patah hati atau rebutan pacar ada, mau cerita geng cewek cantik dan cowok ganteng banyak. Hasilnya, tuh..adik-adik saya yang baru semester kemarin masuk SMP update-an statusnya galau terus. Apalagi kalau bukan curcol tentang pacarnya,? apakah benar sudah saatnya mereka galau oleh masalah seperti itu?
Miris sekali lagi. Kalau sudah begini saya jadi bertanya-tanya sendiri. Apakah para orang tua di zaman sekarang tahu bagaimana kelakuan anak-anaknya? bagaimana perasaan mereka?hancurkah? biasa-biasa saja kah? Lantas berganti dengan pertanyaan tentang diri saya, Bagaimana bapak dan ibu dulu bisa cukup berhasil mendidik anak perempuannya yang sebenarnya bandel ini? bagaimana caranya ibu berhasil menanamkan kebiasaan-kebiasaan baik pada saya? lantas bagaimana kelak saya akan membesarkan anak-anak saya dalam dunia yang sudah kacau balau ini?.
Anak-anak, kelak yang akan menjadi pemimpin, penjadi penegak hukum, menjadi penggerak sektor ekonomi, menjadi aktivis politik. Anak-anak yang kelak akan melahirkan generasi-generasi baru pula, menggulirkan perubahan zaman. Anak-anak adalah investasi yang besar bagi keluarga, bagi bangsa dan bagi agama. Presiden dulu juga anak-anak, bahkan Nabi pun juga pernah menjadi anak-anak. Nasib masa depan peradaban sesungguhnya ada di tangan anak-anak, remaja-remaja tanggung yang sering galau itu, siapa tahu salah satunya digariskan untuk menjadi pemimpin umat. Lantas bagaimana nanti umatnya kalau pemimpinnya tidak memiliki bibit, bebet dan bobot yang berkualitas?.
Anak-anak zaman sekarang, nantinya mungkin anak saya akan menjadi generasi anak-anak 'zaman sekarang' di masanya. Ketika itu saya akan mendapat amanah dan tantangan yang paling besar. Berusaha agar anak-anak 'zaman sekarang' kelak bukan anak-anak yang nongkrong merokok di pinggir jalan sepanjang siang. Bukan yang berangkulan mesra dalam seragam biru-putih di atas motor. Bukan anak anti sosial yang lebih dekat dengan layar daripada kakak. adik, kakek, nenek, sepupu atau tetangga di kompleks perumahan. Bukan juara balap mobil atau lari cepat di layar gadget teranyar. Tanggung jawab yang besar bagi ibu anak-anak untuk menghasilkan generasi yang berkualitas. Anak-anak yang tahu untuk apa hidup, bagaimana hidup dan menikmati kehidupan yang sesungguhnya. Semoga, semoga anak-anak dapat menjadi semestinya anak-anak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar