Aku tak pernah membayangkan, betapa sempurnanya sebuah langit biru bersih tanpa sesaput awan pun. Dan kita, menyusuri tepian daratan yang merembes basah, meniti pasir. Aku merasa begitu tersanjung ketika kau berkata sembari tertunduk, "ini adalah tempat rahasiaku, engkau adalah yang pertama tahu selain aku dan Tuhan di atas sana,"
Hatiku berdesir meskipun angin tak cukup kencang menerpa rambut panjangku. Aku membetulkan letak topi anyaman yang kupakai dengan sedikit gugup. Salah tingkah.
Engkau yang sedikitpun tidak menyadari pipiku yang merona terus saja berjalan sembari sesekali memejamkan mata. "Aku selalu jatuh cinta dengan pantai ini kapanpun aku datang," ucapmu tiba-tiba ditengah hening yang hanya dipecah oleh deburan ombak. Aku hanya mengangguk sambil tersenyum, dan melanjutkan pikiran-pikiranku tentangmu.
Aku tersentak kaget mendapati dirimu yang rupanya telah berhenti, menatap lurus padaku yang menabrakmu sembari melamun.
"maukah kamu menjadi pantai milikku?dengan begitu aku akan selalu datang padamu, tidak lagi ke sini, mm. .atau sesekali tapi tentunya bersamamu, seperti ini,"
Aku terpaku menatap kedua matamu yang lekat mengunci mataku.
"A-apa maksudmu?", aku balas melemparkan pertanyaan bodoh. Aku benar-benar gugup, dan tentu saja sebenarnya sangat bahagia.
"Maukah kamu menikah denganku,karenina?, berbagi kehidupan hanya denganku, sampai Tuhan yang menentukan batas akhirnya", kau masih menatap lekat mataku tanpa bergeming sedikitpun.
Bagaimanalah, aku terlalu bahagia untuk bisa menahan mataku untuk tidak berembun. "tentu saja,tentu saja. ." bisikku lirih. Dan sejak hari itu kamu menepati janjimu untuk selalu datang kepadaku, satu-satunya pantai bagimu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar